Senin, 20 Januari 2020

Empat Ciri Diterimanya Tobat

Jika merujuk pendapat Syeikh Abdul Qadir al-Jailani, ciri-ciri orang yang tobatnya diterima itu ada empat. Pertama, cara bicaranya lebih terjaga karena hatinya bersih dan peka. Kebersihan dan kepekaan itu menghidupkan hati dan memandu tutur kata sehingga dia tidak berani untuk berkata kasar, jorok, sombong, berbohong, dan sebagainya. Hatinya akan terus mengingatkan. 

Kedua, tidak ada dengki terhadap orang beriman. Tidak ada rasa persaingan terhadap saudara yang beriman. Dia sadar bahwa semua karunia itu Allah Ta'ala yang memberi. Dengki kepada orang beriman sama artinya tidak suka dengan perbuatan dan kehendak Allah. 

Terserah Allah ingin memberi kepintaran, kecantikan, kesehatan, rezeki, pangkat atau Jabatan kepada orang beriman lainnya. Dia akan senang dengan apapun yang diberikan kepada hamba-hamba yang beriman. Bukan sebaliknya. seperti SMS (susah melihat orang senang senang melihat orang susah). Saat teman naik haji, dia malah naik tensi. 

Ketiga, senang pada lingkungan yang baik. Hati Yang bersih dan peka akan mencari semacam frekuensi yang baik dari lingkungan sekitar. Misalkan ketika bertemu orang lain, hati kecilnya dapat merasakan nyaman atau tidaknya bersama orang itu. 

Hati bersihnya dapat merasa jika ada yang sombong, kasar, banyak bicara, atau yang suka keluyuran, nongkrong tidak jelas, dan sebagainya yang membuat hidup lelah dan tidak bermanfaat. Dia pun cenderung menghindari lingkungan-lingkungan yang tidak baik. Kelembutan hatinya membuat dia pun sulit untuk ikut menertawakan kekurangan orang lain. 

Dia sangat suka berteman dengan orang yang akhlaknya baik atau hatinya bersih. Hatinya tidak nyaman terhadap hal-hal yang duniawi semata. Dia tetap bergaul akan tetapi kepekaan hatinya membuatnya sangat hati-hati dalam pergaulan. 

Namun demikian, bukan berarti dia berniat berburuk sangka (su'udzhan) kepada orang lain. Hal ini karena setiap orang memancarkan semacam frekuensi. Adapun kepekaan hati orang yang tobatnya diterima bisa dengan mudah menangkap frekuensi itu, untuk kemudian mengarahkannya pada lingkungan yang baik. 

Keempat, dia tidak pernah berhenti bertobat. Orang yang tobatnya diterima tidak memiliki istilah, misalnya, sedang Iibur atau cuti bertobat. Dia tidak merasa sudah diampuni dosa-dosanya, lalu merencanakan perbuatan dosa yang baru dan menentukan waktu untuk bertobat kembali. 

Orang yang tobatnya diterima akan terus-menerus bertobat. Dari waktu ke waktu salat fardhu, seolah-olah di depannya ada aliran sungai yang menyejukkan. Karena salat fardhu itu benar-benar menggugurkan dosa, bahkan jatuhnya air wudhu saja sudah menggugurkan. Begitu dalam satu minggu. Dia sangat menantikan datangnya hari Jumat yang istimewa itu. Dia pun berharap umurnya bisa sampai pada Ramadan tahun depan. 

Demikianlah, orang yang tobatnya diterima itu sadar kalau sifat manusia senang berbuat dosa. Hatinya yang bersih, peka dan Iembut terus berupaya menghindarkannya dari segala hal yang tidak baik. Dia menikmati betapa nyaman dan bahagia hidup bersama Pencipta, Pemilik dan Penguasa Kehidupan, Allah Ta'ala. 

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Siapa yang melazimkan istighfar, niscaya Allah Ta'ala akan membebaskannya dari segala kesusahan dan kesedihan, serta melapangkannya dari setiap kesempitan dan akan mengaruniakan kepadanya rezeki dari jalan yang tidak terduga.” 
(HR Abu Daud)

KH. Abdullah Gymnastiar 
19 Januari 2020

Sabtu, 04 Januari 2020

Ucapan ”Seandainya" Ketika Mendapati Musibah

Dari Abu Hurairah ra bahwa RasuluIlah SAW. bersabda, ”Mukmin yang kuat Iebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada Mukmin yang lemah, namun keduanya memiliki kebaikan. Berlombalah untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirimu. Mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah merasa lemah.
Jika engkau terkena sesuatu musibah, jangan berkata 'Seandainya aku mengerjakan begini, tentu akan menjadi begini dan begitu’. Tetapi katakanlah,' ini adalah takdir Allah. Dan siapa saja yang dikehendaki-Nya pasti terjadi dan apa saja yang dikehendaki-Nya pasti terjadi’. Karena sesungguhnya ucapan ’seandainya’ membuka pintu masuknya godaan setan."
(HR. Imam Muslim).

Ucapan ”seandainya” hanya akan menambah kerumitan yang dihadapi. Kita bisa ribut dan saling menyalahkan. Apapun kejadian yang tidak diingini harus menerimanya ucapan,"ini adalah takdir-Nya".

Ya, kita harus menerimanya dengan ridha karena tidak menerima pun tetap terjadi. Umpamanya sebuah genteng Jatuh dan mengenai jidat. Kita tidak bisa mengeIuh, “Saya tidak terima". Bukankah tanda terimanya sudah Jelas, yaitu benjol atau luka di kepala yang bisa dilihat orang-orang. Begitu dengan tangan yang melepuh tadi, dan Iain-Iain. Itu sudah takdir Allah Ta’ala. Jalani semuanya tanpa kata "seandainya”.

Kemudian, jangan berhenti hanya pada menerima saja. Seperti pepatah “nasi sudah jadi bubur", kita memang harus menerima dan ridha terhadap bubur tersebut.Tetapi bukan berarti buburnya mesti dibuang. Carilah bahan dan bumbu Iainnya sehingga menjadi bubur ayam spesial.

Begitu pula dengan, misalnya, mobil penyok. Kita tidak perlu meributkan bagian yang penyok itu. Lihat dan syukurilah bagian yang masih bagus sambil memperbaiki yang rusak di bengkel. Boleh jadi, inilah cara Allah untuk memberikan rezeki kepada tukang bengkel. Ambillah pelajaran atau hikmah dari setiap kejadian.

Allah, Dialah Zat Yang Maha Menentukan. Kita yakin saja kepada-Nya dalam segala hal. Kita yakin bahwa tidak akan pernah ada yang tertukar. Apa yang Allah tetapkan untuk kita, pasti bertemu atau terjadi. Begitu Sebaliknya. Baik rezeki, jodoh, dan semuanya. Apa pun itu, sekali pun keberadaannya tampak jauh dari kita, jika Dia menghendaki, pasti akan datang menghampiri.

Di sini termasuk pula kemuliaan. Kemuliaan bukan berasal dari pujian orang-orang. kemuliaan adalah pemberian dari Allah Ta’ala kepada hamba-hamba yang pantas menerimanya, yaitu mereka yang bertakwa. 0rang yang bertakwa adalah orang yang tauhidnya paling bersih. Dia yakin sepenuhnya kepada Allah. Dia patuh dan pasrah kepada-Nya. Semakin yakin kita kepada Allah, kepatuhan dan kepasrahan pun akan terhujam di dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.

Orang yang bertakwa dan tauhidnya kokoh, dia pasti yakin bahwa tidak ada sesuatu pun yang tertukar dia akan mudah menerima, menjalani, dan menghadapi takdir. Pikirannya positif dan sanggup mengambil hikmah sehingga episode-episode kehidupan berikutnya bisa dijalani dengan baik.

Dari Abu Darda ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda ”Bagi segala sesuatu ada hakikatnya. Dan seorang hamba Allah tidak akan dapat mencapai hakikat iman sehingga dia mengetahui bahwa apa yang menimpanya tidak akan meleset atau terlepas darinya. Dan apa yang terlepas darinya tidak akan dapat menimpanya.” (HR. Ahmad dan Thabrani).

Namun tentu saja, ilmu yakin ini bukan berarti memperbolehkan pengabaian syariat. Rezeki misalnya dia sudah diatur oleh Allah, tetapi kita jangan diam saja.

Kita tetap harus bergerak dan berupaya dengan cara yang baik dan halal. Adapun setelah berusaha ke sana-sini masih belum bertemu, kita harus tetap tenang karena Dia Maha Melihat.

Demikian pula saat di perjalanan, sabuk pengaman dan helm tetap harus dipakai karena Allah Ta’ala sudah menakdirkan keduanya ada. Dan, aturannya pun mengharuskan kita untuk memakainya. Bagaimana kalau tetap celaka juga? Celaka atau tidak adalah takdir dari Allah, itu jelas. Ada hal-hal tertentu yang berada di luar kemampuan kita untuk mengendalikannya. Maka,tugas kita adalah berusaha menyempurnakan syariat sebagai amal saleh kita. Sekali pun nanti takdirnya celaka, amal saleh itu sudah dicatat di sisi-Nya. *

“Bagi segala sesuatu ada hakikatnya Dan seorang hamba Allah tidak akan dapat mencapai hakikat iman sehingga dia mengetahui bahwa apa yang menimpanya tidak akan meleset atau terlepas darinya. Dan apa yang terlepas darinya tidak akan dapat menimpanya.”
(HR. Ahmad dan ath-Thabrani)

KH. Abdullah Gymnastiar
3 Januari 2020

Jaga Iman dan Akhlak

 Sahabatku iman yang paling baik adalah akhlak Dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ ...