Minggu, 26 Desember 2021

Meyakini Kehadiran Allah Subhanahu Wa Ta'ala

Dari Abu Bakar ash-Shiddiq, beliau berkata, “Aku melihat tapak kaki kaum musyrikin ketika kami bersembunyi di dalam gua, dan orang-orang tersebut tepat di atas kepala kami. Lalu aku berkata, ‘Ya Rasulullah, andaikata seseorang dari mereka itu melihat ke bawah kakinya maka pasti mereka akan melihat tempat kita ini. ‘ Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda ‘ Wahai Abu Bakar, apakah engkau mengira bahwa kita hanya berdua? Allah adalah yang ketiga dari kita ini.”

HR. Imam Bukhari dan Muslim



Nah, saudaraku. Kalau kita misalnya menyebut Allah sebagai “yang ketiga”, seperti pada hadis tersebut, maka jangan membayangkan kita menjadi bertiga dengan Alloh dalam bentuk sebagaimana kita sehari-hari. Karena Allahu Ahad itu bukan berarti angka ‘satu’ dalam bilangan kita.

Kalau angka satu bilangan kita dapat ditemui dari mana saja. Misalnya setengah ditambah setengah, dua dikurang satu, sepertiga dikali tiga atau dua dibagi dua. Satunya kita bisa penjumlahan, pengurangan, pengalian dan pembagian. Tapi Allahu Ahad tidak bisa dari sisi mana pun.

Allahu Ahad berbeda dengan “satu”-nya kita. Maksudnya, Allah tidak harus wujud. Seperti sekarang saudara sedang membaca tulisan ini, Allah pasti hadir dan menyaksikan. Misalkan saat membaca tulisan ini saudara sendirian, maka saudara bisa menyebut Allah sebagai “yang kedua”. Saudara sedang berdua dengan Allah.

Tidak sulit bagi kita meyakini sesuatu yang tidak terlihat. Seperti udara dan gaya gravitasi, kita meyakininya ada meski tidak tampak. Sama dengan elektron, proton, atau listrik juga tidak tampak, mungkin baru terlihat ketika ada yang salah pegang kabel.

Untuk lebih jelasnya, saya akan menyampaikan sebuah kisah yang sudah sering diceritakan. Bagi saudara yang mungkin masih ingat, tidak ada salahnya membaca lagi supaya kita tidak mudah lupa tentang kehadiran Allah.

Suatu ketika ada seseorang yang terpelajar secara duniawi bertanya tiga hal kepada orang-orang. Pertama, tentang bukti kehadiran Allah. Kedua, tentang apa sebetulnya takdir.

ketiga, tentang setan yang dicipta dari api dan dimasukkan ke neraka yang api juga, yang dianggapnya sebagai lelucon.

Setiap orang yang ditanyainya tidak ada yang bisa menjawab. Sampai kemudian ada seseorang yang berkata padanya agar dia pergi menemui seorang alim di sebuah kampung, “Insya Allah, beliau bisa memberi jawaban yang memuaskan Anda.” Tapi orang yang terpelajar duniawi menganggap nasehat itu sebagai lelucon tambahan. “Orang kota saja nggak bisa jawab, apalagi orang kampung.” Katanya. “Dicoba saja dulu,” jawab seseorang tadi meyakinkannya.

Singkat cerita, sampailah dia di kampung dan bertemu orang alim yang dimaksud. Dia langsung bertanya, “Kakek, setiap yang ada itu harus ada buktinya. Kalau Tuhan ada buktinya? Lalu apa itu takdir? Jangan-jangan cuma alasan atau dalih saja karena nggak berani menerima kenyataan. Dan, katanya setan dibuat dari api, tapi mengapa dimasukkan ke neraka yang api juga? kan, api dengan api ngga berasa. Bagaimana, kek?”
Kakek alim berkata, “mendekat kesini, nak.” Plakk…

Orang yang terpelajar duniawi itu ditempeleng. “Kakek! Kalau ngga bisa jawab, jangan emosi dong!” teriaknya kesakitan. “Maafkan saya, nak. Itu bukan menempeleng, tapi itulah jawabannya.” Tapi dia masih tidak terima, “Jawaban bagaimana, kek? Sakit ini!”

“Benar sakit?” tanya kakek. “Sumpah, sakit banget, kek!” Lalu kakek itu bertanya lagi, “engkau yakin sakit itu ada?” “Yakin, kek!” Kakek itu kembali berkata, “Baiklah, kalau benar sakit itu ada, coba tunjukkan atau gambarkan saja seperti apa sakit itu?” Orang yang terpelajar mulai kebingungan, “Ya, pokoknya ada.”

Itulah bukti bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala itu ada, tapi tidak bisa ditunjukkan atau digambarkan tapi bisa dirasakan bagi yang yakin kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

“Baiklah,” lanjut kakek itu, “Apa sebelum itu engkau pernah bermimpi ditempeleng?” “Tidak,” jawabannya. “Apa engkau merencanakan ditempeleng?” Tanya kakek lagi. “Sama sekali tidak.” Atau, “Mungkin engkau punya cita-cita ditempeleng?” “Amit-amit, nggalah kek.” Maka,”itulah takdir,” jelas kakek alim.

Lalu, “Ini apa?” kakek menunjuk telapak tangannya, “kulit.” Dan, “Di pipimu itu apa?” Kulit,” jawabanya lagi. “Jadi, saat kulit bertemu dengan kulit tadi bagaimana?” “Sakit , Kakek, Ujarnya yang masih kesakitan. Begitulah ketika setan dimasukan ke neraka.

Nah Saudaraku. Kita harus yakin bahwa Allah selalu Hadir, Menyaksikan, Mengawasi dan Menjaga kita. Jangan sampai kita merasa bahwa Alloh tidak ada dan tidak melihat, karena baik kita berbua baik ataupun buruk, Allah Subhanahu Wa ta’ala pasti tahu.

KH. Abdullah Gymnastiar
24 Desember 2021

Rabu, 22 Desember 2021

Istimewanya Shalat Tahajud

 Salah satu shalat sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan adalah shalat Tahajud. Shalat Tahajud mempunyai cukup sangat istimewa meskipun hukumnya sunnah. Sebab, dalam beberapa Riwayat hadits disebutkan bahwa Rasulullah Muhammad Shalallahi Alaihi Wassalam diketahui tak pernah meninggalkan amalan tersebut hingga akhir hayatnya.

Bahkan, Rasulullah Shalallahi Alaihi Wassalam mengerjakannya hingga kedua telapak kaki beliau bengkak-bengkak. Untuk dapat melakukannya, kita dapat mengawali dengan niat bangun malam sebelum tidur.
Jumhur ulama mendasarkan anjuran untuk melakukan shalat malam atau shalat Tahajud seperti firman Allah Ta’la dalam Al Quran antara lain adalah:

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ

“Dan pada sebagian malam hari shalat Tahajjud-lah kamu….” ( QS. Al-Israa’[17]: 79

Kemudian dalam ayat yang lain Allah Ta’ala berfirman,

وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلًا وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلًا طَوِيلًا

“Dan sebutlah nama Rabb-mu pada (waktu) pagi dan petang. Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari.” QS.Al-Insaan [76]: 25-26).

Kemudian dalam sebuah hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ صَلاَةِ الْمَفْرُوْضَةِ، صَلاَةُ اللَّيْلِ.
“Shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat yang dilakukan di malam hari.” (HR. Muslim)

Salah satu keutamaan shalat Tahajud adalah ia akan mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat. Hal ini didasarkan pada hadits dimana Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda,

“Sungguh pada malam hari terdapat waktu tertentu, yang bila seorang Muslim memohon kepada Allah dari kebaikan dunia dan akhirat pada waktu itu, maka Allah pasti akan memberikan kepadanya, dan waktu tersebut ada pada setiap malam” 
(HR. Muslim)

Sunnahnya waktu mengerjakan shalat Tahajud adalah malam setelah ia bangun tidur. Namun yang lebih afdhol atau utama adalah disepertiga malam yang akhir hingga menjelang shalat Subuh dengan 8 rakaat dan ditambah 3 rakaat witir.

Ustadz Aam Amiruddin
20 Desember 2021

Senin, 01 November 2021

Empat Ciri Diterimanya Tobat

Jika merujuk pendapat Syeikh Abdul Qadir al-Jailani, ciri-ciri orang yang tobatnya diterima itu ada empat. Pertama, cara bicaranya lebih terjaga karena hatinya bersih dan peka. Kebersihan dan kepekaan itu menghidupkan hati dan memandu tutur kata sehingga dia tidak berani untuk berkata kasar, jorok, sombong, berbohong, dan sebagainya. Hatinya akan terus mengingatkan.

Kedua, tidak ada dengki terhadap orang beriman. Tidak ada rasa persaingan terhadap saudara yang beriman. Dia sadar bahwa semua karunia itu Allah Ta'ala yang memberi. Dengki kepada orang beriman sama artinya tidak suka dengan perbuatan dan kehendak Allah.
Terserah Allah ingin memberi kepintaran, kecantikan, kesehatan, rezeki, pangkat atau Jabatan kepada orang beriman lainnya. Dia akan senang dengan apapun yang diberikan kepada hamba-hamba yang beriman. Bukan sebaliknya. seperti SMS (susah melihat orang senang senang melihat orang susah). Saat teman naik haji, dia malah naik tensi.


Ketiga, senang pada lingkungan yang baik. Hati Yang bersih dan peka akan mencari semacam frekuensi yang baik dari lingkungan sekitar. Misalkan ketika bertemu orang lain, hati kecilnya dapat merasakan nyaman atau tidaknya bersama orang itu.
Hati bersihnya dapat merasa jika ada yang sombong, kasar, banyak bicara, atau yang suka keluyuran, nongkrong tidak jelas, dan sebagainya yang membuat hidup lelah dan tidak bermanfaat. Dia pun cenderung menghindari lingkungan-lingkungan yang tidak baik. Kelembutan hatinya membuat dia pun sulit untuk ikut menertawakan kekurangan orang lain.
Dia sangat suka berteman dengan orang yang akhlaknya baik atau hatinya bersih. Hatinya tidak nyaman terhadap hal-hal yang duniawi semata. Dia tetap bergaul akan tetapi kepekaan hatinya membuatnya sangat hati-hati dalam pergaulan.
Namun demikian, bukan berarti dia berniat berburuk sangka (suudzon) kepada orang lain. Hal ini karena setiap orang memancarkan semacam frekuensi. Adapun kepekaan hati orang yang taubatnya diterima bisa dengan mudah menangkap frekuensi itu, untuk kemudian mengarahkannya pada lingkungan yang baik.


Keempat, dia tidak pernah berhenti bertobat. Orang yang taubatnya diterima tidak memiliki istilah, misalnya, sedang Iibur atau cuti bertobat. Dia tidak merasa sudah diampuni dosa-dosanya, lalu merencanakan perbuatan dosa yang baru dan menentukan waktu untuk bertobat kembali.
Orang yang taubatnya diterima akan terus-menerus bertobat. Dari waktu ke waktu shalat fardhu, seolah-olah di depannya ada aliran sungai yang menyejukkan. Karena shalat fardhu itu benar-benar menggugurkan dosa, bahkan jatuhnya air wudhu saja sudah menggugurkan. Begitu dalam satu minggu. Dia sangat menantikan datangnya hari Jumat yang istimewa itu. Dia pun berharap umurnya bisa sampai pada Ramadhan tahun depan.
Demikianlah, orang yang tobatnya diterima itu sadar kalau sifat manusia senang berbuat dosa. Hatinya yang bersih, peka dan Iembut terus berupaya menghindarkannya dari segala hal yang tidak baik. Dia menikmati betapa nyaman dan bahagia hidup bersama Pencipta, Pemilik dan Penguasa Kehidupan, Allah Ta'ala.


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Siapa yang melazimkan istighfar, niscaya Allah Ta'ala akan membebaskannya dari segala kesusahan dan kesedihan, serta melapangkannya dari setiap kesempitan dan akan mengaruniakan kepadanya rezeki dari jalan yang tidak terduga.”
HR. Abu Daud


K.H. Abdullah Gymnastiar
30 Oktober 2021

Kamis, 21 Oktober 2021

Meneladani AI-'Afuww Allah Yang Maha Pemaaf

Memupuk Jiwa Pemaaf

Seseorang yang mengaku beriman, idealnya tidak sekadar meminta maaf kepada Allah. Lebih jauh lagi, dia pun dituntut untuk meneladani sifat Al-Afuww dengan menginternalisasikan sifat tersebut dalam dirinya. Sebab, Rasulullah SAW telah berjanji, “Ada tiga hal yang jika seseorang melakukannya Allah akan menempatkannya dalam naungan-Nya, mencurahkan rahmat-Nya, dan memasukkannya ke dalam surga-Nya: (1) jika diberi rezeki, dia bersyukur; (2) jika mampu membalas, dia bisa memberi maaf, dan ( 3) jika marah, dia bisa menahan diri.” HR. Hakim

Memang, tidak bisa dipungkiri, ketika dizalimi orang lain, kita akan merasakan sakit hati sehingga tidak jarang sakit hati tersebut berujung pada kedendaman. Dengan meneladani Al-Afuww, kita dituntut untuk membuang jauh kedendaman tersebut. Bahkan sebaliknya, kita mendoakan orang-orang yang menzalimi itu agar bertobat dan menjadi orang saleh. Hal ini sangat menarik, sebab doa orang yang terzalimi itu sangat mustajab. Ketika kita terzalimi, saat itu peluang diijabahnya doa kita terbuka lebar. Sulit memang, akan tetapi itulah penentu kemuliaan diri.

Rasulullah SAW bersabda,
“Seutama-utamanya akhlak dunia dan akhirat adalah agar engkau menghubungkan tali silaturahim dengan orang yang memutuskan silaturahim denganmu, memberi sesuatu kepada orang yang menghalang-halangi pemberian padamu, serta memberi maaf kepada orang yang menganiaya dirimu.”

Kita dapat belajar dari Rasulullah SAW. Walau dihina, dicaci maki, difitnah, bahkan hendak dibunuh, tidak sedikit pun beliau mendendam. Beliau tetap saja berbuat baik kepada orang-orang tersebut dan begitu ringannya beliau memaafkan. Beliau adalah ”Tangan Allah” yang paling utama.

Sebuah hadis dari Abu Hurairah mengungkapkan,
“Pada hari Kiamat akan terdengar suara keras, ”Pada hari ini tidak ada seorang pun yang boleh berdiri, kecuali yang menjadi tangan Allah'.” Orang-orang berkata, “Maha Suci Allah, memiliki tangankah Allah?” Mereka mengatakan hal itu berkali-kali. Lalu beliau menjawab, “Benar, barang siapa memberi maaf sewaktu dalam kondisi mampu membalas, dialah tangan Allah.” 
HR Ad-Dailami

Guna menumbuhsuburkan jiwa pemaaf, setidaknya ada tiga hal yang dapat kita hadirkan dalam diri, yaitu:
Pertama, menyadari bahwa semua orang beriman itu bersaudara. Allah Ta'ala berfirman, “Sesungguhnya, orang-orang Mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu itu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (Allah ). . .”.
 (QS Al-Hujurat, 49:10). Pemahaman bahwa setiap orang bersaudara, sedikit banyak, akan membawa tambahan energi bagi kita dalam mengendalikan kemarahan dan rasa sakit hati.

Kedua, berlatih untuk mengikis kedendaman dan sikap tidak mau memaafkan. Sebagai ilustrasi, kita bisa belajar dari para karateka yang berhasil menghancurkan batu bata dengan tangannya. Pertama kali memukulnya, bata tersebut tidak langsung hancur. Akan tetapi, dia tidak patah semangat. Diulanginya terus usaha untuk menghancurkan bata tersebut. Akhirnya, pada pukulan kesekian, pada hari kesekian, bata tersebut berhasil dihancurkan. Memang, tangannya bengkak-bengkak, akan tetapi dia mendapatkan hasil yang diinginkan. Begitu pula dengan hati; apabila dibiarkan sensitif, hati kita akan mudah terluka. Namun, ketika hati Sering dilatih, dia akan lebih siap menghadapi pukulan dari berbagai arah.

Ketiga, tidak memfokuskan perhatian terhadap hal-hal yang menyakitkan hati. Kalau disakiti seseorang, kita jangan melihat orang tersebut, akan tetapi lihatlah dia sebagai sarana ujian dan ladang amal dari Allah. Kita akan semakin sakit, apabila melihat dan mengingat orang yang bersangkutan.

Dengan memiliki jiwa pemaaf, Allah Al Afuww akan memuliakan kita. Maka, balaslah keburukan orang lain, dengan cara terbaik; Ifda' billati hiya ahsan. Itulah kunci kemuliaan diri yang akan melahirkan aneka keajaiban dalam hidup.

K.H. Abdullah Gymnastiar
19 Oktober 2021

Rabu, 06 Oktober 2021

Waktu Tidak Tertolaknya Doa

Berdoa Antara Adzan dan Iqamah

Memanfaatkan waktu antara adzan dan iqamah untuk berdoa kepada Allah Ta’ala, dan berharap bahwa Allah Ta’ala akan mengabulkan doanya. Karena siapa saja yang diberikan taufik dan kemudahan dari Allah Ta’ala untuk berdoa, berarti Allah Ta’ala menghendaki untuk mengabulkan doa tersebut.

Hal ini karena Allah Ta’ala mengatakan,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Mu’min [40]: 60)

Dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الدُّعَاءَ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ، فَادْعُوا
“Sesungguhnya doa yang tidak tertolak adalah doa (yang dipanjatkan) di antara adzan dan iqamah, maka berdoalah (di waktu itu).” 
HR. Ahmad no. 12584, sanad hadits ini shahih sebagaimana penilaian Syaikh Syu’aib Al-Arnauth

Dalam riwayat yang lain disebutkan,
الدُّعَاءُ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ
“Doa itu tidak tertolak (jika dipanjatkan di antara) adzan dan iqamah.” (HR. Tirmidzi no. 212 dan 3595, )
Sedangkan dalam riwayat Abu Dawud dengan lafadz,
لَا يُرَدُّ الدُّعَاءُ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ
“Doa itu tidak tertolak (jika dipanjatkan di antara) adzan dan iqamah.” 
HR. Abu Dawud no. 521

Terkabulnya doa ini tentu saja jika terpenuhi syarat-syarat berdoa dan juga mengamalkan adab-adab ketika berdoa.

Senin, 27 September 2021

Membaca Al-quran

 “Dan didatangkan pula seseorang yang mempelajari ilmu dan membaca Al-Qur’an, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan, sehingga ia mengetahuinya dengan jelas.

Allah bertanya: ‘Apa yang telah kamu perbuat?
Dia menjawab, ‘Saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca Al Qur’an demi Engkau.’
Allah berfirman: ‘Kamu dusta, akan tetapi kamu belajar ilmu agar dikatakan “seorang ‘alim” dan kamu membaca Al Qur’an agar dikatakan seorang “Qari’” , dan kini kamu telah dikatakan seperti itu, kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka.
(HR. Muslim : 1905)

Sahabat yang baik, dari hadits tersebut, kita mengetahui ada orang-orang yang membaca al-quran tapi hal tersebut tidak mendekatkan dirinya kepada Allah, malahan membuat Allah murka kepadanya.
Mereka adalah : orang yang membaca alquran karena ingin mendapatkan pujian manusia, tidak ikhlas karena Allah, bukan untuk memahami dan mengamalkan isi quran, tapi untuk medapatkan gelar seorang ‘alim atau qari’ sehingga dia dimurkai dan dicampakkan Allah ke dalam neraka.

KH. Abdullah Gymnastiar
25 September 2021

Minggu, 19 September 2021

Silent Shodaqoh

 Seorang lelaki masuk ke toko buah " Berapa harga pisang dan apel sekilo ? "

Penjual: " Pisang sekilo Rp 15 rb, kalo apel sekilo Rp 50 rb.
 "
Tidak lama kemudian seorang Ibu yang sudah kenal dengan si penjual masuk kedalam toko.

Ibu : Berapa harga satu kilo pisang dan apel ?
Penjual : Pisang Rp 5 rb sekilo, klw apel Rp 20 rb sekilo
Ibu : Alhamdulillah...

Merasa di curangi lelaki tadi mendekati penjual dengan mata yang memerah karena marah dan akan ngomel pada penjual, tetapi si penjual segera memberi isyarat mata dan berkata padanya: " tunggu saya sebentar "

Kemudian si penjual memberikan kepada si Ibu tsb 1 kg pisang dan 1 kg apel dengan total harga Rp 25 rb.

Ibu itu pergi dengan gembira dan berkata : " Alhamdulillah terimakasih Ya Allah... anak-anakku akan bisa makan buah."

Setelah Ibu tsb pergi, si penjual meminta maaf pada pembeli lelaki tadi dan berkata: " Demi Allah, aku tidak mencurangimu. Tetapi Ibu itu mempunyai empat anak yatim namun dia selalu menolak bantuan apapun dari orang lain, setiapkali aku ingin membantunya pasti dia menolak.

Saya berfikir keras bagaimana caranya saya bisa menolongnya tanpa membuat dia merasa malu, dan aku tidak menemukan cara selain ini, yaitu dengan mengurangi harga untuknya.
Aku ingin dia tetap merasa tidak membutuhkan bantuanku dan aku juga ingin berniaga dengan Allah dan menyenangkan hati mereka.

Ibu itu datang kemari seminggu sekali. Demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya, setiap kali Ibu itu membeli buah dariku, hari itu aku selalu mendapatkan untung berlipat-lipat dan mendapatkan Rizqi dari jalan yang tak kusangka

Seketika itu lelaki pembeli tadi meneteskan air mata dan segera mencium tangan mulia si penjual.

Sungguh dalam menolong kebutuhan orang lain, ada kelezatan yang hanya bisa dirasakan oleh orang yang pernah melakukannya
Pancinglah turunnya Rizqi dengan cara bersedekah...!

Semoga kita bisa seperti itu di Jumat barokah ini.... Aamiin....

Jumat, 17 September 2021

Rahasia Agar Ridho Dalam Menerima Takdir

Sahabatku, salah satu kiat agar kita mampu menghadapi persoalan hidup adalah ridha pada apa yang terjadi. Ridha terhadap apa yang akhirnya terjadi atau ridha pada hasil yang akhirnya kita terima setelah usaha yang kita lakukan.

Mengapa kita harus ridha? 
Karena kalau tidak ridha pun kejadian yang sudah terjadi tetap terjadi, hasil yang sudah kita terima tetap kita terima. Contoh sederhananya, kita sedang berjalan tiba-tiba sebuah bola mengenai kening kita cukup keras. Sikap terbaik menghadapi kenyataan seperti ini adalah ridha, karena toh bola sudah mengenai kening kita. “Tanda terima” berupa benjolan bekas lemparan bola sudah ada di kening kita. Jika ada rasa sakit, maka biarkan saja sejenak rasa sakit yang sebentar itu. Tidak perlu menggerutu atau mengutuk keadaan. Lebih baik beristighfar.

Rasulullah SAW bersabda, “Akan merasakan kelezatan iman, orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabb-nya dan Islam sebagai agamanya, serta ( Nabi ) Muhammad sebagai Rasulnya.” (HR. Muslim)

Sebagaimana isi hadits ini, bersikap ridha akan mendatang kan rasa tentram di dalam batin kita. Sebenarnya, penderitaan yang kita rasakan saat menggerutu dan mengutuk kejadian buruk bukan karena peristiwanya, melainkan karena sikap kita yang tidak ridha pada peristiwa tersebut.

Contoh lainnya yang sering terjadi adalah mengejek atau mencibir keadaan diri sendiri. Ada orang yang mengejek dirinya sendiri hanya karena hidungnya tidak mancung, kulitnya gelap, posturnya pendek, atau terlahir dari keluarga yang tidak kaya raya. Orang-orang seperti ini akhirnya merasakan penderitaan. Penderitaan mereka bukan disebabkan oleh kenyataan, melainkan oleh sikap mereka sendiri terhadap kenyataan. Maka, tidak heran jika orang seperti ini mengalami stres.

Seperti kisah seorang wanita yang sudah melewati usia 30 tahun, kemudian ia pontang panting menghindari gejala penuaan dengan cara operasi plastik. Biaya yang mahal dikejarnya tapi keriput di wajah tetap saja muncul. Dia pun stres. Ini contoh orang yang tidak ridha menghadapi kenyataan dan menyikapinya secara berlebihan. Ia tidak ridha menghadapi kenyataan bahwa muda dan tua adalah sunnatullah yang akan dialami manusia.

Saudaraku, ridha bukanlah pasrah begitu saja. Ridha adalah keterampilan kita untuk realistis menerima kenyataan. Hati menerima, pikiran dan fisik berikhtiar memperbaiki diri sehingga bisa menemui kenyataan yang lebih baik lagi. Jika sakit gigi, bersikaplah ridha dengan menerima bahwa itu ujian dari Allah, sembari kaki melangkah ke dokter gigi sebagai bentuk ikhtiar mengobati dan merawat gigi karena itu adalah titipan Allah Swt. Boleh jadi sakit gigi karena kelalaian kita merawat titipan Allah tersebut.

Oleh karena itu, peristiwa apa pun yang terjadi di dalam hidup kita, marilah kita hadapi dengan ridha: terima dengan lapang dada tanpa berkeluh kesah dan yakini bahwa segala yang terjadi ada dalam kekuasaan Allah Swt. Tidak ada kejadian apa pun yang luput dari pengetahuan dan kekuasaan-Nya. Sekalipun peristiwa tersebut tidak sesuai dengan harapan kita, bahkan cenderung pahit untuk diterima. Ridha adalah sikap terbaik agar ujian tersebut berbuah berkah bagi kita.

Bersikap ridha itu seperti menanak nasi tapi terlalu banyak air sehingga beras yang kita tanak malah menjadi bubur. Menghadapi kenyataan seperti ini maka sikap terbaik kita bukanlah menggerutu atau marah-marah, melainkan bersikaplah ridha sembari mencari daun seledri, kacang kedelai, dan suwiran daging ayam, lalu ditambahi kecap dan kerupuk. Maka, jadilah bubur ayam spesial.

Ridha akan membuat hidup kita lebih nyaman dan lapang. Bukankah kita ingin Allah SWT ridha kepada kita? Jalannya adalah bersikap ridha pada apa pun keputusan-Nya. 
Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang ridha ( pada ketentuan Allah ), maka Allah akan ridha kepadanya.” (HR. Tirmidzi)

KH. Abdullah Gymnastiar
15 September 2021

Senin, 13 September 2021

Luangkanlah Waktu Untuk Menyendiri Mendekatkan Diri Kepada ALLAH

     Luangkanlah waktu untuk menyendiri, merenung, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Waktu yang paling kondusif adalah pada Sepertiga malam manakala alam terasa sunyi karena makhluk sedang tertidur. Pada suasana yang sepi, zikir dan doa yang kita panjatkan kepada Allah Swt akan jauh lebih khusyuk dan lebih meresap di dalam hati. Selain berlimpah pahala, ibadah malam ini juga memberi banyak manfaat bagi fisik dan batin kita. Hati menjadi lebih tenang dan lapang, pikiran jadi lebih jernih dan segar. Karenanya, diri kita jauh lebih siap menghadapi berbagai kemungkinan dan persoalan yang terjadi di sepanjang hari.

     Manfaatkan waktu sepertiga malam ini untuk membersihkan diri dengan istighfar dan memohon kekuatan kepada Allah sehingga hati kita lebih mantap dan istiqamah dalam ketaatan. Inilah modal utama untuk membangun ketangguhan kita dalam mengarungi hidup di dunia.

Rasulullah SAW bersabda, “Rabb kita Tabamka wa Ta’ala turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga malam terakhir; lalu Dia berfirman, “Siapa yang berdoa kepada-Ku, Aku akan memperkenankan doanya. Siapa yang meminta kepada-Ku, pasti akan Ku-beri. Dan siapa yang meminta ampun kepada-Ku, pasti akan Ku-ampuni'.”
HR. Bukhari, Muslim

Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda, “Pada malam hari terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang Muslim memanjatkan doa kepada Allah berkaitan dengan dunia dan akhiratnya bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberikan apa yang ia minta. Hal ini berlaku setiap malamnya.”
HR. Muslim

Allah SWT berfirman,
“Bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.”
(QS. Al Muzammil [73]: 2-3)

Aturlah waktu kita untuk memiliki kesempatan dalam kesendirian dan hanya berdoa kapada Allah SWT Manfaatkanlah kesunyian malam hari untuk “curhat” kepada Allah tentang apa saja, tentang persoalan kita, tentang kesulitan kita, atau tentang kebahagiaan kita karena sesungguhnya hanya Allah tempat kita mengadu dan memohon.

Perbanyak menunaikan shalat malam. Di dalam shalat, panjangkanlah sujud dan berdoalah dengan sungguh-sungguh. Nikmati kekhusyukan berdoa kepada Allah. Dalam salah satu haditsnya Rasulullah SAW bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada saat tiada naungan kecuali naungan-Nya...”
Di antaranya adalah,
“Seorang lelaki yang mengingat Allah dalam keadaan sendirian, lantas berlinanglah kedua matanya.”
HR. Bukhari, Muslim

KH. Abdullah Gymnastiar
11 September 2021

Minggu, 12 September 2021

Syafa'at Al Qur'an Di Dalam Kubur

Pertolongan Al-Quran di Alam Kubur.

- Dari Sa’id bin Sulaim ra, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Tiada penolong yg lebih utama derajatnya di sisi Allah pada hari Kiamat daripada Al-Qur’an. Bukan nabi, bukan malaikat dan bukan pula yang lainnya.” (Abdul Malik bin Habib-Syarah Ihya).

Bazzar meriwayatkan dalam kitab La’aali Masnunah bahwa jika seseorang meninggal dunia, ketika orang - orang sibuk dgn kain kafan dan persiapan pengebumian di rumahnya, tiba -tiba seseorang yang sangat tampan berdiri di kepala mayat. Ketika kain kafan mulai dipakaikan, dia berada di antara dada dan kain kafan.

-Setelah dikuburkan dan orang - orang mulai meninggalkannya, datanglah 2 malaikat. Yaitu Malaikat Munkar dan Nakir yang berusaha memisahkan orang tampan itu dari mayat agar memudahkan tanya jawab.

Tetapi si tampan itu berkata: ”Ia adalah sahabat karibku. Dalam keadaan bagaimanapun aku tidak akan meninggalkannya. Jika kalian ditugaskan utk bertanya kepadanya, lakukanlah pekerjaan kalian. Aku tidak akan berpisah dari orang ini sehingga ia dimasukkan ke dalam syurga.”
Lalu ia berpaling kepada sahabatnya dan berkata,”Aku adalah Al quran yang terkadang kamu baca dengan suara keras dan terkadang dengan suara perlahan.

-Jangan khawatir setelah menghadapi pertanyaan Munkar dan Nakir ini, engkau tidak akan mengalami kesulitan.”

-Setelah para malaikat itu selesai memberi pertanyaan, ia menghamparkan tempat tidur dan permadani sutera yang penuh dengan kasturi dari Mala’il A’la. (Himpunan Fadhilah Amal : 609)

Allahu Akbar, selalu saja ada getaran haru selepas membaca hadits ini. Getaran penuh pengharapan sekaligus kekhawatiran. Getaran harap karena tentu saja mengharapkan Al-Qur'an yang kita baca dapat menjadi pembela kita di hari yang tidak ada pembela. Sekaligus getaran takut, kalau-kalau Al-Qur'an akan menuntut kita.

Yaa Allah… terimalah bacaan Al-Qur'an kami. Sempurnakanlah kekurangannya.
Banyak riwayat yang menerangkan bahwa Al-Qur'an adalah pemberi syafa’at yang pasti dikabulkan Allah Subhana wa Ta'ala Aamiin...
QS 43:44 Al Qur'an akan diminta pertanggung jawaban
Qs. 18:103-106 Al Qur'an yang menjadikan Sholat, Puasa, Sedekah, Haji dan perbuatan baik..
Qs 43:36 Berpaling dari Al Qur'an syaitan teman karibnya...
Qs 20:100 Berpaling dari Al Qur'an akan memikul dosa yang Besar pada hari kiamat
Qs 41:41 Berpaling dari Al Qur'an pasti celaka
Qs 50:5 Berpaling dari Al Qur'an kacau balau kehidupannya....

Oleh: Prof. DR. Ahmad Sathori Ismail

Jumat, 27 Agustus 2021

Dzikir Berjamaah

 Assalamu’alaykum.

Pak Ustadz, saya dapat tugas baru dari kantor di luar pulau. Alhamdulillah saya dapat kontrakan rumah yang dekat dengan masjid. Setiap selesai shalat wajib khususnya Subuh, Maghrib para jamaah selalu dilanjutkan dengan dzikir berjamaah. Saya sendiri hanya ikut sekali saja dan setelahnya saya ditegur karena tidak ikut. Saya jadi seperti kurang disukai kalau shalat berjamaah dengan mereka. Bagaimana cara zikir atau wirid ba’da shalat wajib sesuai yang dicontohkan Rasulullah Saw.? Apakah setelah salat wajib Rasulullah memimpin doa secara berjamaah dan dzikir berjamaah? Bagaimana sikap saya tetap shalat disitu atau pindah masjid? Mohon penjelasannya. 
( G via email)

Wa’alaukumsalam ww.
Bapak ibu dan sahabat-sahabat yang dirahmati Allah. Pindah ketempat baru tentu membutuhkan adaptasi yang tidak mudah, apalagi terkait dengan ritual ibadah yang sebelumnya tidak Anda. Begini, jika kita mencontoh aktivitas dzikir atau wirid yang dilakukan Rasulullah SAW. setiap ba’da shalat adalah sebagai berikut.

Beliau membaca Istighfar (Astaghfirullahal‘azhim) sebanyak tiga kali, kemudian membaca
 “Allahumma antas-salam waminkas salam tabarakta dzaljalali wal ikram.” 
(H.R. Muslim dari Tsaban r.a.). 

Lalu membaca: Tasbih, “Subhanallah” 33 kali, Tahmid, “Alhamdulillah” 33 kali, dan Takbir “Allahu Akbar” 33 kali. Diteruskan dengan membaca: “Laa ilaha illallahu wahdahu laa syarikalahu lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai-in qodir.” (Tidak ada Tuhan kecuali Allah yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya kerajaan ini dan bagi-Nya pula segala puji. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu).

Hal ini merujuk pada hadis berikut. Abu Hurairah r.a. menerangkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
”Siapa yang tasbih tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga kali, takbir tiga puluh tiga kali, jadi jumlahnya sembilan puluh sembilan kali, kemudian digenapkan menjadi seratus kali dengan membaca “laa ilaaha illallahu wahdahu laa syarikalahu lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syain qodir”, maka diampuni Allah segala kesalahannya walaupun sebanyak buih di lautan.” 
 (H.R. MuslIm)

Setelah itu, silakan berdoa (secara individual) sesuai dengan keinginan dan harapan masing-masing, dengan suara lembut, penuh kerendahan hati (khusu’), dan husnuzhan (berbaik sangka) bahwa Allah akan mengabulkan. Dalam Al Quran, Allah SWT berfirman,

(205). وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

“Dan sebutlah nama Tuhan dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara di waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (Q.S. Al-’Araf: 205)

Kemudian dalam hadits Qudsi disebutkan, 
“Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla berfirman, ’Aku akan mengikuti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Dan Aku selalu menyertainya apabila ia berdoa kepada-Ku.’”
(H.R. Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits yang juga Rasulullah bersabda, 
“Wahai manusia, jika kamu memohon kepada Allah swt., maka mohonlah langsung ke hadirat-Nya dengan keyakinan bahwa doamu akan dikabulkan, karena Allah tidak akan mengabulkan doa yang keluar dari hati yang pesimis.” 
(H.R. Ahmad)

Bertolak dari analisis di atas jelaslah bahwa tidak ada satu pun dalil sahih yang menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. memimpin doa setelah shalat wajib. Bagi para pembaca yang pernah shalat di Masjidil Haram di kota Mekah atau Masjid Nabawi di Madinah tentu akan tahu, bahwa para imam di sana tidak ada satu pun yang memimpin doa setelah shalat wajib.

Kesimpulannya, tidak satu pun dalil shahih yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW memimpin doa setelah shalat wajib. Doa dan zikir diserahkan pada individu masing-masing alias tidak perlu dipimpin. Ini tentu tanpa mengurasi rasa hormat saya bagi yang masih melakukan dzikir berjamah.

Kemudian terkait dengan sikap jamaah kepada Anda mungkin itu disebabkan mereka belum tahu. Sebaiknya Anda juga bisa menjelaskan, mengapa Anda tidak ikut dzikir bersama mereka setelah shalat. Insya Allah jika dijelaskan secara baik dan santun maka bisa dipahami dan saling menghormati.

Hemat saya, sebaiknya Anda tetap shalat di masjid terdekat sebagai sarana silaturrahmi dan menjaga ukhuwah. Jangan sampai Anda tiba-tiba tidak mau berjamaah dengan mereka yang justru bisa menimbulkan prasangka negatif dan hubungan yang kurang harmonis. Berdzikir baik sendiri atau bareng-bareng itu hanya cara atau ikhtiar saja, namun yang utama adalah menjaga ukhuwah dengan shalat berjamaah.

Demikian penjelasannya semoga bermanfaat. Wallahu A’lam bishshawab.

Ustadz Aam Amiruddin
25 Agustus 2021

Selasa, 17 Agustus 2021

2 Jenis Shalat Sunah

Shalat sunah ada dua macam yakni mutlak dan muqayad. Shalat sunah muqayad adalah shalat sunah yang dianjurkan untuk dilakukan pada waktu tertentu atau pada keadaan tertentu. Seperti tahiyatul masjid, dua rakaat seusai wudhu, shalat sunah rawatib, dan sebagainya.

Sedangkan shalat sunah mutlak adalah semua shalat sunah yang dilakukan tanpa terikat waktu, sebab tertentu, maupun jumlah rakaat tertentu. Sehingga boleh dilakukan kapanpun, di manapun, dengan jumlah rakaat berapapun, selama tidak dilakukan di waktu atau tempat yang terlarang untuk shalat.

Keutamaan shalat sunnah mutlak ini dapat kita simak dari penjelasan sahabat Rabi’ah bin Ka’b al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
Aku pernah tidur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku layani beliau dengan menyiapkan air wudhu beliau dan kebutuhan beliau. Setelah usai, beliau bersabda: “Mintalah sesuatu.” Aku menjawab: ‘Aku ingin bisa bersama Engkau di surga.’ Beliau bersabda: “Yang selain itu?” ‘Hanya itu.’ Kataku. Kemudian beliau bersabda,

فَأعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ

“Jika demikian, bantulah aku untuk mewujudkan harapanmu dengan memperbanyak sujud.” (HR. Muslim).

Menurut ulama ahli hadits menjelaskan makna dari hadits tersebut bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan figur yang pandai berterima kasih kepada orang lain. Sehingga ketika ada orang yang melayani beliau, beliau tidak ingin itu menjadi utang budi bagi beliau. Sebagai wujud rasa terima kasih, beliau menawarkan kepada Rabi’ah yang telah membantunya, agar meminta sesuatu sebagai upahnya. Namun sang sahabat menginginkan agar upahnya berupa surga, bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk mewujudkan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta agar Rabi’ah memperbanyak sujud, dalam arti memperbanyak shalat sunah. Karena seseorang bisa melakukan sujud sebanyak-banyaknya dengan rajin shalat sunah mutlak.

Ustadz Aam Amiruddin
Agustus 2021

Jumat, 26 Februari 2021

Doa Dihilangkan Kebingungan dan Dilunasi Hutang

Pada suatu hari Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam masuk masjid. Tiba-tiba ada seorang sahabat bernama Abu Umamah radhiyallahu ’anhu sedang duduk di sana.
Beliau bertanya: ”Wahai Abu Umamah, kenapa aku melihat kau sedang duduk di luar waktu sholat?”
Ia menjawab: ”Aku bingung memikirkan hutangku, wahai Rasulullah.”
Beliau bertanya: ”Maukah aku ajarkan kepadamu sebuah do’a yang apabila kau baca maka Alloh ta’aala akan menghilangkan kebingunganmu dan melunasi hutangmu?”
Ia menjawab: ”Tentu, wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda, ”Jika kau berada di waktu pagi maupun sore hari, bacalah do’a:


اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ


”Ya Alloh, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.”
Kata Abu Umamah radhiyallahu ’anhu: ”Setelah membaca do’a tersebut, Alloh berkenan menghilangkan kebingunganku dan membayarkan lunas hutangku.”
HR. Abu Dawud 4/353

Jaga Iman dan Akhlak

 Sahabatku iman yang paling baik adalah akhlak Dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ ...