Senin, 14 September 2009

Mustahik

Tak terasa tinggal 7 hari lagi Ramadhan akan meninggalkan kita semua. Bulan Suci yang penuh Berkah, Rahmat dan Pengampunan.

Dan disaat-saat ini pulalah bagi para kaum Muslim yang mampu diwajibkan untuk membayar Zakat Fitrah yang akan dibagikan kepada para Mustahik sebelum shalat Ied dilakukan.

Mustahik adalah pihak yang berhak menerima zakat yang terdiri dari 8 golongan masyarakat seperti tercantum dalam firman Allah SWT dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 60;





















60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[647].


[647] yang berhak menerima zakat ialah:

1. Orang Fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.


2. Orang Miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.


3. Pengurus Zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.


4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.


5. Memerdekakan Budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.


6. Orang Berhutang: orang yang berhutang Karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.


7. Pada jalan Allah (Sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Diantara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.


8. Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

Selasa, 01 September 2009

Mubahalah

Q.S. Ali Imran:61,
Tambah Video














61. Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), Maka Katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; Kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta[197].

[197] Mubahalah ialah masing-masing pihak diantara orang-orang yang berbeda pendapat mendoa kepada Allah dengan bersungguh-sungguh, agar Allah menjatuhkan la'nat kepada pihak yang berdusta. Nabi mengajak utusan Nasrani Najran bermubahalah tetapi mereka tidak berani dan Ini menjadi bukti kebenaran nabi Muhammad s.a.w.


Peristiwa ini masyhur dan dikenal semua Muslim. Para ulama Islam sepakat bahwa ayat ini diwahyukan berkaitan dengan utusan kaum Nasrani yang datang dari Njaran untuk berdebat tentang masalah Nabi Isa as. dengan Nabi saw. Dalam Al Bihar (jilid 6), Imam Ali menyebutkan peristiwa itu sebagai berikut:

Utusan kaum Nasrani Najran yang dipimpin oleh tiga orang terkemuka, Al Aqib, Muhsin, dan seorang uskup agung; mereka bersama dengan dua orang Yahudi terkemuka menemui Nabi saw. Mereka bermaksud mendebat beliau; sang uskup memulai,"Abul Qasim (Nabi saw), siapakah sang Musa?" Nabi menjawab,"Imran." Sang uskup lalu bertanya,"Siapakah ayah Yusuf?" Nabi menjawab,"Ya'qub."

Sang uskup melanjutkan,"Semoga aku menjadi penebus bagi Anda; siapakah ayah Anda?" Nabi menjawab,"Abdullah bin Abdul Muththalib."

Uskup bertanya,"Siapakah ayah Isa?" Nabi saw. menunggu sejenak sementara Jibril mewahyukan yang berikut kepada beliau,"(Katakan) ia roh Allah dan kalimat-Nya."

Sang uskup lalu bertanya,"Dapatkah ia menjadi roh tanpa memiliki tubuh?" Lagi-lagi sebuah wahyu disampaikan kepada Nabi saw. dan wahyu itu berbunyi,"Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya,'Jadilah' (seorang manusia), maka jadilah dia"

Mendengar hal ini, sang uskup agung mengajukan keberatan kepada Nabi yang mengarkan bahwa Isa as. diciptakan dari tanah; ia berkata,"Muhammad, kami tidak menemukan ini ada di dalam Taurat, Injil, ataupun Zabur. Engkaulah orang pertama yang mengatakan hal ini."

Pada saat itulah, ayat mubahalah diwahyukan.

Setelah mendengar ayat ini, para utusan itu mengatakan,"Tetapkanlah bagi kita sebuah rapat yang khidmat (di mana setiap pihak bermohon kepada Allah untuk mengutuk pihak yang lain jika mereka berdusta)." Jawaban Nabi atas hal ini adalah,"Esok pagi, insya Allah."

Esok paginya, Nabi menunaikan salat Subuh dan menyuruh Ali mengikuti beliau dan Fathimah, yang pada gilirannya, menggamit Al Hasan dan Al Husain agar mengikuti Ali. Nabi lalu memerintahkan mereka,"Ketika aku berdoa, kalian harus mengatakan ,'Amin.'"

Ketika melihat keluarga suci Nabi dan bahwa beliau saw. telah membentangkan selembar tikar bagi diri dan keluarganya, para utusan tersebut berkata satu sama lain,"Demi Allah, ia nabi sejati; dan jika ia mengutuk kita, niscaya Allah akan menjawab doanya dan menghancurkan kita. Satu-satunya yang dapat menyelamatkan kita adalah memohon kepadanya agar melepaskan kita dari rapat ini."

Fakhrur Razi dalam tafsirnya menyatakan,"Uskup agung berkata,'Wahai kaum Nasrani, sungguh aku melihat wajah-wajah manusia, yang jika mereka meminta Allah menggerakkan gunung, Dia pasti akan melakukannya. Jangan adakan rapat ini, atau kalian akan dihancurkan dan tiada orang Nasrani akan tinggal di bumi hingga Hari Kebangkitan.' Utusan itu menghadap Nabi dan berkata,"Abul Qasim, bebaskan kami (dari) rapat yang khidmat ini,' Nabi menjawab,'Sungguh, akan kulakukan; Dia yang mengirimku dengan kebenaran adalah Saksiku, dan jika saja aku mengutukmu, Allah tidak akan menyisakan seorang Nasrani pun di muka bumi,'"

Sumber:
1. Al-Quran
2. Fathimah Buah Cinta Rasulullah Saw; Sosok Sempurna Wanita Surga karangan Abu Muhammad Ordoni

Selasa, 14 Juli 2009

Give Thanks To Allah

Meninggalnya Michael Jackson ato lebih sering dipanggil Jacko, bikin heboh dunia coz ni penyanyi emang kesohor banget. Saya pun termasuk salah satu penggemarnya.

Dan pada saat melihat tayangan tentang Jacko di tv ada lagu Islam yang sekilas suara penyanyi mirip banget ma Jacko.
Saking penasarannya saya cari aja di internet. Walhasil emang ketemu dan ternyata bukan Jacko sang penyanyinya.

Subhanallah...syairnya luar biasa bagus seperti yang bisa dibaca di bawah ini,


Artist: Zain Bhikha

Title: Give Thanks To Allah


Give thanks to Allah,

For the moon and the stars

Prays in all day full,

What is and what was

Take hold of your iman

Don't givin to shaitan

Oh you who believe please give thanks to Allah.


Allahu Ghefor Allahu Rahim Allahu yuhibo el Mohsinin,

Hua Khalikhone hua Razikhone whahoa ala kolli sheiin khadir


Allah is Ghefor Allah is Rahim Allah is the one who loves the Mohsinin,

He is a creater, he is a sistainer and he is the one who has power over all.


Senin, 22 Juni 2009

Beratnya Menjadi Seorang Laki-Laki

Tahukan anda bila sebagai seorang :…

LELAKI

Betapa beratnya menjadi seorang lelaki, diantaranya adalah seperti berikut:
  1. Lelaki bujangan menanggung dosa sendiri apabila sudah baligh, sementara dosa anak gadis ditanggung oleh bapanya.
  2. Lelaki yang sudah berumah tangga menanggung dosa sendiri, dosa isteri, dosa anak perempuan yang belum pernah kawin dan dosa anak lelaki yang belum baligh.
  3. Hukum menjelaskan anak lelaki bertanggung- jawab atas ibunya dan sekiranya dia tidak menjalankan tanggungjawabnya maka dosa baginya, terutama anak lelaki yang tua, tetapi perempuan tidak, perempuan hanya perlu taat kepada suaminya. Isteri berbuat baik kepadanya diberikan pahala kalau berbuat sebaliknya dosanya ditanggung oleh suaminya.
  4. Suami wajib memberikan nafkah pada isteri, tapi isteri tidak. Walaupun begitu isteri boleh membantu. Haram bagi suami bertanya pendapatan isteri, lebih-lebih lagi menggunakan pendapatan isteri tanpa izin ini.
Banyak lagi…

Bayangkan betapa beratnya dosa-dosa yang harus ditanggung seperti gunung dengan semut. Itu sebabnya mengikut kalau kita kaji nyawa perempuan lebih panjang daripada lelaki. Lelaki mati cepat karena tak kuat dengan beratnya dosa-dosa yang ditanggung. Tetapi seorang lelaki ada keistimewaannya yang dianugerah oleh Allah SWT. Sebagai seorang lelaki pasti anda tahu, kalau tak tahu makanya jadi perempuan. Begitulah kira-kiranya.


WANITA
  1. Wanita auratnya lebih susah dijaga dibanding lelaki.
  2. Wanita perlu meminta izin dari suaminya apabila mau keluar rumah, tetapi tidak sebaliknya.
  3. Wanita kesaksianya kurang dibanding lelaki.
  4. Wanita menerima pusaka kurang dari lelaki.
  5. Wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung dan melahirkan anak.
  6. Wanita wajib taat kepada suaminya.
  7. Talak terletak di tangan suami dan bukan isteri.
  8. Wanita kurang dalam beribadat karena masalah haid dan nifas yang tak ada pada lelaki.
Pernahkah kita lihat sebaliknya??

Wanita perlu taat kepada suami tetapi lelaki wajib taat kepada ibunya 3 kali lebih utama dari bapanya. Bukankah ibu adalah seorang wanita?

Wanita menerima pusaka kurang dari lelaki tetapi harta itu menjadi milik pribadinya dan tidak perlu diserahkan kepada suaminya, manakala lelaki menerima pusaka perlu menggunakan hartanya untuk isteri dan anak anak.

Wanita perlu bersusah payah mengandung dan melahirkan anak, tetapi setiap saat dia didoakan oleh segala malaikat dan seluruh makhluk ALLAH di muka bumi ini, dan bila wafat kerana melahirkan adalah mati syahid.

Manakala dosanya dosa kecil, dosanya diampun ALLAH .

Di akhirat kelak, seorang lelaki akan dipertanggungjawabk an terhadap 4 wanita ini :
  1. Isterinya
  2. Ibunya
  3. Anak perempuannya
  4. Saudara perempuannya.
Manakala seorang wanita ditanggung oleh 4 orang lelaki ini :
  1. Suaminya
  2. Ayahnya
  3. Anak lelakinya
  4. Saudara lelakinya.
Seorang wanita boleh memasuki pintu Syurga melalui mana pintu Syurga yang disukainya cukup dengan 3 syarat saja:
  • Sembahyang 5 waktu,
  • Puasa di bulan Ramadhan,
  • Taat pada suaminya dan menjaga kehormatannya. (betulkan kalau nggak salah).
Seorang lelaki perlu pergi berjihad fisabilillah tetapi wanita jika taat akan suaminya serta menunaikan tanggung jawabnya kepada ALLAH akan turut menerima pahala seperti pahala orang pergi berperang fisabilillah tanpa perlu mengangkat senjata.

Masya ALLAH…
Lihat betapa sayangnya ALLAH pada wanitakan?

Sumber : rohis46.orgfree.com

Senin, 08 Juni 2009

Penghulu Kaum Perempuan Dari Awal Hingga Akhir Zaman

Pada saat lagi ada di toko buku yang sangat besar dan terkenal, pandangan saya tertarik kepada sebuah buku dengan warna yang sangat mencolok yaitu warna merah muda.
Saat saya dekati dan baca judulnya, Fathimah -- Buah Cinta Rasulullah Saw, Sosok Sempurna Wanita Surga karangan Abu Muhammad Ordoni, langsung hati saya tergerak untuk membelinya.

Subhanallah...setelah saya baca buku ini yang mempunyai 288 halaman, sungguh sangat memberikan banyak pencerahan jiwa. Dan sesekali hati bergetar dan air mata tak terbendung untuk keluar.

Berikut adalah sepenggal cerita yang ada di dalam buku tersebut....



Peristiwa Ghaib


Jibril turun kepada Rasulullah saw dan berkata kepadanya,"Hai Muhammad! Yang Mahatinggi mengirimkan salam-Nya untukmu dan memerintahkanmu menahan diri dari (mendekati) Khadijah selama 40 hari."

Sukarlah bagi Nabi, yang mencintai dan menyayangi Khadijah, untuk berlaku demikian; walau begitu, (dalam ketaatan kepada perintah Allah), Nabi melewati 40 hari dengan puasa dan salat malam. Ketika hampir mendekati 40 hari, Nabi memanggil Ammar bin Yasir dan memintanya menemui Khadijah untuk menyampaikan pesan beliau,"Wahai Khadijah! Janganlah menganggap bahwa perpisahanku darimu berarti aku menceraikan atau mengasingkanmu, namun itu dikarenakan Tuhanku memintaku berbuat demikian, jadi janganlah mengharapkan apa-apa (dari-Nya) selain kebajikan, sebab pastilah Allah Ta'ala memujimu di depan para malaikat yang mulia beberapa kali setiap hari. Karena itu, bila turun malam, tutuplah pintu dan berbaringlah tidur; sebab aku akan menginap di rumah Fathimah binti Asad."

Ini membawa duka bagi Khadijah yang kehilangan Nabi dari sisinya.

Pada akhir hari ke-40, Jibril kembali mendatangi Rasulullah dan berkata,"Hai Muhammad! Yang Mahatinggi mengirimkan salam-Nya untukmu dan memerintahkanmu bersiap untuk penghormatan dan hadiah-Nya."

Nabi berkata,"Jibril! Apakah hadiah Tuhan semesta alam dan apakah penghormatan-Nya?"

Jibril berkata,"Aku tak mengetahuinya."

Pada saat itu, Mikail turun dengan sebuah pinggan yang ditutupi sehelai kain brokat atau sutra dan menyorongkannya kepada Nabi. Jibril berkata kepada Nabi saw.,"Hai Muhammad, Tuhanmu memerintahkan untuk membatalkan puasamu dengan makanan ini malam ini."

Imam Ali bin Abi Thalib mengatakan,"Nabi saw. biasa memerintahkanku membuka pintu terhadap (menyilakan) siapa pun yang ingin bergabung dengan beliau saat berbuka puasa, namun malam itu beliau memerintahkanku menjaga pintu rumah dan berkata kepadaku,'Hai putra Abu Thalib! Makanan ini terlarang bagi siapa pun kecuali aku.'"

Lalu Imam melanjutkan,"Aku duduk di pintu, dan Nabi saw. membuka pinggan, sendirian, dan menemukan setandan kurma dan seikat anggur; beliau makan sampai kenyang dan minum air secukupnya. Beliau lalu merentangkan tangan untuk dicuci, maka Jibril pun menuangkan air, Mikail mencuci tangan beliau, dan Israfil mengeringkannya. Setelah itu, sisa makanan bersama pinggannya diangkat ke langit. Lalu, Nabi saw. mulai menyiapkan diri untuk salat ketika Jibril berkata kepada beliau,'Salat terlarang bagimu hingga engkau pergi ke rumah Khadijah dan berhubungan dengannya; karena Allah SWT menghendaki bagi-Nya untuk menciptakan keturunan mulia darimu malam ini.' Lalu, beliau bergegas ke rumah Khadijah."

Khadijah berkata,"Aku saat itu sudah terbiasa dengan kesendirian, jadi, ketika malam tiba, aku menutup kepalaku, menurunkan tirai, mengunci pintu, mendirikan salat, mematikan lentera, dan berbaring di ranjangku. Malam itu selagi aku sedang di antara tidur dan terjaga, Nabi mengetuk pintu; maka, aku berseru,'Siapakah yang mengetuk pintu yang hanya Muhammad mengetuknya?'"

Nabi dengan lembut dan sabar menjawab,"Bukalah pintu, Khadijah, aku Muhammad."

Khadijah berkata,"Aku dengan riang bangkit dan membuka pintu untuk Nabi. Beliau saw. biasanya meminta kendi air untuk berwudu dan mendirikan salat sunah dua rakaat sebelum beristirahat. Namun, malam itu, beliau saw. tidak meminta kendi maupun mendirikan salat...malah, apa yang terjadi antara seorang perempuan dan suaminya terjadi di antara kami; dan demi Allah, Yang menciptakan langit dan menyebabkan air terpancar dari sumbernya, sebelum Nabi meninggalkanku , kurasakan berat Fathimah di rahimku...."

Ad Dahlawi, dalam Tajhizul Jaisy, mengutip penulis Madzul Khulafaur Rasyidin,"Ketika Khadijah mengandung Fathimah, ia (Fathimah) biasa berbicara kepadanya dari rahimnya, namun Khadijah menyembunyikan hal ini dari Nabi. Suatu hari, Nabi memasuki rumah dan menemukan Khadijah berbicara kepada seseorang sementara tak seorang pun ada di dalam rumah bersamanya. Nabi bertanya kepada siapakah ia berbicara; ia menjawab,"Yang di dalam rahimku, pastilah ia berbicara kepadaku.' Lalu Nabi menjawab,'Bergembiralah Khadijah, sebab inilah anak perempuan yang telah ditakdirkan oleh Allah untuk menjadi ibu dari sebelas penerusku yang akan lahir sesudahku dan sesudah ayah mereka (Imam Ali).'"


Kelahiran Fathimah az Zahra

Adanya ketidaksepakatan nyata tentang tanggal kelahiran Fathimah sungguh mencengangkan. Sebagian ulama menyatakan bahwa ia lahir lima tahun setelah kenabian; sementara yang lain mengatakan ia lahir 2 atau 3 tahun sebelumnya (sebelum kenabian), dan sebagian lagi menyatakan bahwa ia lahir lima tahun sebelum kenabian. Patut dicatat bahwa pernyataan pertama diriwayatkan dari para Imam Ahlulbait, sekelompok ulama juga memiliki sudut pandang yang sama.

Walau demikian, Ath Thabari dalam Dzakairul Uqbi, Abdurrahman ash Shafawi dalam Nuzhatul Majalis, dan Al Qanduzi dalam Yanabiyyul Mawaddah meriwayatkan bahwa Khadijah berkata,"Maka, ketika persalinan (Fathimah) mendekat, aku memanggil para bidan Quraisy, yang (akhirnya) menolak menolongku karena Muhammad saw. Selama persalinan, empat orang perempuan yang kecantikan dan kecemerlangannya tak terperikan memasuki rumah. Salah seorang dari mereka, berkata,'Akulah Ibunda Hawa.' Yang kedua berkata,'Aku Kultsum, saudara perempuan Musa.' Yang ketiga berkata,'Aku Maryam, dan kami datang untuk menolongmu.'"

Berikut riwayat yang sama, namun dengan redaksi yang berbeda,"Ketika akan melahirkan, Khadijah memanggil para perempuan Quraisy supaya menolong melahirkan anaknya. Mereka menolak dan berkata,'Kami tak akan menolongmu; karena engkau menjadi istri Muhammad.' Ketika itulah, empat orang perempuan memasuki rumah; kecantikan dan kecemerlangannya tak terperikan. Salah seorang dari mereka berkata,'Aku Ibunda Hawa.' Yang kedua berkata,'Aku Aisyah binti Muzahim (istri Fir'aun).' Yang ketiga berkata,'Aku Kultsum, saudara perempuan Musa.' Yang keempat berkata,'Aku Maryam binti 'Imran (ibunda Nabi Isa as.). Kami datang untuk melahirkan anakmu.' Fathimah lalu lahir. Ketika rebah ke tanah, Fathimah berada dalam sikap bersujud, mengangkat jari-jarinya."


Pemberian Nama

Imam Ja'far ash Shadiq mengatakan,'Fathimah memiliki sembilan nama di sisi Allah ta'ala, yakni: Fathimah, Ash Shiddiqah (yang jujur), Al Mubarakah (yang diberkati), Ath Thahirah (yang suci), Az Zakiyyah (yang suci), Ar Radhiyyatul Mardhiyyah (ia yang ridha dan diridhai), Al Muhaddatsah (orang selain nabi yang kepadanya malaikat berbicara), dan Az Zahra (yang berkilauan)."

Imam Ali ar Ridha, mengutip ayahnya (Imam Musa al Kazhim), mengatakan,"Rasulullah saw. bertanya,'Hai, Fathimah, tahukah engkau mengapa engkau dinamai Fathimah?' Ali berkata,'Mengapa ia dinamai demikian (Fathimah)?' Nabi menjawab,'Karena ia dan para pengikutnya akan dilindungi dari neraka.'"


Wafatnya Sayyidah Khadijah

Kehidupan Fathimah berlalu seiring dengan tahun-tahun yang penuh duka dan derita. Ketika berumur 7 atau 8 tahun, satu lagi kesedihan melingkupi kehidupannya. Wafatnya sang ibunda, Sayyidah Khadijah, membawa kesedihan dan kepedihan ke dalam hatinya; Khadijah adalah seorang ibu yang penyayang yang telah meramalkan kehidupan keras yang akan dijalani putrinya tercinta.

Semasa hari-hari terakhirnya, Khadijah terbaring di ranjangnya. Suatu hari, Rasulullah saw. mengatakan kepadanya,"Apa yang sedang engkau hadapi, adalah karena kami, Khadijah; ketika engkau bertemu kawan-kawanmu, sampaikan salamku untuk mereka!" Khadijah bertanya,"Siapakah mereka, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab,"Maryan binti 'Imran, Kultsum (adik Musa), dan Asiyah--istri Fir'aun." Khadijah lalu berkata,"Semoga engkau hidup bahagia dan mendapat putra, wahai Rasulullah."

Rasulullah kerap bersabda,"Aku diperintahkan untuk menyampaikan kepada Khadijah kabar gembira tentang sebuah hunian di surga yang terbuat dari kain brokat tempat tiada keriuhan maupun ketegangan."

Ibnu al Atsir mengatakan bahwa kain brokat yang disebutkan dalam hadis ini adalah mutiara-mutiara mulia yang mirip istana.

Sayyidah Khadijah suatu kali menangis di hadapan Asma' binti Umais, yang berkata kepadanya,"Mengapa engkau menangis sementara engkaulah pemimpin segenap perempuan, dan istri Nabi, yang akan masuk ke surga sebagaimana yang beliau katakan?" Khadijah menjawab,"Aku tidak menangis (karena takut mati), melainkan menangis karena setiap perempuan memerlukan seorang sahabat karib pada malam pengantinnya untuk menceritakan rahasianya dan menolongnya dalam hal-hal tertentu; Fathimah masih sangat muda dan aku cemas ia akan sendirian pada malam pengantinnya!" Asma' menimpali,"Wahai junjunganku, aku bersumpah demi Allah, jika aku masih hidup, akan kugantikan tempatmu..."

Sayyidah Khadijah wafat pada umur 63 tahun (menurut sebagian sejarawan). Wafatnya Khadijah membawa duka mendalam bagi Nabi suci, khususnya karena diikuti oleh wafatnya Abu Thalib, paman Nabi, yang meninggal beberapa hari (atau bulan) setelah itu. Karena itu, tahun wafatnya Khadijah dan Abu Thalib disebut 'Tahun Dukacita' oleh Rasulullah saw.

Wafatnya Khadijah adalah sebuah bencana bagi Nabi; tak hanya karena ia adalah istri beliau, melainkan juga karena Khadijah adalah orang pertama yang percaya pada kerasulan Nabi. Khadijah juga mendukung suaminya dengan limpahan harta bendanya demi kepentingan Islam. Ia memiliki sifat yang unik di Makkah dan di antara semua perempuan Arab.

Ketika Khadijah dimakamkan di Hujun, Rasulullah melangkah masuk ke makamnya untuk mendoakannya. Sementar itu, Fathimah terus menempel ayahnya dan bertanya,"Wahai Rasulullah, dimanakah ibuku?"

Nabi menghindari pertanyaan Fathimah, maka Fathimah pun mencari-cari orang di sekelilingnya untuk bertanya dimana ibunya! Saat itulah, Jibril turun dan menyampaikan wahyu kepada Nabi,"Tuhanmu memerintahkanmu untuk menyampaikan kepada Fathimah bahwa Dia menyampaikan salam-Nya untuknya dan berfirman,'Ibumu ada di sebuah rumah dari kain brokat, sudut-sudutnya terbuat dari emas, dan tiang-tiangnya dari batu mirah delima. Letaknya di antara rumah Asiyah (istri Fir'aun) dan rumah Maryam binti 'imran.'"

Fathimah lalu berkata,"Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyelamat, dan keselamatan adalah dari-Nya dan untuk-Nya."


Pernikahan Fathimah

Namun, Nabi saw. menikahkan putinya itu dengan mahar yang sederhana untuk mendidik gadis-gadis Muslimah lainnya agar tidak menahan diri dari pernikahan karena mahar yang sederhana. Ada banyak pelajaran lain yang dapat kita serap dari pernikahan Fathimah, namun buku ini bukanlah tempat untuk menyebutkan semua pelajaran itu.

Sekalipun pernikahan Fathimah di bumi begitu sederhana, Allah Ta'ala menganugerahi sebuah hadiah terhormat. Allah SWT menikahkannya dengan Imam Ali bin Abi Thalib sebelum Rasul sendiri melakukannya. Ini bukan tak biasa, sebab Allah telah menikahkan perempuan-peremppuan yang lebih rendah (kedudukannya) daripada Fathimah dengan Nabi. Misalnya, Dia menikahkan Zainab binti Jahsy dengan Nabi sebagaimana dinyatakan dalam Alquran,"Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan atas istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengannya..." (Q.S. al Ahzab: 37).

Karena itu, apakah tak mungkin pernikahan Fathimah telah dirayakan di langit yang tinggi, dan dihadiri oleh para malaikat yang terdekat dengan Allah Ta'ala, sebagaimana disebutkan hadis-hadis qudsi?! Sungguh, inilah apa yang terjadi sebagai penghormatan atas Fathimah, ayahnya, suaminya, dan keturunannya di masa depan yang merupakan khalifah-khalifah Allah atas makhluk-makhluk-Nya.

Perayaan ini berlangsung di langit keempat dekat Baitul Ma'mur (rumah Allah yang selalu ramai). Itulah peristiwa unik yang sebelumnya tak pernah dijumpai alam semesta. Para malaikat dari segenap langit berkumpul di langit keempat dan mendirikan mimbar kehormatan, yang terbuat dari cahaya. Lalu Allah Yang Mahaagung mewahyukan kepada salah satu malaikatnya, Rahil, agar menaiki mimbar untuk memuja dan memuliakan nama-nama-Nya sebagaimana yang atas disandang-Nya. Rahil, malaikat yang paling fasih, melakukan apa yang diwahyukan Tuhannya dan berkata,"Segala puji bagi Allah, sejak penciptaan (makhluk) yang pertama; kami memuja-Nya karena Dia menjadikan kami malaikat gaib yang berserah diri kepada ketuhanannya, dan karena membuat kami bersyukur kepada-Nya atas kemurahhatiannya kepada kami. Dia menjaga kami dari merindukan nafsu; dan karena membuat memuliakan dan meninggikan-Nya sebagai satu-satunya kesenangan bagi kami. Dia Yang menjulurkan kasih-Nya (kepada setiap orang). Tinggilah nama-Nya dari syiriknya kaum musyrik dari kalangan penghuni bumi, dan dimuliakan oleh para makhluknya dari dusta kaum kafir. Allah, Raja Yang Mahakuasa, memilih seseorang yang dianugerahi-Nya kehormatan ilahiah yang istimewa, dan hamba keagungan-Nya, untuk hamba-Nya, pemimpin kaum perempuan dan putri nabi terbaik, pemimpin para rasul dan imam kaum yang saleh; maka, Dia menyatukan sang Nabi dengan seorang laki-laki dari kerabatnya. Seorang laki-laki sahabat seimannya, dan yang bergegas dalam menjawab seruannya---Ali sang pengabdi, dengan Fathimah yang istimewa dan putri sang Rasul."

Lalu, Jibril menambahkan kata-kata berikut, yang berasal dari Allah Ta'ala,"Pujian adalah pakaian-Ku, keagungan adalah kecemerlangan-Ku. Semua makhluk hambaku, laki-laki maupun perempuan. Kunikahkan Fathimah, hambaku, dengan Ali, hambaku yang terpilih. Maka, jadilah saksi wahai para malaikat-Ku."

Rasulullah saw. menyelenggarakan upacara akad di masjid selagi berdiri di mimbar, di hadapan kaum Muslim, untuk mempraktikkan pengumuman dan penetapan saksi-saksi bagi upacara akad; dan menyebutkan jumlah mahar, sehingga kaum Muslim akan mengikuti praktik beliau dalam meminta mahar sederhana bagi pernikahan. Beliau bersabda,"Hindarilah berlebih-lebihan dalam (jumlah) mahar, karena itu menyebabkan permusuhan (di antara kalian)."

Nabi juga menetapkan praktik mustahan (sunah) dalam membatasi mahar sampai 500 dirham. Beliau dan para Imam Ahlulbait tidak pernah melebihi batas mahar ini dalam pernikahan-pernikahan mereka.

Wajarlah jika pernikahan Ali dengan Fathimah az Zahra menimbulkan rasa iri dan permusuhan sebagian laki-laki; khususnya yang ditolak oleh Fathimah dan ayahnya ketika melamar. Maka, tidaklah aneh jika ada sebagian kaum Quraisy menemui Nabi dan berkata; "Pastilah engkau telah mengambil mahar yang murah untuk Fathimah dari Ali." Nabi menjawab:"Bukan aku yang menikahkan (Fathimah dengan) Ali, melainkan Allah melakukannya di malam mi'raj di dekat pohon teratai (di langit ketujuh)..." Nabi lalu menambahkan, "Sesungguhnya aku laki-laki seperti kalian, aku menikahi kaum perempuan kalian dan menyerahkan kaum perempuanku (yang dapat dinikahi), kecuali Fathimah, sebab pernikahannya diwahyukan di langit."


Mahar Fathimah

Walaupun mahar Fathimah bersahaja, disebabkan keinginan Rasul untuk memberikan teladan bagi kaum Muslim dan alasan-alasan tersembunyi lainnya, Fathimah az Zahra tidak mengabaikan keagungan dan kemuliaan dirinya untuk memperoleh sebuah hadiah luar biasa bagi pernikahannya. Keinginan kuat Fathimah bagi kecemerlangan dan kesempurnaan menggerakkannya untuk meminta hak syafaat (perantaraan permohonan ampun) --insya Allah-- bagi para Muslim yang berdosa.

Ahmad bin Yusuf as Dimasyqi dalam kitabnya, Akhbarul Du'al wa ats Tsaul Uwal, menuturkan,"Diriwayatkan bahwa ketika ia (Fathimah) mengetahui tentang perkawinannya dan bahwa maharnya sejumlah kecil dirham, ia mengatakan,'Ya Rasulullah, gadis-gadis biasa mengambil uang sebagai mahar; apa bedanya diriku dengan mereka (jika maharku juga uang?) Kuminta dengan hormat kepada Anda untuk mengembalikannya dan berdoa kepada Allah Ta'ala agar menjadikan maharku hak memberi syafaat kepada mereka yang berdosa di kalangan Muslimin (di Hari Kebangkitan).' Saat itulah Jibril turun dengan secarik kertas yang di atasnya tertulis:'Allah menetapkan mahar Fathimah az Zahra adalah syafaat bagi mereka yang berdosa di kalangan Muslimin.'"

Ketika tengah menjelang ajalnya, Fathimah meminta kertas itu direkatkan ke dadanya. Setelah hal itu dikerjakan, Fathimah mengatakan,"Ketika bangkit di Hari Kebangkitan, aku akan memperlihatkan kertas ini dengan tanganku untuk memberikan syafaat kepada mereka yang berdosa dari kalangan umat ayahku."

Patut disebutkan bahwa banyak riwayat yang membenarkan bahwa syafaat merupakan mahar Fathimah az Zahra.


Persiapan-persiapan Pernikahan

Ummu Salamah mengatakan,"Semoga para orang tua kami menjadi penebus bagi Anda! Wahai Rasulullah, niscaya segala sesuatu yang Anda katakan tentang Khadijah itu benar, namun ia telah berangkat menghadap Tuhannya! Semoga Allah memberi kebahagiaan kepadanya dan menghimpunkan kita dengannya di surga ridha dan kasih-Nya. Wahai Rasulullah! Saudara Anda dari antara orang-orang di dunia yang juga sepupumu, Ali bin Abi Thalib, ingin agar Anda menentukan hari bagi pesta perkawinan sehingga ia dapat berkumpul dengan istrinya, Fathimah."

Nabi menjawab,"Mengapa Ali tidak memintaku melakukannya?"

Ummu Aiman menjawab,"Rasa malu mencegahnya!"

Beliau mengatakan,"Ummu Aiman, panggillah Ali supaya menemuiku."

Ketika pergi keluar, Ummu Aiman menemukan Ali sedang menantikan jawaban. Atas permintaannya, Ali memasuki rumah dan duduk malu-malu di sisi Nabi yang berkata kepadanya,"Apakah engkau ingin dirayakan dengan istrimu?"

Ali menjawab," Ya, atas perkenan Anda! Jika Anda inginkan, pesta perkawinan akan berlangsung malam ini atau esok malam, insya Allah!"

Nabi berkata,"Maka, siapkanlah sebuah rumah untuk Fathimah."

Ali lalu berkata,"Satu-satunya rumah yang bisa kudapat adalah rumah Haritsah bin al Nu'man."

Nabi berkata,"Pastilah kita malu berhadap Haritsah bin al Nu'man, sebab kita telah menempati sebagian besar rumahnya!"

Ketika mendengar hal ini, Haritsah mendekati Nabi dan berkata,"Wahai Rasulullah, aku dan hartaku adalah milik Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah, tiada sesuatu yang lebih kucintai daripada apa yang dapat Anda ambil; lebih utama bagiku (Anda mengambilnya) daripada Anda tinggalkan (untukku)!"

Nabi saw. menyuruh Ali menyelenggarakan jamuan makan karena Allah Ta'ala senang dengan mereka yang berbuat demikian; demi kebaikan bermasyarakat yang dihasilkannya--seperti mengumpulkan orang-orang dan menanamkan cinta serta keserasian di antara mereka.

Ketika makanan telah disiapkan, daging dimasak, roti dipanggang, serta kurma dan mentega didapat, Nabi mulai memanggang kurma dan mencampurnya dengan mentega sebagai pengganti manisan bagi pesta perkawinan. Ketika semuanya telah siap, Nabi meminta Ali untuk mengundang orang-orang ke pesta.

Pada saat matahari terbenam, malam pesta perkawinan dimulai; itulah saat Fathimah pergi ke rumah barunya.

Semuanya berjalan lancar, sebab Nabi telah membuat semua persiapan yang dibutuhkan bagi pesta perkawinan itu. Sekalipun diliputi segenap kesederhanaan dan kebersahajaan, pesta perkawinan Fathimah dikelilingi tanda-tanda keagungan, keistimewaan, dan keelokan. Al Haitsami menulis dalam Majma'ul Zawa'id bahwa Jabir berkata,"Kami hadir di pesta perkawinan Fathimah dan Ali, dan sungguh kami belum melihat satu pesta yang lebih baik..."

Rasulullah saw. menyuruh para istrinya menghiasi Fathimah sebelum pesta perkawinan; mereka memberinya wewangian dan mendandaninya dengan perhiasan. Mereka semua membantu mempersiapkan Fathimah; sebagian menyisiri rambutnya, sementara yang lain menghiasi dan mendandaninya dengan gaun yang diberikan Jibril dari surga.

Malam pesta perkawinan Fathimah tiba. Karena setiap gadis membutuhkan ibunya pada malam perkawinannya, Fathimah kehilangan Khadijah dan amat merasa seperti seorang piatu. Dengan perhatian mulia dan khusus kepada Fathimah, Nabi ingin mengisi peran Khadijah; Nabi memanggil Ali dan Fathimah, yang mendekati beliau. Fathimah, mengenakan gaun panjang surgawinya, larut dalam rasa malu. Nabi saw. membawa kuda abu-abunya dan meminta Fathima menungganginya dan memerintahkan Salman memimpin sementara Nabi saw. mengikuti mereka.

Ya, sungguh, perkawinan Fathimah dihadiri oleh makhluk-makhluk surgawi maupun manusia, karena ia adalah bidadari berwujud manusia. Al Khatib al Baghdadi dalam Tarikh Baghdad (jilid 5, hal. 7), Al Hamwini dalam Durar as Simthain, Adz Dzahabi dalam Mizanul I'tidal, Al Gharani dalam Akhbarul Duwwal, dan Al Qanduzi dalam Yanabiyyul Mawaddah telah meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas mengatakan:
"Ketika Fathimah dibawa ke rumah Ali pada malam (pesta) perkawinannya, Nabi memimpin, Jibril di sisi kananya, Mikail di kirinya, dan 70 ribu malaikat mengikutinya. Para malaikat ini memuji dan memuja Allah hingga fajar! Kaum laki-laki bani Hasyim, para putri Abdul Muththalib, serta kaum perempuan Muhajirin dan Anshar semuanya mengiringi rombongan Fathimah malam itu. Para istri Nabi dengan gembira memimpin rombongan; mereka juga yang pertama memasuki rumah.

Saat tiba, Nabi meletakkan tangan Fathimah ke tangan Ali dan berkata:'Semoga Allah memberkahi putri Rasul-Nya; Ali, inilah Fathimah...engkau bertanggung jawab atasnya (atau: kupercayakan ia kepadamu). Ali, betapa Fathimah merupakan seorang istri istimewa! Fathimah, betapa Ali merupakan seorang suami istimewa! Ya Allah, berkahilah mereka, berkahilah kehidupan mereka, dan berkahilah anak-anak mereka. Ya Allah, sungguh mereka yang terkasih bagiku di antar makhluk-makhluk-Mu, maka, kasihilah juga mereka, dan tetapkanlah bagi mereka seorang pelindung. Kuserahkan mereka dan keturunan mereka kepada perlindungan-Mu dari setan yang terkutuk.'

Nabi lalu meminta sekendi air, meminum seteguk air, dan, setelah berkumur-kumur dengannya, meletakkan kendi itu. Beliau lalu memanggil Fathimah dan menyemburkan air itu ke kepala dan bahunya serta melakukan hal yang sama kepada Ali.

Setelah itu, beliau menyuruh kaum perempuan meninggalkan rumah. Mereka semua pergi kecuali Asma' binti Umais. Ketika melihat Asma' tertinggal di belakang, Nabi saw. berseru,'Tidakkah kuminta engkau pergi?' Asma' menjawab.'Sungguh, wahai Rasulullah! Semoga kedua orang tuaku menjadi penebus bagi Anda; aku tidak bermaksud membantah Anda, namun aku berjanji kepada Khadijah untuk menggantikan tempatnya malam ini.' Nabi saw. terharu akan hal ini; beliau menangis dan berkata kepada Asma','Demi Allah, itulah alasan yang membuatmu tinggal?' Asma' mengatakan,'Ya, demi Allah!' Nabi saw. lalu berkata,'Asma', semoga Allah memenuhi kebutuhanmu di dunia ini dan di akhirat.'"


Lahirnya Anak-Anak

Imam Hasan

Ketika berumur dua belas tahun, Fathimah mengandung Imam Hasan. Jadi, cahaya keimaman diturunkan dari Imam Ali bin Abi Thalib ke Fathimah. Di hari menjelang sang anak dilahirkan, Nabi saw. harus pergi ke luar kota, namun sebelum berangkat, Nabi saw. memberikan beberapa perintah mengenai anak yang akan dilahirkan---termasuk perintah agar tidak menyelimutinya dengan kain berwarna kuning.

Pada tanggal 15 Ramadhan 3 H, Fathimah melahirkan putra pertamanya. Di hari besar itu, Asma' binti Umais mendampingi Fathimah. Kaum perempuan yang menghadiri peristiwa itu tak sengaja menyelimuti Al Hasan dengan kain Kuning, mereka tak mengetahui pesan Nabi.

Ketika pulang, Nabi bertanya,"Kemarikan putraku; engkau beri nama apa dia?" Ketika Al Hasan dilahirkan, Fathimah meminta Imam Ali untuk memberi nama si bayi, namun Imam Ali mengatakan,"Aku tidak akan memberinya nama mendahului Rasulullah."

Ketika melihat bahwa Al Hasan diselimuti dengan sehelai kain kuning, Nabi berkata,"Bukankah telah kuminta kalian agar tidak menyelimutinya dengan kain kuning?" Nabi lalu melepaskan kain kuning itu dan menyelimuti sang bayi dengan sehelai kain putih.

Ketika nabi menanyakan tentang nama sang anak, Imam Ali menjawab,"Aku tidak akan memberinya nama mendahului Anda." Nabi saw. menimpali,"Aku juga tak akan memberinya nama mendahului Tuhanku, subhanallah."

Pada saat itulah, Allah mewahyukan Jibril,"Seorang putra telah lahir bagi Muhammad, karena itu, turun dan sampaikanlah salam-Ku dan beri ia selamat dan katakan,'Niscaya Ali bagimu seperti Harun bagi Musa, jadi berilah ia (sang jabang bayi) nama putranya Harun.'"

Ketika Jibril telah menyampaikan pesan ini kepada Nabi, Nabi bertanya,"Apa nama putra Harun?" Jibril berkata,"Syubbar." Nabi saw. lalu berkata,"Lidahku berbahasa Arab." Jibril berkata,"Namailah ia Al Hasan."

Karena itu, Nabi memberinya nama Al Hasan, dan menyuarakan azan di telinga kanannya, serta iqamat di telinga kirinya. Pada hari ketujuh, Nabi saw. mengorbankan dua ekor biri-biri; beliau memberikan sang bidan sepotong pahanya dan uang satu dinar; beliau lalu mencukur kepala si bayi dan memberikan sedekah perak seberat rambut di bayi. Akhirnya, Nabi saw. mengusap kepala si bayi dengan khalu, sebuah wewangian khusus dari kunyit dan bahan-bahan lain.

Nabi memeluk Al Hasan dan meletakkan lidah beliau di mulut si bayi, yang lalu menghisapnya.


Imam Husain

Enam bulan setelah Al Hasan lahir, Fathimah mengandung anak keduanya. Sayyidah Fathimah mulai merasakan bahwa waktu persalinan semakin dekat, namun Nabi saw. sudah meramalkan kelahiran Imam Husain.

Imam Ja'far ash Shadiq mengatakan,"Sekali waktu, para tetangga Ummu Aiman menemui Nabi dan berkata,'Wahai Rasulullah, Ummu Aiman tidak tidur semalam karena menangis; sungguh, ia menangis hingga pagi.' Nabi memanggilnya dan berkata,'Ummu Aiman, para tetanggamu mengatakan bahwa engkau melewatkan malam dengan menangis, semoga Allah tak membuat matamu menangis! Apa yang membuatmu menangis?' Ia menjawab,'Rasulullah, aku mengalami mimpi buruk yang membuatku menangis sepanjang malam.' Nabi berkata,'Ceritakan mimpimu kepadaku, karena pastilah Allah dan Rasul-Nya yang paling mengetahui.' Ummu Aiman berkata,'Semalam kulihat sebuah mimpi seakan salah satu anggota tubuh Anda dilemparkan ke dalam rumahku!' Rasulullah mengatakan,'Matamu telah tertidur, namun engkau melihat sesuatu yang baik. Ummu Aiman, Fathimah akan melahirkan Al Husain, dan engkau akan membawanya kepadaku. Jadi, salah satu anggota tubuhku akan berada di rumahmu.' Ketika Al Husain lahir, Ummu Aiman membawanya kepada Nabi saw. yang berkata,'Baik yang membawa maupun yang dibawa sama-sama disambut. Ummu Aiman, inilah tafsir atas mimpimu.'"

Ummu al Fadhl, istri Al Abbas, juga mengalami mimpi serupa.

Shafiyyah binti Abdul Muththalib, Asma' binti Umais, dan Ummu Salamah hadir ketika Imam Husain dilahirkan. Ketika Nabi meminta Shafiyyah (bibi beliau) membawakan bayi yang baru lahir itu, Shafiyyah berkata,"Kami belum membersihkannya (memandikannya)." Mendengar hal ini, Nabi saw. berkata,"Kalian membersihkannya?! Sungguh, Allah Ta'ala telah membersihkan dan menyucikannya."

Setelah Al Husain lahir, Jibril turun lagi menemui Nabi dan menyampaikan wahyu kepada beliau agar memberi si bayi nama Al Husain. Al Husain adalah versi bahasa Arab bagi nama Ibrani kuno: Syabbir, yakni putra kedua Harun. Ketika Jibril turun menemui Nabi, banyak malaikat mengiringinya untuk mengucapkan selamat dan menghibur Nabi atas kelahiran Al Husain dan kesyahidan yang menjelang cucu beliau saw. itu di kemudian hari.

Imam Husain tidak disusui oleh perempuan mana pun, termasuk ibunya; sebaliknya, ia mengisap lidah Nabi hingga cukup besar untuk makan. Karena hal ini, sifat-sifatnya sama persis dengan sifat-sifat Nabi saw.

Tujuh hari setelah kelahirannya, Rasulullah mencukur kepala Al Husain dan menyedekahkan perak seberat rambutnya.


Sayyidah Zainab

Sayyidah Zainab adalah anak ketiga yang dilahirkan Sayyidah Fathimah az Zahra. Dengan kata lain, ia lahir persis setelah Imam Husain; sekalipun sebagian sejarawan secara keliru berpendapat bahwa Zainab dilahirkan setelah keguguran yang dialami Sayyidah Fathimah, yang berakibat pada syahidnya Muhsin (anak dalam kandungannya). Para sejarawan ini berniat untuk membelokkan perhatian kita dari serangan yang dilakukan atas rumah Sayyidah Fathimah yang tak hanya berakibat pada kesyahidan Muhsin, namun juga pada akhirnya syahidnya Sayyidah Fathimah sendiri.

Tanpa memandang pernyataan-pernyataan tak berdasar ini, telah disepakati bahwa Sayyidah Zainab lahir pada tahun 5 H, dan bahwa ia adalah anak ketiga di rumah tangga Ali yang terhormat.

Dikatakan bahwa kakeknya, Nabi saw., memberinya nama Zainab yang diturunkan dari dua kata: zain dan ab, yang bila digabungkan berarti 'perhiasan ayahnya'. Namun, Muhammad Jawad Mughniah dalam kitabnya Al Husain Batala Karbala ---sebagaimana dikutip suratkabar Mesir, Al Jumhuriyyah, tanggal 31 Oktober 1972---mengatakan,"Zainab dilahirkan di bulan Sya'ban 5 H. Ketika ibunya membawanya kepada Imam Ali dan berkata,' Berilah ia nama.' Ali menjawab,'Aku tak akan memberinya nama mendahului Rasulullah.' Pada saat itu, Nabi sedang dalam perjalanan, dan ketika kembali, lagi-lagi beliau menolak memberinya nama mendahului Tuhannya. Maka, Jibril pun turun menyampaikan salam Allah kepada Nabi dan berkata,'Nama bayi ini Zainab; Allah memilihkan nama ini untuknya."


Sayyidah Ummu Kultsum

Rumah tangga Sayyidah Fathimah menyambut putri kedua dan anak keempat mereka dengan kegembiraan dan rasa syukur, sebagaimana halnya dengan anak-anak yang lain.

Sayyidah Ummu Kultsum, sebagaimana kakaknya, berbagi hubungan yang terhormat dengan Nabi, Imam Ali, dan Fathimah az Zahra, di samping pengasuhan yang istimewa.

Ia juga merupakan korban penindasan sejarah serta musibah dan kepedihan yang menyedihkan, yang mana laki-laki tabah pun hampir tak dapat menanggungnya.


Ibadah Fathimah

Diriwayatkan dalam Al Bihar bahwa Imam Ali bin Abi Thalib berkata kepada seorang laki-laki dari bani Sa'ad,"Apakah aku harus berbicara kepadamu tentang Fathimah dan diriku? Ia adalah istriku yang paling dikasihi Rasulullah. Sekali waktu, ia mengangkat air menggunakan sebuah wadah kulit hingga melecetkan dadanya, ia menggiling (gandum) menggunakan gilingan tangan hingga lepu-lepuh tampak di tangannya, ia menyapu lantai hingga pakaiannya berdebu, dan menyalakan api di bawah periuk hingga pakaiannya menjadi kusam akibat asap. Fathimah menderita rasa sakit yang sangat sebagai akibatnya, maka kukatakan kepadanya,'Mengapa tidak engkau minta saja dari ayahmu seorang pelayan untuk membebaskanmu dari pekerjaan-pekerjaan ini?' Ketika pergi menemui Nabi, Fathimah melihat Nabi sedang menerima tamu; dan ia terlalu malu untuk berbicara kepada beliau, maka, ia meninggalkan rumah (Nabi). Namun, Nabi saw. mengetahui bahwa ia datang untuk sesuatu."

Imam Ali melanjutkan,"Pagi berikutnya, Nabi datang ke rumah (kami) kala kami masih berada di balik selimut dan berkata,'Assalamu'alaikum!' Namun, karena malu (masih berada di balik selimut), kami memilih untuk tetap diam. Nabi sekali lagi berkata,'Assalamu'alaikum!' Sekali lagi kami tetap berdiam diri. Maka, untuk ketiga kalinya Nabi berkata,'Assalamu'alaikum!' Kini kami cemas beliau akan meninggalkan rumah, sebab adalah kebiasaan Nabi mengucapkan salam tiga kali, dan menanti izin masuk atau meninggalkan tempat. Maka, kujawab,'Wa'alaikumus salam, wahai Rasulullah! Masuklah.' Nabi saw. duduk di dekat kepala kami dan berkata,'Fathimah, apa keperluanmu ketika mengunjungi Muhammad kemarin?'"

Imam Ali menambahkan,"Aku khawatir ia (Fathimah) tak akan menyampaikannya, maka kujulurkan kepalaku dari balik selimut dan berkata,'Akan kukatakan kepadamu, wahai Rasulullah! Sungguh, ia mengangkat air menggunakan wadah kulit hingga dadanya lecet, ia menggiling (gandum) menggunakan gilingan tangan hingga lepuh-lepuh tampak di tangannya, ia menyapu lantai sampai pakaiannya berdebu dan menyalakan api di bawah periuk hingga pakaiannya kusam akibat asap. Maka, kukatakan kepadanya,'Mengapa tidak engkau minta saja dari ayahmu seorang pelayan utnuk membebaskanmu dari pekerjaan-pekerjaan ini?' Mendengar hal ini, Nabi saw. berkata,'Maukah kuajarkan padamu sesuatu yang lebih baik bagimu daripada seorang pelayan dan dunia beserta segala isinya? Setelah setiap salat, katakan,'Allahu akbar 34 kali, alhamdulillah 33 kali, dan subhanallah 33 kali, lalu akhiri dengan la illaha ilallah. Niscaya hal itu lebih baik bagimu daripada apa yang engkau inginkan dan dunia beserta segenap isinya.' Maka, Fathimah menjalankan yang demikian setelah setiap salat dan hal itu menjadi terkenal sebagai 'Tasbih Fathimah'. Wahai Abu Harun, sungguh kami memerintahkan anak-anak kami melafalkan 'Tasbih Fathimah' seperti kami memerintahkan mereka mendirikan salat. Maka, lafalkanlah tasbih itu, sebab siapa pun menaatinya, ia tak akan pernah bersedih."



Cinta Nabi kepada Fathimah

Bukhari menuturkan dalam Shahih-nya (jilid 5, hal.21 dan 29) bahwa Rasulullah berkata,"Fathimah bagian dari diriku, ia yang menyakitinya berarti juga menyakitiku."


Pengetahuan Fathimah

Suwaidi bin Ghaflah mengatakan,"Sekali waktu Ali tertimpa kesusahan; maka Fathimah mengetuk pintu Rasulullah, yang berkata,'Kudengar gerakan orang yang kukasihi di dekat pintu. Ummu Aiman, bangun dan periksalah!' Ummu Aiman membuka pintu dan Fathimah memasuki rumah.

Nabi lalu berkata,'Engkau mengunjungi kami pada waktu yang tidak biasanya engkau datang.' Fathimah bertanya,'Wahai Rasulullah, apakah makanan para malaikat di sisi Tuhan kita?' Rasulullah menjawab,'Demi Dia Yang jiwaku berada di tangan-Nya, api belum dinyalakan (di rumah kami) selama sebulan penuh; namun, aku akan mengajarimu lima pernyataan yang diajarkan Jibril kepadaku.' Ia (Fathimah) bertanya,'Rasulullah, apakah kelima pernyataan itu?'

Nabi saw. menjawab,'Wahai Tuhan Yang Pertama dan Terakhir; wahai engkau Pemilik kekuasaan dan kekuatan; wahai Engkau Yang Maha Penyayang kepada si miskin; wahai Engkau Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.' (Catatan: tampaknya pernyataan kelima telah terhapus secara tak sengaja.)

Setelah itu, Fathimah pulang dan Ali melihatnya lalu berseru,'Semoga kedua orang tuaku menjadi penebus bagimu. Fathimah, apakah yang ingin engkau sampaikan kepadaku?' Ia menjawab,'Aku pergi mencari benda-benda duniawi, namun pulang (dengan kebaikan) akhirat.' Ali lalu berkata,'Harapkanlah kebaikan, harapkanlah kebaikan!'"

Dituturkan dalam Al Kafi bahwa Imam Ja'far ash Shadiq berkata,"Sekali waktu Fathimah menemui Rasulullah membawa sebuah masalah. Nabi mendengarkan masalahnya dan memberinya sehelai kain terlipat dan berkata,'Pelajari apa yang tertulis di dalamnya.' (Ketika membukanya,) Fathimah menemukan tulisan di dalamnya,'Ia yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, akan menghormati tamunya. Ia yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, akan mengatakan apa yang berguna atau tetap diam'"


Busana Muslim: Sebuah Kebutuhan Masyarakat

Di antara ajaran-ajaran Islam yang mendapatkan perhatian khusus Sayyidah Fathimah as Zahra adalah melindungi kehormatan dan kecantikan kaum perempuan lewat menaati aturan berbusana Islami. Fathimah menyadari bahwa kejahatan, bencana kemasyarakatan, dan pelecehan utamanya terjadi karena pelepasan hijab, kelonggaran (pergaulan), dan pencampuran kedua jenis kelamin. Kejahatan-kejahatan kemasyarakatan ini kini disebut sebagai 'kebebasan' dan 'peradaban' oleh berbagai media yang tersebar di negara-negara Muslim dan non-Muslim.

Tidak boleh dilupakan bahwa kala kaum perempuan Muslim biasa mematuhi aturan hijab Islami dan memuliakan diri dengan tidak memamerkan tubuh kepada kamu laki-laki, kejahatan dan pelecehan terhadap mereka tidak sampai sepuluh persen dari apa yang terjadi saat ini. Namun itu masa lalu, di hari mereka terbiasa menganugerahi diri dengan pakaian kehormatan dan kebersahajaan, ketika mereka sungguh-sungguh percaya pada apa yang terlarang dan diperbolehkan.

Tetapi, seiring berjalannya waktu, mereka memamerkan aurat kepada ribuan laki-laki dari berbagai kalangan dan keimanan; kaum perempuan Muslim kehilangan kehormatan dan martabat mereka...dan mencapai titik kehinaan tempat mereka kini berada!

Berikut ini dua kisah yang gamblang memperlihatkan kekaguman Rasul pada pendirian Fathimah tentang kaum perempuan:
  1. Abu Nu'aim meriwayatkan dalam Hilyatul Auliya (jilid2 , hal.40) bahwa Anas bin Malik mengatakan,"Rasulullahsaw. bertanya, 'Apakah yang terbaik bagi kaum perempuan?' Kami tidak tahu bagaimana menjawab Nabi, maka Ali menanyai Fathimah tentang pertanyaan Nabi itu. Fathimah menjawab,'Yang terbaik bagi mereka adalah tidak melihat laki-laki (selain suaminya) dan tidak mengizinkan laki-laki (selain suaminya) melihat mereka.' Ali kembali kepada Rasulullah dan membawakan jawaban Fathimah kepada beliau. Ketika mendengar jawaban itu, Nabi mengatakan,'Sungguh, ia telah mengucapkan kebenaran, sebab ia bagian dari diriku.'"
  2. Ibnu al Maghazili menyebutkan dalam kitabnya, Al Nanaqib, bahwa Ali bin al husain bin Ali (Imam Ali as Sajjad) berkata,"Sekali waktu seorang laki-laki buta meminta izin memasuki rumah Fathimah, namun Fathimah tetap membentangkan hijab (batas penutup) di antara mereka berdua. Rasulullah melihat tindakannya itu dan bertanya,'Mengapa engkau tetap membentangkan hijab di antara kalian padahal ia tak dapat melihatmu?' Fathimah menjawab,'Rasulullah, benar ia tak dapat melihatku, namun aku dapat melihatnya dan ia dapat mencium wangiku.' Mendengar hal ini, Nabi saw. berkata,'Aku bersaksi bahwa engkau adalah bagian dari diriku.'"


Rasulullah Mengungkapkan Masa Depan Fathimah


Sekali waktu Nabi saw. memanggil Ali, Fathimah, Al Hasan dan Al Husain lalu memerintahkan setiap orang yang ada di rumah untuk pergi. Beliau lalu memerintahkan Ummu Salamah berjaga di pintu sehingga tak seorang pun dapat mendekat.

Nabi saw. berkata kepada Ali,"Mendekatlah kepadaku." Ali mendekat sebagaimana diminta Nabi, beliau lalu menggamit tangan Fathimah di dadanya lama sekali dan menggenggam tangan Ali dengan tangan beliau yang satunya lagi. Ketika mencoba berbicara, Nabi mencucurkan air mata dan tak mampu berkata-kata. Karena itu, Ali, Fathimah, Al Hasan dan Al Husain menangis ketika mereka melihat beliau saw. menangis.

Fathimah lalu berkata,"Rasulullah! Engkau melukai hatiku dan membawa duka bagiku dengan tangisanmu. Engkau adalah pemimpin para nabi dan Nabi Allah yang paling terpercaya, engkau adalah nabi kekasih Allah! Siapakah yang akan kumiliki bagi anak-anakku sepeninggalmu? Siapakah yang kumiliki untuk melindungiku dari penghinaan, yang akan menimpaku sepeninggalmu? Siapakah Ali -- saudaramu dan penolong agamamu -- miliki sepeninggalmu? Siapakah yang (memperhatikan) wahyu dan urusan Allah?"

Fathimah lalu menangis dan memeluk beliau bersama Ali, Hasan dan Husain. Nabi mengangkat kepala beliau dan, sambil memegang tangan Fathimah, menempatkannya ke tangan Ali dan berkata,"Abul Hasan, ia (Fathimah) adalah yang diamanatkan Allah dari Rasul-Nya, Muhammad, kepadamu. Karena itu, jagalah amanat Allah dan Rasul-Nya dengan melindunginya. Kutahu pasti bahwa engkau akan melakukannya.
Ali, inilah (Fathimah) demi Allah, pemimpin segenap perempuan di surga, inilah, demi Allah, (bagaikan) Maryam al Kubra.
Demi Allah, sebelum aku mencapai keadaan ini, aku bermohon kepada Allah (hal-hal tertentu) bagimu dan bagiku, dan Dia niscaya telah mengabulkan apa yang kuminta.
Ali, kerjakanlah apa yang diperintahkan Fathimah atasmu, sebab aku telah memerintahkan ia (melakukan urusan-urusan tertentu) yang disuruh Jibril atasku. Ingatlah, wahai Ali, bahwa aku ridha dengan apa yang diridhai putriku, demikian pula Tuhanku dan para malaikat.
Ali, terkutuklah ia yang menindasnya; terkutuklah ia yang merampas haknya; terkutuklah ia yang mencemari kesuciannya...."

Nabi lalu memeluk Fathimah, mencium tangannya, dan berkata,"Semoga ayahmu menjadi penebus bagimu, wahai Fathimah."

Pada saat itu, Rasulullah menempatkan kepalanya ke dada Ali, namun cintanya kepada Fathimah terus mendorongnya untuk memeluk dan mencium Fathimah berkali-kali. Beliau menangis hingga air mata membuat janggut dan pakaian beliau basah.

Imam Hasan dan Imam Husain mulai menangis dan mencium kaki beliau. Ketika Imam Ali mencoba menjauhkan mereka, Nabi berkata,"Biarkan mereka menciumku dan biarkan aku mencium mereka. Biarkan mereka mendekat kepadaku, dan niscaya mereka akan ditimpa dukacita dan masalah-masalah yang sukar sepeninggalku. Semoga Allah mengutuk orang-orang yang menganiaya mereka. Ya Allah, kuserahkan mereka ke dalam perlindungan-Mu dan perlindungan kaum Mukmin yang lurus."

Sementara itu, Fathimah berbicara kepada ayahnya di sela isak tangis dan berkata,"Semoga jiwaku menjadi penebus bagi Ayah! Semoga wajahku menghalangi bahaya dari wajah ayah! Ayah, tidak dapatkah engkau ucapkan sepatah kata untukku?! Sungguh, kulihat para malaikat maut menyerang Ayah dengan sengit!"

Rasulullah lalu berkata,"Putriku, kutinggalkan engkau; maka salam untukmu dariku,"


Wafatnya Nabi

Ya, sejarah bercerita kepada kita bagaimana Nabi saw. wafat dan bersama beliau wafat pula peringatan-peringatan yang beliau ulang-ulangi kepada mereka yang akan menindas anggota keluarga beliau; peringatan bahwa mereka akan mendapatkan murka Allah. Sejarah juga bertutur tentang kesedihan dan penderitaan Sayyidah Fathimah sepeninggal sang ayah tercinta.

Fidhdhah, pelayan Fathimah, berbicara tentang kesedihan Fathimah; ia berkata,"Saat itu hari kedelapan sesudah wafatnya Nabi ketika Fathimah mengungkapkan betapa dalamnya kesedihan dan kegamangannya menanggung hidup tanpa ayahnya. Ia datang ke masjid dan sambil menangis berkata,'Oh, Ayah; oh, sahabatku yang tulus! Oh, Abul Qosim; oh, penolong janda dan anak yatim! Siapakah yang akan kami miliki untuk Ka'bah dan masjidnya? Siapakah yang dimiliki putrimu yang bersedih dan berduka?'"

Fidhdhah menambahkan,"Fathimah lalu melangkah ke arah makam Nabi; sukar baginya berjalan karena air mata menutupi matanya. Ketika melihat Mizanih, ia tak sadarkan diri; maka, para perempuan bergegas menolongnya; setelah membasuhkan air ke wajahnya, ia mulai meraih kembali kesadarannya. Fathimah lalu berkata,'Kekuatanku telah dimusnahkan, ketabahanku telah mengkhianatiku. Musuh-musuhku telah bergembira atas kemalanganku, dan duka citaku akan membunuhku. Wahai Ayah! Aku masih bingung dan kesepian, nanar dan terasing. Suaraku serak, punggungku retak, hidupku rusak. Tak kutemukan seorang pun, wahai Ayah, setelah dirimu, untuk melipur kesepianku. Atau menyusutkan air mataku, atau mendukungku di saat aku lemah. Sungguh, wahyu-wahyu yang tepat, tempat turunnya Jibril dan Mikail berada telah lenyap bersamamu. Wahai Ayah, niat (orang-orang lain) telah berubah, dan gerbang-gerbang ditutup di depan wajahku. Maka, aku jijik terhadap dunia ini setelah engkau. Dan air mataku akan tumpah kepadamu selama napas terus ada di dalam diriku. Rinduku kepadamu tak akan surut. Kesedihanku karena (dipisahkan dari) engkau tak akan sirna.'

Fathimah lalu memekik keras,'Wahai Ayah! Bersamamu pergi pula cahaya dunia. Bunga-bunganya melayu setelah berkembang di kehadiranmu. Wahai Ayah! Aku akan terus berduka bagimu hingga kita dipersatukan kembali. Wahai Ayah! Kelelapan telah meninggalkanku sejak kita dipisahkan. Wahai Ayah! Siapa yang tersisa (sebagai penolong) bagi para janda dan anak yatim? Siapakah yang kami miliki bagi umat hingga Hari Kebangkitan?! Wahai Ayah! Kami menjadi -- setelah engkau-- di antara yang tertindas. Wahai Ayah! Orang-orang menghindari kami setelah engkau, setelah kami dimuliakan oleh kehadiranmu di antara kaum laki-laki. Maka, air mata apakah yang tak harus tumpah atas kepergianmu? Kesedihan apakah (sesudahmu) yang tidak terus ada? Pelupuk mata mana yang akan disapu kepulasan? Engkaulah mata air keimanan dan cahaya para nabi. Maka, bagaimana bisa gunung-gunung tak goyah? Dan samudra-samudra tak kering? Bagaimana bisa bumi tak gemetar? Wahai Ayah! Aku telah ditimpa dukacita terdalam, dan petakaku tidaklah remeh! Wahai Ayah! Aku telah ditimpa kenahasan tersial, dan bencana terbesar. Para malaikat menangis untukmu, dan bintang-bintang berhenti beredar karenamu. Mimbarmu (setelah engkau) suram, mimbarmu hampa dari percakapan rahasia (dengan Tuhanmu). Nisanmu bersukacita menjagamu. Dan surga bergembira dengan kehadiranmu, doa-doamu, salat-salatmu. Wahai Ayah! Betapa suramnya ruang-ruang pertemuanmu (tanpa kehadiranmu)! Betapa terlukanya aku karena (kepergian)-mu, sampai tiba saat aku segera bergabung denganmu! Betapa kesepiannya Abul Husain (Imam Ali bin Abi Thalib), orang yang terpercaya! Ayah kedua putramu, Al Hasal dan Al Husain; orang yang engkau kasihi. Ia yang engkau besarkan sebagai pemuda, dan (ia yang) sebagai laki-laki engkau jadikan saudaramu. Yang paling engkau kasihi di antara para sahabatmu. Abul Hasan, yang pertama berhijrah dan membantumu. Kesedihan melingkupi kami; tangis akan membunuh kami, dan kecemasan akan selalu menemani kami.'

Sayyidah Fathimah lalu pulang dan hidup dalam penderitaan dan kesedihan hingga bergabung dengan ayahnya tercinta tak lama setelah beliau wafat."


Mengikuti Ali ke Masjid

Sebagaimana telah saya sebutkan, Abu Bakar mengutus Umar bin Khaththab ke rumah Fathimah dengan perintah untuk memaksa imam Ali dan para sahabatnya datang dan berbai'at kepadanya. Jika mereka tak dapat dibujuk dengan cara-cara yang wajar, Umar mengancam akan membakar rumah mereka. Ketika Fathimah bertanya kepadanya apa maksudnya, Umar mengatakan ia pasti akan membakar habis rumah mereka kecuali mereka berbuat sebagaimana yang diperbuat orang-orang lain (maksudnya, berbai'at kepada Abu Bakar).

Mengetahui keberingasan Umar, Imam Ali dan para sahabatnya memilih untuk keluar rumah. Imam Ali, yang didampingi oleh Al Abbas dan Zubair, mendekati gerombolan Umar lalu berkata,"Wahai kalian Muhajirin! Kalian mengaku (lebih berhak sebagai) penerus Nabi Allah dengan dalih kedahuluan kalian dalam Islam dan kekerabatan kalian terhadap beliau lebih daripada kaum Anshar. Kini, kuajukan pandangan yang sama seperti dalih kalian. Bukankah aku yang pertama beriman kepada Nabi sebelum siapa pun dari kalian memeluk agama beliau? Bukankah aku yang terdekat dalam hal kekerabatan dengan Nabi daripada siapa pun dari kalian? Takutlah kepada Allah jika kalian benar-benar Mukmin, dan janganlah merenggut otoritas Nabi dari rumah beliau ke rumah kalian."

Sambil berdiri di balik pintu, Fathimah dengan gusar berkata kepada para penyerbu,"Wahai saudara-saudara! Jasad Nabi kalian tinggalkan di belakang untuk kami, dan kalian melangkah maju merampas kekhalifahan bagi diri kalian, memusnahkan hak-hak kami."

Fathimah lalu menangis dan berseru,"Wahai Ayah! Wahai Rasulullah! Betapa cepat sepeninggalmu masalah-masalah menghujani kami dari tangan-tangan putra Khaththab (Umar) dan putra Abu Quhafah (Abu Bakar). Betapa cepat mereka mengabaikan kata-katamu di Ghadir Khum dan kalimatmu bahwa Ali bagimu seperti Harun bagi Musa."

Mendengar ratapan Fathimah, sebagian besar orang dalam gerombolan Umar berbalik badan. Akan tetapi, Imam Ali dibawa menghadap Abu Bakar dan diminta berbai'at kepadanya.

Imam Ali berkata,"Bagaimana jika aku tak menyatakan hormatku kepadanya?" Ia menjawab,"Demi Allah, kami akan membunuhmu jika engkau tak melakukan apa yang orang-orang lain lakukan."

Mendengar hal ini, Imam Ali berkata,"Apa?! Akankah kalian membunuh seorang laki-laki yang menjadi pelayan Allah dan saudara Rasulullah?" Mendengar hal ini, Umar bin Khaththab berkata,"Kami tidak mengakuimu sebagai saudara Rasulullah," lalu ia berbicara kepada Abu Bakar yang terdiam, memintanya menetapkan nasib Ali, namun (dinyatakan orang) Abu Bakar berkata bahwa selama Fathimah hidup, ia tidak akan memaksa suaminya melakukan hal itu (bai'at).

Maka, Imam Ali bin Abi Thalib pergi dan langsung menuju ke makan Nabi dan berseru,"Wahai saudaraku! Kaummu kini memperlakukan aku dengan nista dan berniat membunuhku."


Rumah Duka

Imam Ali mendatangi Fathimah yang sedang menangis; saat melihat suaminya mendekat, Fathimah berhenti menangis dan Imam Ali berkata, "Putri Rasulullah, para tetua Madinah memintaku agar memintamu menangis siang atau malam." Fathimah menjawab,"Abul Hasan, betapa singkatnya aku tinggal bersama mereka. Dan segera akan kutinggalkan mereka. Demi Allah, aku akan segera bergabung dengan ayahku --- Rasulullah saw."

Melihat kekerasan hati Fathimah, Imam Ali membangun sebuah rumah baginya di belakang permakaman Baqi yang kemudian dikenal sebagai 'rumah duka'. Sejak itu, seiring terbitnya matahari, Fathimah akan membawa Al Hasan dan Al Husain ke rumah itu dan menangis hingga matahari terbenam, saat Imam Ali datang dan menjemput mereka pulang.

Sekali waktu, Sayyidah Fathimah as Zahra merindukan suara azan yang diserukan oleh Bilal. Namun, Bilal telah bersumpah tidak akan lagi mengumandangkannya setelah wafatnya Nabi; walau demikian, demi menghormati permintaan Fathimah, ia putuskan untuk melakukannya. Namun, saat Bilal menyerukan,"Allahu Akbar," Fathimah terkenang masa ayahnya saw. dan mulai menangis sesenggukan. Ketika Bilal menyerukan,"Asyhadu anna Muhammad ar Rasulullah," Fathimah menghirup napas panjang dan jatuh pingsan. Ketika Fathimah terjatuh, orang-orang meminta Bilal menghentikan azan karena yakin Fathimah telah wafat.


Permintaan Maaf yang Sangat Terlambat!

Ketika Fathimah sedang menderita karena sakit parahnya, Abu Bakar dan Umar datang menjenguknya. Mereka meminta izinnya memasuki rumah, namun ia menolak menerima mereka. Maka, Abu Bakar bersumpah tidak akan memasuki rumah mana pun hingga melihat Fathimah dan memintanya memaafkan dirinya. Abu Bakar, karena sumpahnya, terpaksa melewatkan malam itu dalam kedinginan tanpa selimut.

Umar lalu pergi kepada Ali dan menyapanya dengan mengatakan,"Lebih dari sekali kami telah mendatangi Fathimah guna meminta pengampunan, namun ia menolak memberi kami izin masuk. Jika engkau berkenan, engkau bisa mendapatkan izin darinya bagi kami untuk berbicara kepadanya." Ia (Imam Ali bin Abi Thalib) berkata,"Pastilah kulakukan."

Imam Ali lalu masuk ke rumah dan berkata kepada Fathimah,"Wahai putri Rasulullah, engkau telah melihat apa yang kedua lelaki ini telah perbuat. Mereka telah berulang-ulang datang untuk menjengukmu, namun engkau belum memberi mereka izin masuk. Kini mereka memintaku agar memintamu memberi mereka izin itu." Fathimah menjawab,"Demi Allah, aku tak akan memberi mereka izin, aku juga tidak akan berbicara sepatah kata pun kepada mereka hingga kutemui ayahku dan kuadukan kepada beliau apa yang telah mereka perbuat dan timpakan atasku."

Ali lalu berkata,"Namun, aku telah menjanjikan kepada mereka bahwa aku akan (memperoleh izinmu)." Kini Fathimah menjawab,"Kini engkau telah menjanjikan kepada mereka sesuatu, rumah ini milikmu, dan perempuan menuruti laki-laki (atas perintahnya); aku tak akan berselisih denganmu dalam hal apa pun, maka persilakan siapa pun yang engkau inginkan (masuk ke rumah)."

Ketika mendengar jawaban Fathimah, Ali keluar rumah dan memberikan izin masuk. Kedua lelaki itu (Abu Bakar dan Umar) memasuki rumah; ketika melihat Fathimah, mereka mengucapkan salam kepadanya, namun Fathimah tidak menjawab, hanya memalingkan wajahnya dari mereka. Maka, mereka mengikuti wajahnya, dan ia terus-menerus berpaling dari mereka. Kedua pihak mengulangi laku ini beberapa kali hingga Fathimah berkata,"Wahai Ali, tutuplah wajahku dengan jubahmu," lalu berkata kepada sejumlah perempuan yang hadir,"Hadapkan aku ke arah mereka!"

Ketika hal itu telah dikerjakan, Abu Bakar berkata,"Putri Rasulullah, kami datang menemuimu semata untuk mendapat ridhamu dan menghindari murkamu; kami memintamu mengampuni dan memaafkan kami atas kesalahan yang telah kami lakukan terhadapmu." Fathimah berkata,"Aku tidak akan berbicara sepatah kata pun kepada siapa saja dari kalian hingga kutemui Tuhanku dan kuadukan kalian kepada-Nya. Aku lalu akan mengadukan perbuatan-perbuatan kalian dan segala sesuatu yang telah kalian timpakan atasku."

Fathimah lalu berpaling ke arah Ali dan berkata,"Aku tidak akan berbicara kepada mereka hingga kutanyai mereka sesuatu yang mereka dengar dari Rasulullah. Jika mereka mengatakan kebenaran tentang hal itu, baru aku akan memutuskan untuk berbicara kepada mereka atau tidak." Mereka berkata,"Demi Allah, ia berhak berbuat demikian. Di samping itu, kami hanya akan berbicara apa yang benar dan bersaksi atas apa yang hakiki."

Fathimah berkata,"Demi Allah aku bertanya, ingatkah kalian ketika Rasulullah memanggil kalian di tengah malam tentang sebuah masalah yang menyangkut Ali?" Mereka menjawab,"Ya, demi Allah."

Fathimah lalu berkata," Demi Allah aku bertanya, apakah kalian mendengar beliau berkata,'Fathimah bagian dari diriku dan aku darinya; orang yang membuatnya marah, berarti membuat Allah marah. Orang yang membuatnya marah sepeninggalku sama saja dengan orang yang membuatnya marah selama aku hidup, dan orang yang membuatnya marah selama aku hidup sama saja dengan orang yang membuatnya marah sepeninggalku?" Mereka berdua menjawab,"Ya, demi Allah, kami ingat."

Fathimah berkata,"Alhamdulillah. Ya Allah, Engkaulah Saksiku. Wahai semua yang hadir, bersaksilah atas hal ini; sungguh mereka telah membuatku marah ketika aku masih hidup dan sesudah aku mati. Demi Allah, aku tidak akan berbicara sepatah kata pun kepada kalian hingga kutemui Tuhanku dan kuadukan kepada-Nya diri kalian dan apa yang kalian timpakan atasku."

Ketika mendengar hal ini, Abu Bakar menangis dan meledak dalam ratapan keras lalu berkata,"Kuharap ibuku tak mengandung diriku." Umar berkata,"Sungguh aneh! Bagaimana bisa orang-orang memilihmu sebagai wali bagi urusan-urusan mereka sementara engkau bukanlah apa-apa melainkan seorang tua yang bodoh! Engkau merasa resah pada kemarahan seorang perempuan dan engkau bergembira pada ridhanya. Apa yang salah pada seseorang yang membuat marah seorang perempuan?"

Lalu, mereka pun meninggalkan rumah.


Wasiat Fathimah kepada Imam Ali

Imam Ali bin Abi Thalib terkejut menemukan istrinya terkasih telah meninggalkan ranjangnya dan mulai mengerjakan pekerjaan rumah tangga; Imam bertanya kepadanya dan ia menjawab,"Inilah hari terakhir hidupku. Aku ingin mencuci rambut dan pakaian anak-anakku; karena mereka akan segera menjadi piatu, tanpa seorang ibu!"

Imam Ali lalu menanyakan sumber kabar (hari kepergiannya) ini. Fathimah mengatakan bahwa ia telah melihat Rasulullah di dalam mimpinya dan beliau mengatakan kepadanya bahwa ia akan bergabung dengan beliau malam nanti. Fathimah lalu meminta Imam Ali melaksanakan wasiatnya. Imam berkata,"Perintahkan aku mengerjakan apa pun yang engkau inginkan, wahai putri Rasulullah."

Fathimah memulai,"Sepupuku, engkau tahu bukan, bahwa aku bukanlah seorang pendusta, pengkhianat, tidak pula aku membangkang terhadapmu sejak menjadi pasanganmu?" Imam berkata,"Naudzubillah! Engkau sungguh mengenal Allah, setia, saleh, dan terhormat serta takut kepada Allah sehingga (tak memberiku alasan) untuk mencelamu karena membangkang kepadaku. Sungguh, sangat pedih bagiku dipisahkan darimu dan kehilanganmu; tetapi, ini takdir yang tak terbendung. Demi Allah, engkau telah membangkitkan kembali duka yang baru saja kuhadapi dengan wafatnya Rasulullah. Sungguh, ajal dan kepergianmu akan menjadi petaka besar; tetapi, kita milik Allah, dan kepada-Nya kita akan kembali. Betapa petaka yang pedih, getir, dan nelangsa. Sungguh, ini adalah petaka yang tiada pelipurnya, dan bencana yang tiada penukarnya."

Mereka berdua lalu menangis dan Imam Ali mendekap kepala Fathimah dan berkata,"Perintahkan aku melakukan apa pun yang engkau inginkan; engkau niscaya menemukan diriku setia dan akan kulaksanakan semua yang engkau pinta. Aku juga akan mendahulukan urusanmu daripada urusanku."

Fathimah berkata,"Semoga Allah membalasmu dengan yang terbaik dari kebaikan. Sepupuku, pertama, kuminta engkau menikahi sepupuku, Umamah, sepeninggalku; niscaya ia akan berlaku seperti aku kepada anak-anak. Di samping itu, laki-laki tak dapat berbuat tanpa istri."

Fathimah lalu menambahkan,"Kuminta engkau tak membiarkan seorang pun yang berlaku tidak adil kepadaku menyaksikan pemakamanku, sebab sungguh mereka musuh-musuhku, dan musuh Rasulullah. Dan jangan beri mereka kesempatan menyalatkanku, tidak juga pengikut mereka. Kuburkan aku di malam hari ketika mata-mata beristirahat dan pandangan terbenam lelap."

Fathimah binti Muhammad siap menemui Tuhannya. Ia mandi, lalu berbaring dengan jubahnya... Ia lalu meminta Asma' binti Umais menunggu sejenak lalu memanggil namanya; jika tiada sahutan, berarti ia telah berangkat menuju Tuhannya. Asma' menunggu sejenak, lalu memanggil nama Fathimah...namun, tiada sahutan, Asma' mengulangi panggilannya:
"Wahai putri Muhammad yang terpilih! Wahai putri orang yang paling terhormat dari mereka yang dikandung kaum perempuan! Wahai putri orang terbaik dari mereka yang melangkah di atas kerikil! Wahai putri ia yang 'sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat,'"

Tiada jawaban... keheningan menyelimuti rumah. Asma' lalu melangkah ke arah Fathimah dan menemukannya telah tiada... Saat itulah, Al Hasan dan Al Husain masuk dan bertanya,"Di manakah bunda kami?" Tetapi Asma' tidak menggumamkan sepatah kata pun! Al Hasan dan Al Husain melangkah ke arah ibu mereka dan menemukannya telah tiada. Ketika itulah, Al Husain berpaling ke arah Al Hasan dan berkata,"Semoga Allah menghiburmu atas (berpulangnya) ibunda kita!"

Imam Ali bin Abi Thalib sedang berada di masjid. Al Hasan dan Al Husain pergi ke masjid dan menyampaikan kabar itu kepada ayah mereka. Seketika mendengar kata-kata mereka, Imam Ali jatuh pingsan. Ketika siuman, Imam berkata,"Siapakah yang akan menghiburku kini, wahai putri Muhammad? Engkau biasa menghiburku, maka, siapakah yang akan menggantikanmu kini?"

Kaum perempuan bani Hasyim dikumpulkan untuk menerima berita petaka besar itu... Ya, petaka menimpa mereka sekali lagi, sementara darah masih mengalir dari luka kehilangan Nabi. Madinah guncang. Setiap orang datang menghibur Imam Ali dan kedua anaknya....

Pemakaman yang Sunyi

Di kegelapan malam yang kelam, ketika mata-mata tertidur dan suara-suara membisu, sebuah iring-iringan samawi meninggalkan rumah Imam Ali sambil mengusung putri Rasulullah ke hunian terakhirnya. Inilah malam ketiga bulan Jumadilakhir 11 H.

Rombongan yang memilukan hati ini bergerak ke arah sebuah tempat yang tak diketahui, diikuti sejumlah kecil orang yang khidmat.... Mereka; Imam Ali, Al Hasan, Al Husain, Zainab, dan Ummu Kultsum... Abu Dzar, Ammar, Miqdad, dan Salman mengikuti mereka.

Di manakah ribuan orang yang menghuni Madinah?! Orang bertanya, dan jawaban datang: Fathimah meminta agar mereka tidak hadir pada pemakamannya! Keluarga dan para sahabat bergegas menguburkan Fathimah... lalu mereka bergegas pulang ke rumah masing-masing sehingga tak seorang pun mengetahui tempat Fathimah dimakamkan!

Bintang pertama dari Ahlulbait terbenam setelah matahari (Nabi), meninggalkan setiap orang dengan cahaya tunggal imamah!

Upaya-upaya yang Gagal
Saat fajar, orang-orang berkumpul untuk ikut serta dalam pemakaman Fathimah, tetapi mereka dikabari bahwa kesayangan Rasulullah saw. itu telah dikuburkan secara diam-diam malam sebelumnya.

Sementara itu, Imam Ali bin Abi Thalib membuat empat bentuk makam baru di Baqi untuk menyamarkan tempat makam Fathimah yang sebenarnya. Ketika memasuki permakaman, orang-orang bingung di titik mana sebenarnya makam Sayyidah Fathimah; mereka saling memandang dan dengan perasaan bersalah berkata,"Nabi saw. hanya meninggalkan seorang putri; namun ia telah wafat dan dikuburkan tanpa keikutsertaan kami dalam upacara-upacara pemakaman atau doanya. Kami bahkan tak mengetahui tempatnya dimakamkan."

Menyadari bahwa gejolak mungkin terpicu karena suasana haru yang diciptakan peristiwa ini, pihak penguasa mengumumkan,"Pilihlah sekelompok perempuan Muslim dan minta mereka menggali makam-makam ini sehingga dapat kita temukan Fathimah dan menyalatkannya."

Imam Ali bin Abi Thalib menahan diri setelah wafatnya Nabi karena menilai persatuan kaum Muslim adalah di atas segalanya. Namun, tak berarti ia akan mengabaikan kejahatan-kejahatan keji mereka terhadap Fathimah bahkan setelah wafatnya. Dengan kata lain, Imam Ali diminta oleh Nabi saw. Agar memiliki kesabaran, namun hanya sampai batas tertentu; ketika menerima kabar tentang rencana yang akan dijalankan, Imam Ali bergegas menuju Baqi. Seorang laki-laki di antara kerumunan berteriak,"Inilah Ali bin Abi Thalib, menghunuskan pedangnya dan berkata,'Jika seseorang memindahkan bahkan sebongkah saja batu dari makam-makam ini, akan kuhantam bahkan 'punggung pengikut terakhir sang pezalim'.'" Orang-orang yang menyadari keseriusan Imam Ali, menerima ancamannya dengan keyakinan penuh bahwa ia akan melakukan tepat seperti yang dikatakannya jika seseorang menentangnya. Namun, seorang laki-laki dari kelompok penguasa menyapa Imam Ali dengan berkata,"Apakah masalahmu, wahai Abul Hasan?! Demi Allah, kita harus menggali (kubur)-nya dan menyalatkannya."

Imam Ali lalu mencengkeram baju lelaki itu, menariknya dan menghempaskannya ke tanah lalu berkata,"Wahai putra Sawdah! Aku telah melepaskan hakku (atas kekhalifahan) untuk mencegah orang-orang dari melepaskan keimanan mereka; tetapi tentang makam Fathimah, demi Dia Yang jiwaku ada di tangan-Nya, jika engkau dan para pengikutmu mencoba melakukan apa pun terhadapnya, akan kuairi tanah ini dengan darahmu!"

Saat itulah, Abu Bakar berkata,"Abul Hasan, demi hak Rasulullah, dan demi Dia Yang berada di atas arasy, kuminta engkau melepaskan dia, dan kami tak akan melakukan apa pun yang tidak engkau setujui...."

Maka, hingga hari ini, letak makam Sayyidah Fathimah tetap menjadi sebuah rahasia.


Sayyidah Fathimah di Hari Kiamat

Berikut sejumlah riwayat yang dituturkan oleh Ahlulbait tentang Fathimah pada hari kiamat:

1. Jabir bin Abdullah al Anshari mengatakan,"Kukatakan kepada Abu Ja'far (Imam Muhammad al Baqir),'Semoga diriku menjadi penebus bagimu, wahai putra Rasulullah. Tuturkanlah kepadaku sebuah hadis menyangkut sifat-sifat mulia nenekmu, Fathimah, supaya jika kututurkan kepada para pengikutmu, mereka akan bergembira (mendengarnya)!' Abu Ja'far mengatakan,'Ayahku menceritakan kepadaku bahwa kakekku menuturkan bahwa Rasulullah mengatakan:
'Pada Hari Kebangkitan, mimbar-mimbar cahaya akan didirikan untuk para nabi dan rasul, yang mana mimbarku adalah yang tertinggi di antar semua mimbar di hari itu. Allah lalu akan berfirman,'Berkhotbahlah,' maka, kusampaikan sebuat khotbah yang tak seorang pun nabi dan rasul pernah mendengarnya. Lalu, untuk para penerus (para nabi), akan didirikan mimbar-mimbar cahaya, dan di tengah mimbar-mimbar ini, satu mimbar akan didirikan untuk penerusku, Ali bin Abi Thalib, yang akan lebih tinggi daripada semua mimbar lainnya. Allah kemudian akan berfirman,'Ali berkhotbahlah,' Lalu, ia akan menyampaikan sebuah khotbah yang tak seorang pun penerus (maksudnya penerus nabi dan rasul) pernah mendengarnya. Kemudian, bagi anak-anak para nabi dan rasul akan didirikan mimbar-mimbar cahaya, di antaranya sebuah mimbar cahaya bagi kedua putraku, cucu-cucuku, dan kedua bunga kehidupanku (Al Hasan dan Al Husain). Lalu, akan difirmankan kepada mereka,'Berkhotbahlah,' Maka, mereka akan menyampaikan dua khotbah yang tak seorang pun anak para nabi dan rasul pernah mendengarnya!

Seorang penyeru ---Jibril---lalu akan menyerukan,'Di manakah Fathimah binti Muhammad?' Ia (Fathimah) akan bangkit... (hingga beliau mengatakan,) Allah SWT akan berfirman,'Wahai orang-orang yang berhimpun, milik siapakah kehormatan pada hari ini?' Maka, Muhammad, Ali, Al Hasan, dan Al Husain akan mengatakan,'Milik Allah, Yang Maha Esa, Mahaagung.'

Allah Ta'ala akan berfirman,'Wahai orang-orang yang berhimpun. Tundukkan kepala kalian dan jatuhkan pandangan kalian, sebab Fathimah tengah melangkah ke surga.' Jibril lalu akan membawa untuknya seekor unta betina dari kawanan unta betina surga; sisi-sisinya akan penuh perhiasan, moncongnya penuh dengan mutiara segar, dan (punggungnya) berpelana manik-manik. Unta itu akan berlutut di hadapannya; maka ia akan menunggangnya. Allah lalu akan mengirimkan 100 ribu malaikat untuk mengiringinya di sisi kanannya; dan 100 ribu malaikat mengiringi di sisi kirinya; dan 100 ribu malaikat mengangkatnya ke sayap-sayap mereka hingga mereka mengantarkannya ke gerbang surga. Ketika mendekati gerbang surga, ia akan melihat ke sampingnya.

Allah kemudian akan berfirman,'Wahai putri kekasih-Ku, mengapa engkau melihat ke sisimu sementara Aku memerintahkan engkau memasuki surga-Ku?' Ia akan menjawab,'Tuhanku, aku berharap kedudukanku diketahui pada hari ini!'

Allah akan berfirman,'Wahai putri kekasih-Ku! Kembalilah dan carilah setiap orang yang di hatinya ada cinta untukmu atau untuk siapa pun keturunanmu; gamitlah tangan mereka dan pimpin mereka masuk ke surga!'

Abu Ja'far berkata,'Demi Allah, Jabir, ia akan mengambil para pengikutnya dan mereka yang mencintainya persis seperti seekor burung memilah biji yang baik dari yang jelek. Maka, ketika kaum pengikutnya mendekati gerbang surga, Allah akan mengilhami hati mereka agar melihat ke sisi mereka; ketika mereka lakukan hal itu---Allah Yang Mahaagung akan berfirman,'Wahai hamba-hamba terkasih-Ku, mengapa kalian melihat ke sekeliling ketika Fathimah, putri kekasih-Ku, memberi kalian syafaat?' Mereka akan menjawab,'Tuhan kami! Kami berharap kedudukan kami akan diketahui pada hari ini!'

Allah kemudian akan berfirman,'Wahai hamba-hamba terkasih-Ku! Kembalilah dan carilah setiap orang yang mencintai kalian karena cinta kalian kepada Fathimah. Carilah setiap orang yang memberi kalian makan karena cinta kepada Fathimah. Carilah setiap orang yang memberi kalian pakaian karena cinta kepada Fathimah. Carilah setiap orang yang memberi kalian minum karena cinta kepada Fathimah. Carilah setiap orang yang mencegah gibah dilakukan terhadap kalian karena cinta kepada Fathimah. Gamitlah tangan mereka dan pimpin mereka masuk ke surga!''"

2. Diriwayatkan dalam Al Bihar (jilid 10) dari Al Amali (karya Ash Shaduq) yang menuturkan bahwa Imam Muhammad al Baqir mengatakan,"Kudengar Jabir bin Abdullah al Anshari berkata,'Rasulullah bersabda,'Pada Hari Kebangkitan, putriku, Fathimah, akan datang menunggang seekor unta betina dari antara unta-unta surga -- di sisi kanannya 70 ribu malaikat dan di sisi kirinya juga 70 ribu malaikat; Jibril akan memegang moncong unta dan menyerukan dengan suara yang terkeras,'Tundukkan pandangan kalian sehingga Fathimah binti Muhammad bisa berlalu!' Maka, tidak akan ada seorang pun nabi, rasul, shiddiqin, atau syuhada tinggal tanpa menundukkan pandangan hingga Fathimah lewat....

Lalu sebuah seruan akan datang dari sisi Allah Ta'ala,'Wahai hamba terkasih-Ku dan putri kekasih-Ku; mintalah kepada Kami dan engkau akan diberi (apa pun yang engkau harapkan), dan berikanlah syafaat; syafaatmu akan dikabulkan. Demi kehormatan dan kemuliaan, tak ada penindasan para penindas akan lolos dari (pengadilan)-Ku hari ini.'

Ia (Fathimah) akan berkata,'Wahai Allah, Pemimpinku.... Para keturunanku, para pengikutku, pengikut para keturunanku, mereka yang mencintaiku, dan mereka yang mencintai keturunanku.' Ia lalu akan mendengar seruan dari sisi Allah SWT,'Di manakah para keturunan Fathimah, kaum pengikutnya, mereka yang mencintainya, dan mereka yang mencintai keturunannya?' Mereka semua lalu akan maju, dikelilingi para malaikat belas kasih, dan Fathimah akan memimpin mereka masuk ke surga.""


Jumat, 29 Mei 2009

Ghibah

Rasa marah, jengkel dan aneka rasa angkara murka bersatu tak kala saya ngedenger ada orang yang memfitnah saya atau menceritakan sesuatu tentang saya yang tidak saya sukai. Ingin rasanya nonjok tu orang....

Alhamdulillah...Allah mengingatkan saya akan buku yang pernah saya baca. Saya cari-cari lagi tu buku. Judulnya Awas! Bahaya Lidah karangan Abdullah bin Jaarullah.

Salah satu yang dibahas di buku ini adalah tentang Ghibah. Ghibah adalah menceritakan seseorang tentang hal yang tidak disukainya. Dan akhirnya saya menemukan bagian dari buku ini yang membuat hati saya kembali tenang dan senang bukan kepalang....

------------
Orang yang melakukan ghibah akan mengalami kerugian, karena pahala amal kebaikannya dia berikan kepada orang yang menjadi sasaran ghibahnya. Di lain pihak, ada orang lain yang mendapatkan keuntungan karena memperoleh pahala amal kebaikan yang datang tanpa diketahuinya.

Dari Abu Umamah al Bahily ra, dia berkata,"Sesungguhnya seorang hamba akan diberi kitab catatan amalnya pada hari kiamat, maka dia melihat pahala kebaikan yang tidak pernah dilakukannya waktu di dunia, lalu dia berkata,"Ya Allah, dari manakah semua ini?" Lalu Allah menjawab,"Ini dari orang-orang yang melakukan ghibah terhadapmu tanpa kamu sadari."

Berkata Ibrahim bin Adham,"Wahai para pendusta, engkau bakhil dalam urusan duniamu terhadap kawan-kawanmu, tetapi engkau begitu dermawan dalam urusan akhiratmu terhadap musuh-musuhmu, padahal engkau tidak tercela dengan kebakhilanmu dan tidak terpuji dengan kedermawananmu."

Ketika Hasan Al Bashri mendengar ada seseorang yang melakukan ghibah terhadapnya, dia lalu mengirim sekantung kurma kepadanya dan berkata,"Telah sampai kepadaku kabar bahwa engkau telah menghadiahkan kebaikanmu kepadaku, aku ingin membalas kebaikanmu padaku. Celalah aku, aku tidak mampu membalasmu dengan sempurna."

Jelaslah bagi kita bahwa ghibah membuat seseorang terjerumus kepada kemurkaan Allah dan gugur kebaikan-kebaikannya. Orang yang melakukan ghibah akan mengalami kerugian dengan dialihkannya kebaikan-kebaikannya, atau beban kejelekan-kejelekan saudaranya ke atas pundaknya, sehingga timbangan kejelekannya lebih berat daripada kebaikannya.
------------

Lega rasanya setelah membaca buku ini.
Alhamdulillah ya Allah...
Terimakasih ya Allah engkau telah mengingatkan hamba....

Jaga Iman dan Akhlak

 Sahabatku iman yang paling baik adalah akhlak Dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ø£َÙƒْÙ…َÙ„ُ المُؤْÙ…ِÙ†ِينَ Ø¥ِيمَانًا Ø£َØ­ْسَÙ†ُÙ‡ُÙ…ْ ...