Kamis, 26 September 2019

Merasa Banyak Dosa Atau Banyak Amal?

Seorang santri bertanya tentang ungkapan perasaan seorang hamba yang merasa banyak dosa. Hamba tersebut mengharapkan surga, akan tetapi dia merasa tidak pantas untuk mendapatkannya. Dia merasa dirinya lebih pantas di neraka, akan tetapi dia sangat tidak menginginkannya. Lalu, tambah santri tadi, hamba yang seperti itu termasuk contoh orang seperti apa?

Saudaraku, merasa banyak dosa itu sesungguhnya jauh lebih baik dibanding merasa banyak amal. Orang yang merasa banyak amal biasanya akan sombong. Lain halnya dengan orang yang merasa banyak dosa, dia akan memperbanyak tobat.

Namun demikian, penting untuk diingat, kalau kita mersa banyak dosa itu bukan berarti kita harus mengumumkan dosa-dosa yang pernah dilakukan. Pernah begini, pernah begitu, sudah melakukan ini, sudah melakukan itu, dan lainnya. Jangan! Maksudnya bukan seperti itu, bukan membuka aib diri. Nanti, kita bisa jadi kufur nikmat karena selama ini Alloh Ta'ala telah menutupi dosa dan aib kita. Tobat kita hanya kepada-Nya.

Ketika Alloh Ta'ala menyukai seorang hamba, hati hamba itu akan dibukakan oleh Alloh untuk melihat dosanya yang besar. Dia seolah-olah melihat gunung yang akan jatuh menimpanya. Dia merasa sangat terancam dengan dosanya sehingga dia sangat sedih dan banyak bertobat.

Dia pun menjadi sangat sulit untuk sombong. Dia terus berharap ampunan dan rahmat Alloh Ta'ala. Namun, terhadap orang lain, Alloh justru membukakan hati mereka untuk melihat kemuliaan amalnya. Aib dan dosanya ditutup oleh Alloh Ta'ala. Orang semacam inilah yang termasuk orang beruntung.

Berbeda dengan orang celaka, dia tidak mampu melihat atau menyadari dosanya sendiri. Dia merasa suci, mulia, dan calon ahli surga. Dia merasa saleh sendiri. Padahal, terhadap orang lain, Alloh Ta'ala membukakan hati mereka untuk melihat aib dan kekurangannya. Orang semacam ini melihat dosanya bagaikan melihat lalat yang dianggap remeh. Dia cenderung ujub dan takabur pada amalnya. Inilah bahaya terbesar dalam hidup. Dia tidak sadar kalau hidup penuh dengan dosa.

Adakah di antara saudara yang membaca tulisan ini yang merasa tidak memiliki dosa atau merasa dosanya baru sedikit? Marilah kita bertobat. Persoalan terbesar dalam hidup ini adalah ketika memiliki banyak dosa, tetapi tidak merasa terancam dan tidak pula sanggup bertobat.

"Wahai Tuhanku! aku bukanlah orang yang pantas masuk surga, tetapi aku juga tidak mampu menahan panasnya api neraka. Maka terimalah tobatku, dan ampunilah dosa-dosaku. Karena hanya Engkau-lah yang dapat memberi maaf atas dosa-dosa yang besar."

"Dosaku bagaikan bilangan pasir, terimalah tobatku wahai Tuhanku yang memiliki keagungan. Umurku ini setiap hari berkurang, sedang dosaku selalu bertambah, bagaimana aku menanggungnya."

"wahai Tuhanku, hamba-Mu yang berbuat dosa telah datang kepada-Mu dengan mengakui seluruh dosa, dan telah memohon kepada-Mu. Seandainya engkau mengampuni, memang Engkaulah yang berhak mengampuni. Jika Engkau Menolak, kepada siapa lagi aku berharap selain kepada-Mu?" (Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami)

Sumber: 

Buku Ikhtiar Meraih Ridha Alloh Jilid 1 karangan Abdullah Gymnastiar.

Senin, 23 September 2019

Sebetulnya Kesulitan itu Lebih Aman

Sangat wajar apabila orang bergembira dengan jabatan tinggi yang didudukinya, uang bayak yang dikantonginya, atau aneka kesuksesan hidup yang mengiringinya. Namun, berhati-hatilah saudaraku apabila kita tengah memiliki itu semua. Sebab, yang namanya kesenangan itu lebih bahaya daripada kesulitan.

Mengapa? 
Di dalam kesenangan, nafsu biasanya akan lebih bebas beraksi. Saat memiliki banyak uang misalnya, kita lebih leluasa untuk membeli apa saja yang kita inginkan. Sesuatu yang tidak penting dan tidak bermanfaat pun dibeli dan dipamerkan. Kita baru ingat kalau barang yang sudah di beli itu tidak bermanfaat ketika sedang kesulitan uang atau saat melihat iklan jual beli barang bekas.

Begitu pula dengan gelar, jabatan, atau kedudukan, dia bisa menjadi ujian yang melenakan. Saat sedang menjabat kita merasa penting dan mulia sehingga bisa dengan seenaknya memerintah dan memarahi orang lain. Nafsu kita merajalela di sana. Namun, ketika jabatan itu lepas, nafsu kita akan diam tidak berkutik. Andaipun setelah tidak menjabat kita masih suka mengatur dan merasa penting, kita harus segera sadar.
"Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir." (QS. al-Ma'arij [70]:19-21).
Ayat-ayat berikutnya mengungkapkan pengecualian bagi orang-orang yang setia melaksanakan salat, bersedekah, meyakini adanya Hari Pembalasan dan Azab Allah, menepati janji, dan selalu berbuat baik.

Manusia diciptakan suka mengeluh. Namun, dalm menghadapi sebuah kesulitan, kita bisa curhat dan memohon pertolongan Allah, misalnya ketika salat. Kita yakin sepenuh hati bahwa hanya Allah Ta'ala yang dapat menolong karena Dialah yang menciptakan dan menggerakkan semuanya. Tidak ada sesuatu pun yang dapat terjadi tanpa izin-Nya.

Kesulitan lebih mudah dijadikan jalan bertobat dan mendekatkan diri kepada-Nya daripada kesenangan. Bagaimana tidak, dalam kesenangan nafsu pun ikut menggelora. Ketika memeroleh pangkat dan jabatan atau harta, kita cenderung pelit dan lupa kepada Zat yang Maha Pemberi, apabila terhadap sesama makhluk-Nya yang semestinya kita berbagi. Kita akan beranggapan kalau semua itu merupakan hasil kerja keras sendiri.

Kita perlu meragukan ucapan diri sendiri. Misalnya ketika kita berucap, "Saya akan bersedekah tetapi nanti kalau saya sudah memperoleh untung lebih banyak." Apabila kemudian mendapat lebih, nafsu akan tetap merasa kurang.
"Tidak! Bahkan, kamu mencintai kehidupan dunia dan mengabaikan (kehidupan) akirat." (QS. al-Qiyamah [75]:20-21).
Dalam kesenangan kita mudah lupa dan bernafsu pada hal-hal duniawi daripada kehidupan akhirat yang lebih penting.

Jadi, apalah artinya kesulitan di dunia, apabila dia bisa membuat kita bertobat dan mulia di sisi Allah. Ada banyak orang yang hidup bersama kesenangan, akan tetapi dibiarkan leluasa berbuat maksiat dan dosa. Na'udzubillah.. Menurut saya, lebih baik keadaan sulit yang mengantarkan kita kepada tobat dibandingkan kesenangan yang membuat semakin jauh dari-Nya.

Hal ini tentu saja bukan berarti anjuran untuk mencari-cari kesulitan maupun kesulitan untuk sekadar pencitraan. Kesulitan yang di maksud adalah episode -episode kehidupan yang ditakdirkan Allah yang harus kita terima sambil bertobat kepada-Nya. Yakinkan diri bahwa,
"sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." (QS. asy-Syarh [94]:5-6).
Mari kita tetap berikhtiar dan berharap hanya kepada Allah Ta'ala.

"-----------------------------------------------------------------
Keluh kesah menandakan kalau kita tidak ridha dengan takdir-Nya. Padahal, bagi orang beriman setiap takdir pasti baik.

(Sumber: Buku Ikhtiar Meraih Ridha Alloh Jilid 1 karangan Abdullah Gymnastiar)

Rabu, 04 September 2019

Tahun Baru Hijriyah

Tahun baru 1441 H merupakan suatu hal yang pasti bahwa usia kita bertambah dan jatah usia kita semakin berkurang. Sudah selayaknya kita menghisab diri sebelum dihisab oleh Allah Swt.

Apakah kehidupan kita banyak diisi dengan beribadah atau bermaksiat? 
Apakah kita banyak mematuhi ajaran Allah ataukah banyak melanggar aturan Allah? 
Apakah kita ini termasuk orang yang menunaikan shalat fardlu atau malah lalai dalam menunaikan shalat fardlu?
Apakah diri kita ini termasuk golongan orang-orang yang celaka mendapat siksa neraka?

Rasulullah bersabda :
Utsman bin Hasan bin Ahmad As-Syakir mengatakan:
“Tanda-tanda orang yang akan mendapatkan kecelakaan di akherat kelak ada empat perkara:

1. Terlalu mudah melupakan dosa yang diperbuatnya, padahal dosa itu tercatat di sisi Allah. Orang yang mudah melupakan dosa ia akan malas bertobat dan mudah mengerjakan dosa kembali.

2. Selalu mengingat (dan membanggakan) atas jasanya dan amal shalihnya, padahal ia sendiri tidak yakin apakah amal tersebut diterima Allah atau tidak. Orang selalu mengingat jasanya yang sudah lewat ia akan takabur dan malas untuk berbuat kebajikan kembali di hari-hari berikutnya.

3. Selalu melihat ke atas dalam urusan dunia. Artinya ia mengagumi sukses yang dialami orang lain dan selalu berkeinginan untuk mengejar sukses orang tersebut. Sehingga hidupnya selalu merasa kekurangan.

4. Selalu melihat ke bawah dalam urusan agama. Akibat ia akan merasa puas dengan amalnya selama ini, sebab ia hanya membandingkan amalnya dengan amal orang lain di bawah dia."

Muhammad Syafii Antonio
3 September 2019

Tawadhu

Orang yang tawadhu adalah orang yang senang dalam mencari ilmu, hikmah, dan juga pengalaman. Sedangkan orang yang sombong adalah orang yang selalu mendustakan segala kebenaran yang ada.

"Dan sesungguhnya Alloh mewahyukan padaku (Rasululloh Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam) untuk memiliki sifat tawadhu’. Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas pada yang lain."
(HR. Muslim No 2865)

Oleh karena itu marilah sahabat, kita miliki sikap tawadhu dalam hidup kita. Dan semoga dengan sikap tawadhu kita, Alloh mendatangkan rahmat dan juga cintanya kepada kita semua, Aamiin Ya Robbal alamin.....

KH. Abdullah Gymnastiar 
3 September 2019

Rabu, 21 Agustus 2019

Dzikir dan Akhlak Mulia

Sahabatku, kita mendambakan bisa menjadi pribadi yang berakhlak mulia mengikuti baginda Nabi Muhammad Shallallahu'alahi wassalam. Nah, akhlak mulia itu sangat dipengaruhi oleh dzikrullah, semakin baik kualitas dzikir seseorang, semakin banyak dzikir seseorang, maka akan semakin sempurna akhlaknya. Orang yang dzikir secara alakadarnya paling hanya akan berakhlak saja, tidak mencapai kesempurnaan dan kemuliaan akhlak.

Dzikrulloh akan membuat akhlak menjadi ikhlas. Ada yang berbuat baik supaya dianggap orang baik. Ada yang berbuat baik supaya orang lain membalas kebaikannya. Ada yang berbuat baik supaya orang lain tidak berbuat jelek kepadanya. Ada yang berbuat baik supaya orang lain merasa berutang budi karena kebaikannya. Semua ini tidak termasuk akhlak mulia, karena akhlak mulia itu berkaitan dengan dzikrulloh yaitu ikhlas.

Sulit sekali orang menjadi ahli syukur kalau tidak dzikir, karena sesungguhnya segala nikmat berasal dari Alloh Ta'ala. Sulit sekali orang bisa sabar jikalau tidak dzikir, karena sesungguhnya orang yang sabar itu adalah orang yang bisa menahan diri dan memilih yang Alloh sukai. Jadi, orang yang kurang dzikir maka akan kurang sempurna akhlaknya. Meskipun dia bisa berbuat baik, tapi pasti tidak mencapai pada kemuliaan akhlak.

Alloh Ta'ala. berfirman, 
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Alloh, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al Ahzab [33] : 41-43)
Oleh karena itu, marilah kita senantiasa mendawamkan dzikir dan istiqomah menjadikan dzikir bagian yang tak terpisahkan dari aktifitas kita sehari-hari. Semoga kita menjadi orang-orang yang berakhlak mulia dan istiqomah dalam kesempurnaan akhlak. Aamiin yaa Robbal’aalamiin.


KH. Abdullah Gymnastiar
20 Agustus 2019

Jumat, 19 Juli 2019

Muslih

Tidak ada yang tidak suka dengan orang baik, pasti semua orang akan merasa nyaman dekat dengan orang yang baik.

Menjadi orang baik harus dilanjutkan dengan Muslih, mengajak orang lain juga agar berbuat baik.

Terkadang orang baik dibenci, tidak apa. 
Rasulullah yang kita kagumi-pun dulu seperti itu saat menyerukan LAA ILAHA ILLALLOH, tapi beliau tidak surut berdakwah.

Lanjutkan... mengajak orang lain dalam kebaikan.

“Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.”
(HR. Muslim no. 1893)

KH. Abdullah Gymnastiar
18 Juli 2019

Selasa, 16 Juli 2019

Orang Tua dan Anak

Orang tua adalah cerminan bagi anak-anaknya, maka keteladanan apa yang kita berikan untuk anak-anak? Yaitu keteladanan yang baik dimana perbuatan, perkataan dan hati kita itu sama.

Jadi, jika ingin mempunyai anak yang jujur, bagus akhlaknya, bagus tahajudnya maka orang tua harus memberikan contoh yang sama, yaitu menjadi orang tua yang jujur, bagus akhlaknya dan bagus tahajudnya.

"Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah hingga ia fasih (berbicara), maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi." 
HR. Al-Baihaqi dan Ath Thabarani

K. H. Abdullah Gymnastiar
15 Juli 2019

Selasa, 18 Juni 2019

Amalan Terhebat

Tangan kanan memberi, tangan kiri tidak tahu itu lebih baik. Bisa jadi amalan ini kecil dalam pandangan kita, namun pahala di sisi Alloh sangatlah besar.

Adakah yang lebih kuat dari gunung, besi, api, air, angin?

Dialah orang yang memberi dengan tangan kanan dan tangan kirinya tidak tahu

Dan inilah amalan terhebat di mana kita akan mendapatkan naungan di hari akhir.

Seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, ia menyembunyikan amalnya itu sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari no. 1421)

KH. Abdullah Gymnastiar 
17 Juni 2019

Sabtu, 01 Juni 2019

Ketika Yang Paling Serius Tidak Diseriusi

Benarkah kita yakin bahwa Alloh Ta’ala yang menciptakan, menghidupkan dan memberikan rezeki pada kita? Benarkah kita yakin bahwa Alloh yang menciptakan dan menguasai langit dan bumi? Kalau kita benar-benar yakin, sebesar atau sedalam apakah keyakinan tersebut? mari kita evaluasi diri kita masing-masing.

Jika kita mengatakan bahwa keyakinan dan cinta kepada Alloh harus total dan sedalam-dalamnya, karena Dialah Yang Maha Segalanya, itu artinya Alloh adalah yang paling penting dalam hidup ini. Lalu,mengapa kita tidak serius kepada Alloh hanya memberikan yang sisa dalam hidup?

Sehari-hari kita bersujud kepada Alloh Ta’ala hanya di sisa waktu kesibukan. Kita bersedekah hanya dengan sisa yang jajan. Kita membaca Al-Quran hanya sisa membaca SMS, internet, majalah atau koran. Kita menyebut nama Alloh Ta’ala juga sisa dari menyebut-nyebut nama keluarga, kenalan maupun nama hewan peliharaan.

Hal yang lebih menyedihkan lagi, kita serius dan saling berlomba serta berbangga diri mempelajari ilmu komputer, akuntansi, bahas, matematika, biologi dan lainnya. Namun, ilmu tentang Alloh tidak begitu serius dan penting bagi kita. Ilmu tentang Alloh hanya sisa, yang seringkali sisa itu pun tidak kita sisakan.

Kita lebih sibuk pada uang dan orang, lebih mengurus pangkat dan gelar. Dibanding cinta kepada Alloh, kita lebih cinta pada makhluk. Dibanding membuka Al-Quran kita lebih asik membuka medai sosial. Daripada berzikir kita lebih menikmati menginat dan mengenang makhluk yang ditaksir, bahkan kita sering terlambat shalat karena sedang ada si dia.

Tidak terbanyangkan, bagaimana bisa kira berani memberikan sisa-sisa kesibukan duniawi kepada Alloh Tuhan Semesta Alam? Kita mengatakan bahwa yang paling serius dalam hidup adalah Allloh, tetapi kita sendiri sangat tidak serius kepada-Nya.

Kalau benar kita serius kepada Alloh Ta’a, kita pun harus serius mempelajari, mengenal, mendekat dan mengabdi kepada-Nya. Ilmu tentang Alloh harus kita cari dan pelajari agar kita semakin mengenal dan semakin larut cinta kepada-Nya. CInta tidak ada artinya kalau hanya di bibir saja.

Misalnya, saat terjadi sesuatu yang luar biasa, kita boleh saja mengucap nama Alloh. Saat mendapat rezeki kita bisa saja berkata, “Alhamdulillah, Alloh Yang Maha Memberi”. Tetapi benarkah kata-kata itu sesuai dengan yang ada di lubuk hari yang terdalam? Atau mungkin, kita bersusah-payah mengeluarkan suara serak-serak basah karena sedang di dekap calon mertua atau bos.

Kita biasa memajang stiker, ukiran, kaligrafi, spanduk ataupun baliho bertuliskan “Allah” di ruang tamu. Kita sudah hapal rukun iman sejak di TK atau SD. Namun, apakah kita sudah mengenal siapa dan bagaimana Alloh? Lalu, apakah keyakinan dan cinta kita kepada-Nya sudah terpahat dalam di hati?
“Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sungguh, Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam dada(mu).” (QS. Az-Zumar [39]:7).
Saudaraku, kalau kita yakin bahwa yang paling penting dan paling serius dalam hidup adalah Alloh, kita juga akan serius mengenal-Nya. Kalau kita serius mempelajari ilmu yang paling agung, yaitu ilmu tentang Alloh, kita juga akan mengenal banyak hal yang ada di bumi, langit atau kehidupan ini. Kapan dan dimana pun yakin bahwa Alloh selalu memperhatikan. Dengan cara itulah hidup kita akan tenang, nyaman dan hati-hati.

Sebaliknya, hidup akan resah dan gelisah ketika yang paling serius tidak diseriusi. Kita akan galau dan bingung sendiri setiap kali menjalani bagian demi bagian episode kehidupan. ketidak seriusan belajar dan mengenal Alloh Ta’ala itulah sumber seluruh masalah dalam hidup.

Alloh pasti memerhatikan. Alloh juga menatap saudara saat sedang membaca tulisan ini. Alloh pasti tahu apa yang ada dilubuk hati kita. Persoalannya, apakah kita benar -benar ingat dan yakin kalai kita sedang diperhatikan-Nya. Mari kita serius mengenal Alloh Ta’ala, Tuhan Semesta Alam.

KH.Abdullah Gymnastiar, ed. 2015. Ihktiar Meraih Ridha Allah. Bandung (ID): Emqies Publishing.)

31 Mei 2019

Senin, 20 Mei 2019

Rumus Kehidupan

Saudaraku, masih ingatkah kita dengan sejumlah rumus yang pernah diajarkan di sekolah, seperti rumus luas lingkaran, segitiga, kubus dan sebagainya? Rumus-rumus itu diajarkan di sekolah unutk memudahkan kita dalam menghitung. Maka, rumus-rumus ini menjadi sangat penting. Orang tidak lulus ujian di sekolah bukan karena salah soal, tetapi karena salah rumusnya. Salah rumus, salah jawabannya.

Begitu dengan kehidupan ini. Rumus kehidupan adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wassalam. Di antaranya adalah rumus untuk menghadapi aneka masalah yang sangat dekat dengan keseharian kita. Kita bisa membacanya pada surah Al-Baqarah [2] ayat 155-157, 
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’ (sesungguhnya kami milik Alloh, dan kepada-Nyalah kami kembali). Merekalah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Rumus ini menerangkan bahwa Alloh Ta’ala akan menimpakan sedikit ujian kepada hamba-hamba-Nya. Ketakutan, kelaparan maupun kekurangan harta itu semua pasti akan ditimpakan kepada manusia, tidak bisa tidak. Namun demikian, ayat tersebut ada sambungannya, yaitu bahwa Alloh akan memberikan kabar gembira bagi orang yang sabar dalam melaluinya. Jadi kalau kita sabar, kepahitan itu sebetulnya adalah kabar gembira.

Lalu, sabar itu apa? Kita mengatakan dengan penuh keyakinan bahwa semua milik Alloh dan kita pasti kembali kepada-Nya. Satu tidak merasa memiliki. Dua tidak punya tempat kembali. Dengan demikian, selama kita merasa memiliki dan selama kita masih mencari tempat kembali selain Alloh, selama itu pula tidak akan ada sabar.

Jadi, dari musibahlah datangnya berita gembira bagi orang yang sabar, yaitu orang yang merasa tidak memiliki apapun, kecuali yakin lahir dan batin kalau semuanya milik Alloh Ta’ala. Maka, siapa yang ingin mendapatkan keberkahan yang sempurna, curahan rahmat dan petunjuk, dia harus siap melewati kepahitan yang sedikit dan pasti ditimpakan.

Ketika diberikan sebuah ujian, kita merasa menderita itu bukan karena ujiannya yang besar. Ujiannya itu hanya sedikit dan kepahitannya untuk kita pun sudah diukur. yang mendramatisisasinya. Mengapa? Sebab, kita belum tahu rumusnya.

Ada orang yang malah sengaja mendramatisasi kesulitannya sendiri karena dia tidak tahu atau lupa rumusnya. Kepahitannya justru dijadikan sebagai pencitraan agar orang-orang kasihan lalu membantunya, maupun supaya orang-orang menganggap dirinya hebat.

Jadi saudaraku, untuk apa? Ujian hidup kita yang sedikit itu urusannya dengan Alloh Ta’ala dan setiap jalan keluar juga milik-Nya. Berdoalah kepada Alloh dan bersabarlah. Tidak akan ada gunanya kita menangisi masalah, mempersalahkan orang lain, atau mencari simpati dan pencitraan atas masalah yang dihadapi, kecuali hanya akan membuat kita semakin menderita. 
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Alloh hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d [13]:28)
Jadi, mari kita baca dan pelajari Al-Qur’an dan Sunnah. Kita pahami rumus kehidupan yang telah dijelaskan dengan sangat terang agar kita bisa lulus ketika menghadapi ujian dan agar hidup kita yang sementara ini tidak gagal.

“Mustahil bagi kita untuk mendapatkan jalan keluar dari himpitan masalah, tercapai keinginan yang terbaik atau selamat dari ancaman, kecuali hanya dengan pertolongan-Nya.”

KH. Abdullah Gymnastiar, ed. 2015. 𝘐𝘩𝘬𝘵𝘪𝘢𝘳 𝘔𝘦𝘳𝘢𝘪𝘩 𝘙𝘪𝘥𝘩𝘢 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 . Bandung (ID): Emqies Publishing.)

Kamis, 02 Mei 2019

Liqoouhu

Assalaamu alaikum wa rahmatullaahi wa barkaatuhu.

SubhanAllah saat ratu bidadari menangis melihat keadaan imamnya, mendengar wasiat dan bahwa kematian janganlah ditakuti, karena mati adalah ”liqoouhu” jalan satu-satunya berjumpa dengan Allah yang kita sangat cinta rindu beribadah taat kepadaNya.

‎الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
(QS Al Baqoroh 46)
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Allah Ta’ala berfirman:

‎إِذَا أَحَبَّ عَبْدِي لِقَائِي أَحْبَبْتُ لِقَاءَهُ وَإِذَا كَرِهَ لِقَائِي كَرِهْتُ لِقَاءَهُ.

“Bila hamba-Ku senang bertemu dengan Aku, maka Aku juga senang bertemu dengannya. Bila hamba-Ku tidak senang bertemu dengan Aku, maka Aku pun tidak senang bertemu dengannya.” 
(HR. Malik, Ahmad, Bukhari dan Nasa’i)

SubhanAllah dia nangis walau abang masih ada infus akan beranjak untuk memeluknya. InsyaAllah semua kita dikumpulkan Allah bersama umat Rasulullah dalam RIDHO, RAHMAT dan SYURGA...aamin aamiin aamiin.

Terputus karena yang pegang kamera menangis.

Penang Malaysia

K. H. Muhammad Arifin Ilham 
1 Mei 2019

Jaga Iman dan Akhlak

 Sahabatku iman yang paling baik adalah akhlak Dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ ...