Sabtu, 04 Januari 2020

Ucapan ”Seandainya" Ketika Mendapati Musibah

Dari Abu Hurairah ra bahwa RasuluIlah SAW. bersabda, ”Mukmin yang kuat Iebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada Mukmin yang lemah, namun keduanya memiliki kebaikan. Berlombalah untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirimu. Mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah merasa lemah.
Jika engkau terkena sesuatu musibah, jangan berkata 'Seandainya aku mengerjakan begini, tentu akan menjadi begini dan begitu’. Tetapi katakanlah,' ini adalah takdir Allah. Dan siapa saja yang dikehendaki-Nya pasti terjadi dan apa saja yang dikehendaki-Nya pasti terjadi’. Karena sesungguhnya ucapan ’seandainya’ membuka pintu masuknya godaan setan."
(HR. Imam Muslim).

Ucapan ”seandainya” hanya akan menambah kerumitan yang dihadapi. Kita bisa ribut dan saling menyalahkan. Apapun kejadian yang tidak diingini harus menerimanya ucapan,"ini adalah takdir-Nya".

Ya, kita harus menerimanya dengan ridha karena tidak menerima pun tetap terjadi. Umpamanya sebuah genteng Jatuh dan mengenai jidat. Kita tidak bisa mengeIuh, “Saya tidak terima". Bukankah tanda terimanya sudah Jelas, yaitu benjol atau luka di kepala yang bisa dilihat orang-orang. Begitu dengan tangan yang melepuh tadi, dan Iain-Iain. Itu sudah takdir Allah Ta’ala. Jalani semuanya tanpa kata "seandainya”.

Kemudian, jangan berhenti hanya pada menerima saja. Seperti pepatah “nasi sudah jadi bubur", kita memang harus menerima dan ridha terhadap bubur tersebut.Tetapi bukan berarti buburnya mesti dibuang. Carilah bahan dan bumbu Iainnya sehingga menjadi bubur ayam spesial.

Begitu pula dengan, misalnya, mobil penyok. Kita tidak perlu meributkan bagian yang penyok itu. Lihat dan syukurilah bagian yang masih bagus sambil memperbaiki yang rusak di bengkel. Boleh jadi, inilah cara Allah untuk memberikan rezeki kepada tukang bengkel. Ambillah pelajaran atau hikmah dari setiap kejadian.

Allah, Dialah Zat Yang Maha Menentukan. Kita yakin saja kepada-Nya dalam segala hal. Kita yakin bahwa tidak akan pernah ada yang tertukar. Apa yang Allah tetapkan untuk kita, pasti bertemu atau terjadi. Begitu Sebaliknya. Baik rezeki, jodoh, dan semuanya. Apa pun itu, sekali pun keberadaannya tampak jauh dari kita, jika Dia menghendaki, pasti akan datang menghampiri.

Di sini termasuk pula kemuliaan. Kemuliaan bukan berasal dari pujian orang-orang. kemuliaan adalah pemberian dari Allah Ta’ala kepada hamba-hamba yang pantas menerimanya, yaitu mereka yang bertakwa. 0rang yang bertakwa adalah orang yang tauhidnya paling bersih. Dia yakin sepenuhnya kepada Allah. Dia patuh dan pasrah kepada-Nya. Semakin yakin kita kepada Allah, kepatuhan dan kepasrahan pun akan terhujam di dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.

Orang yang bertakwa dan tauhidnya kokoh, dia pasti yakin bahwa tidak ada sesuatu pun yang tertukar dia akan mudah menerima, menjalani, dan menghadapi takdir. Pikirannya positif dan sanggup mengambil hikmah sehingga episode-episode kehidupan berikutnya bisa dijalani dengan baik.

Dari Abu Darda ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda ”Bagi segala sesuatu ada hakikatnya. Dan seorang hamba Allah tidak akan dapat mencapai hakikat iman sehingga dia mengetahui bahwa apa yang menimpanya tidak akan meleset atau terlepas darinya. Dan apa yang terlepas darinya tidak akan dapat menimpanya.” (HR. Ahmad dan Thabrani).

Namun tentu saja, ilmu yakin ini bukan berarti memperbolehkan pengabaian syariat. Rezeki misalnya dia sudah diatur oleh Allah, tetapi kita jangan diam saja.

Kita tetap harus bergerak dan berupaya dengan cara yang baik dan halal. Adapun setelah berusaha ke sana-sini masih belum bertemu, kita harus tetap tenang karena Dia Maha Melihat.

Demikian pula saat di perjalanan, sabuk pengaman dan helm tetap harus dipakai karena Allah Ta’ala sudah menakdirkan keduanya ada. Dan, aturannya pun mengharuskan kita untuk memakainya. Bagaimana kalau tetap celaka juga? Celaka atau tidak adalah takdir dari Allah, itu jelas. Ada hal-hal tertentu yang berada di luar kemampuan kita untuk mengendalikannya. Maka,tugas kita adalah berusaha menyempurnakan syariat sebagai amal saleh kita. Sekali pun nanti takdirnya celaka, amal saleh itu sudah dicatat di sisi-Nya. *

“Bagi segala sesuatu ada hakikatnya Dan seorang hamba Allah tidak akan dapat mencapai hakikat iman sehingga dia mengetahui bahwa apa yang menimpanya tidak akan meleset atau terlepas darinya. Dan apa yang terlepas darinya tidak akan dapat menimpanya.”
(HR. Ahmad dan ath-Thabrani)

KH. Abdullah Gymnastiar
3 Januari 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jaga Iman dan Akhlak

 Sahabatku iman yang paling baik adalah akhlak Dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ ...