Jumat, 27 Agustus 2021

Dzikir Berjamaah

 Assalamu’alaykum.

Pak Ustadz, saya dapat tugas baru dari kantor di luar pulau. Alhamdulillah saya dapat kontrakan rumah yang dekat dengan masjid. Setiap selesai shalat wajib khususnya Subuh, Maghrib para jamaah selalu dilanjutkan dengan dzikir berjamaah. Saya sendiri hanya ikut sekali saja dan setelahnya saya ditegur karena tidak ikut. Saya jadi seperti kurang disukai kalau shalat berjamaah dengan mereka. Bagaimana cara zikir atau wirid ba’da shalat wajib sesuai yang dicontohkan Rasulullah Saw.? Apakah setelah salat wajib Rasulullah memimpin doa secara berjamaah dan dzikir berjamaah? Bagaimana sikap saya tetap shalat disitu atau pindah masjid? Mohon penjelasannya. 
( G via email)

Wa’alaukumsalam ww.
Bapak ibu dan sahabat-sahabat yang dirahmati Allah. Pindah ketempat baru tentu membutuhkan adaptasi yang tidak mudah, apalagi terkait dengan ritual ibadah yang sebelumnya tidak Anda. Begini, jika kita mencontoh aktivitas dzikir atau wirid yang dilakukan Rasulullah SAW. setiap ba’da shalat adalah sebagai berikut.

Beliau membaca Istighfar (Astaghfirullahal‘azhim) sebanyak tiga kali, kemudian membaca
 “Allahumma antas-salam waminkas salam tabarakta dzaljalali wal ikram.” 
(H.R. Muslim dari Tsaban r.a.). 

Lalu membaca: Tasbih, “Subhanallah” 33 kali, Tahmid, “Alhamdulillah” 33 kali, dan Takbir “Allahu Akbar” 33 kali. Diteruskan dengan membaca: “Laa ilaha illallahu wahdahu laa syarikalahu lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai-in qodir.” (Tidak ada Tuhan kecuali Allah yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya kerajaan ini dan bagi-Nya pula segala puji. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu).

Hal ini merujuk pada hadis berikut. Abu Hurairah r.a. menerangkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
”Siapa yang tasbih tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga kali, takbir tiga puluh tiga kali, jadi jumlahnya sembilan puluh sembilan kali, kemudian digenapkan menjadi seratus kali dengan membaca “laa ilaaha illallahu wahdahu laa syarikalahu lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syain qodir”, maka diampuni Allah segala kesalahannya walaupun sebanyak buih di lautan.” 
 (H.R. MuslIm)

Setelah itu, silakan berdoa (secara individual) sesuai dengan keinginan dan harapan masing-masing, dengan suara lembut, penuh kerendahan hati (khusu’), dan husnuzhan (berbaik sangka) bahwa Allah akan mengabulkan. Dalam Al Quran, Allah SWT berfirman,

(205). وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

“Dan sebutlah nama Tuhan dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara di waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (Q.S. Al-’Araf: 205)

Kemudian dalam hadits Qudsi disebutkan, 
“Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla berfirman, ’Aku akan mengikuti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Dan Aku selalu menyertainya apabila ia berdoa kepada-Ku.’”
(H.R. Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits yang juga Rasulullah bersabda, 
“Wahai manusia, jika kamu memohon kepada Allah swt., maka mohonlah langsung ke hadirat-Nya dengan keyakinan bahwa doamu akan dikabulkan, karena Allah tidak akan mengabulkan doa yang keluar dari hati yang pesimis.” 
(H.R. Ahmad)

Bertolak dari analisis di atas jelaslah bahwa tidak ada satu pun dalil sahih yang menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. memimpin doa setelah shalat wajib. Bagi para pembaca yang pernah shalat di Masjidil Haram di kota Mekah atau Masjid Nabawi di Madinah tentu akan tahu, bahwa para imam di sana tidak ada satu pun yang memimpin doa setelah shalat wajib.

Kesimpulannya, tidak satu pun dalil shahih yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW memimpin doa setelah shalat wajib. Doa dan zikir diserahkan pada individu masing-masing alias tidak perlu dipimpin. Ini tentu tanpa mengurasi rasa hormat saya bagi yang masih melakukan dzikir berjamah.

Kemudian terkait dengan sikap jamaah kepada Anda mungkin itu disebabkan mereka belum tahu. Sebaiknya Anda juga bisa menjelaskan, mengapa Anda tidak ikut dzikir bersama mereka setelah shalat. Insya Allah jika dijelaskan secara baik dan santun maka bisa dipahami dan saling menghormati.

Hemat saya, sebaiknya Anda tetap shalat di masjid terdekat sebagai sarana silaturrahmi dan menjaga ukhuwah. Jangan sampai Anda tiba-tiba tidak mau berjamaah dengan mereka yang justru bisa menimbulkan prasangka negatif dan hubungan yang kurang harmonis. Berdzikir baik sendiri atau bareng-bareng itu hanya cara atau ikhtiar saja, namun yang utama adalah menjaga ukhuwah dengan shalat berjamaah.

Demikian penjelasannya semoga bermanfaat. Wallahu A’lam bishshawab.

Ustadz Aam Amiruddin
25 Agustus 2021

Selasa, 17 Agustus 2021

2 Jenis Shalat Sunah

Shalat sunah ada dua macam yakni mutlak dan muqayad. Shalat sunah muqayad adalah shalat sunah yang dianjurkan untuk dilakukan pada waktu tertentu atau pada keadaan tertentu. Seperti tahiyatul masjid, dua rakaat seusai wudhu, shalat sunah rawatib, dan sebagainya.

Sedangkan shalat sunah mutlak adalah semua shalat sunah yang dilakukan tanpa terikat waktu, sebab tertentu, maupun jumlah rakaat tertentu. Sehingga boleh dilakukan kapanpun, di manapun, dengan jumlah rakaat berapapun, selama tidak dilakukan di waktu atau tempat yang terlarang untuk shalat.

Keutamaan shalat sunnah mutlak ini dapat kita simak dari penjelasan sahabat Rabi’ah bin Ka’b al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
Aku pernah tidur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku layani beliau dengan menyiapkan air wudhu beliau dan kebutuhan beliau. Setelah usai, beliau bersabda: “Mintalah sesuatu.” Aku menjawab: ‘Aku ingin bisa bersama Engkau di surga.’ Beliau bersabda: “Yang selain itu?” ‘Hanya itu.’ Kataku. Kemudian beliau bersabda,

فَأعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ

“Jika demikian, bantulah aku untuk mewujudkan harapanmu dengan memperbanyak sujud.” (HR. Muslim).

Menurut ulama ahli hadits menjelaskan makna dari hadits tersebut bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan figur yang pandai berterima kasih kepada orang lain. Sehingga ketika ada orang yang melayani beliau, beliau tidak ingin itu menjadi utang budi bagi beliau. Sebagai wujud rasa terima kasih, beliau menawarkan kepada Rabi’ah yang telah membantunya, agar meminta sesuatu sebagai upahnya. Namun sang sahabat menginginkan agar upahnya berupa surga, bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk mewujudkan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta agar Rabi’ah memperbanyak sujud, dalam arti memperbanyak shalat sunah. Karena seseorang bisa melakukan sujud sebanyak-banyaknya dengan rajin shalat sunah mutlak.

Ustadz Aam Amiruddin
Agustus 2021

Jaga Iman dan Akhlak

 Sahabatku iman yang paling baik adalah akhlak Dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ ...