Senin, 27 September 2021

Membaca Al-quran

 “Dan didatangkan pula seseorang yang mempelajari ilmu dan membaca Al-Qur’an, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan, sehingga ia mengetahuinya dengan jelas.

Allah bertanya: ‘Apa yang telah kamu perbuat?
Dia menjawab, ‘Saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca Al Qur’an demi Engkau.’
Allah berfirman: ‘Kamu dusta, akan tetapi kamu belajar ilmu agar dikatakan “seorang ‘alim” dan kamu membaca Al Qur’an agar dikatakan seorang “Qari’” , dan kini kamu telah dikatakan seperti itu, kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka.
(HR. Muslim : 1905)

Sahabat yang baik, dari hadits tersebut, kita mengetahui ada orang-orang yang membaca al-quran tapi hal tersebut tidak mendekatkan dirinya kepada Allah, malahan membuat Allah murka kepadanya.
Mereka adalah : orang yang membaca alquran karena ingin mendapatkan pujian manusia, tidak ikhlas karena Allah, bukan untuk memahami dan mengamalkan isi quran, tapi untuk medapatkan gelar seorang ‘alim atau qari’ sehingga dia dimurkai dan dicampakkan Allah ke dalam neraka.

KH. Abdullah Gymnastiar
25 September 2021

Minggu, 19 September 2021

Silent Shodaqoh

 Seorang lelaki masuk ke toko buah " Berapa harga pisang dan apel sekilo ? "

Penjual: " Pisang sekilo Rp 15 rb, kalo apel sekilo Rp 50 rb.
 "
Tidak lama kemudian seorang Ibu yang sudah kenal dengan si penjual masuk kedalam toko.

Ibu : Berapa harga satu kilo pisang dan apel ?
Penjual : Pisang Rp 5 rb sekilo, klw apel Rp 20 rb sekilo
Ibu : Alhamdulillah...

Merasa di curangi lelaki tadi mendekati penjual dengan mata yang memerah karena marah dan akan ngomel pada penjual, tetapi si penjual segera memberi isyarat mata dan berkata padanya: " tunggu saya sebentar "

Kemudian si penjual memberikan kepada si Ibu tsb 1 kg pisang dan 1 kg apel dengan total harga Rp 25 rb.

Ibu itu pergi dengan gembira dan berkata : " Alhamdulillah terimakasih Ya Allah... anak-anakku akan bisa makan buah."

Setelah Ibu tsb pergi, si penjual meminta maaf pada pembeli lelaki tadi dan berkata: " Demi Allah, aku tidak mencurangimu. Tetapi Ibu itu mempunyai empat anak yatim namun dia selalu menolak bantuan apapun dari orang lain, setiapkali aku ingin membantunya pasti dia menolak.

Saya berfikir keras bagaimana caranya saya bisa menolongnya tanpa membuat dia merasa malu, dan aku tidak menemukan cara selain ini, yaitu dengan mengurangi harga untuknya.
Aku ingin dia tetap merasa tidak membutuhkan bantuanku dan aku juga ingin berniaga dengan Allah dan menyenangkan hati mereka.

Ibu itu datang kemari seminggu sekali. Demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya, setiap kali Ibu itu membeli buah dariku, hari itu aku selalu mendapatkan untung berlipat-lipat dan mendapatkan Rizqi dari jalan yang tak kusangka

Seketika itu lelaki pembeli tadi meneteskan air mata dan segera mencium tangan mulia si penjual.

Sungguh dalam menolong kebutuhan orang lain, ada kelezatan yang hanya bisa dirasakan oleh orang yang pernah melakukannya
Pancinglah turunnya Rizqi dengan cara bersedekah...!

Semoga kita bisa seperti itu di Jumat barokah ini.... Aamiin....

Jumat, 17 September 2021

Rahasia Agar Ridho Dalam Menerima Takdir

Sahabatku, salah satu kiat agar kita mampu menghadapi persoalan hidup adalah ridha pada apa yang terjadi. Ridha terhadap apa yang akhirnya terjadi atau ridha pada hasil yang akhirnya kita terima setelah usaha yang kita lakukan.

Mengapa kita harus ridha? 
Karena kalau tidak ridha pun kejadian yang sudah terjadi tetap terjadi, hasil yang sudah kita terima tetap kita terima. Contoh sederhananya, kita sedang berjalan tiba-tiba sebuah bola mengenai kening kita cukup keras. Sikap terbaik menghadapi kenyataan seperti ini adalah ridha, karena toh bola sudah mengenai kening kita. “Tanda terima” berupa benjolan bekas lemparan bola sudah ada di kening kita. Jika ada rasa sakit, maka biarkan saja sejenak rasa sakit yang sebentar itu. Tidak perlu menggerutu atau mengutuk keadaan. Lebih baik beristighfar.

Rasulullah SAW bersabda, “Akan merasakan kelezatan iman, orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabb-nya dan Islam sebagai agamanya, serta ( Nabi ) Muhammad sebagai Rasulnya.” (HR. Muslim)

Sebagaimana isi hadits ini, bersikap ridha akan mendatang kan rasa tentram di dalam batin kita. Sebenarnya, penderitaan yang kita rasakan saat menggerutu dan mengutuk kejadian buruk bukan karena peristiwanya, melainkan karena sikap kita yang tidak ridha pada peristiwa tersebut.

Contoh lainnya yang sering terjadi adalah mengejek atau mencibir keadaan diri sendiri. Ada orang yang mengejek dirinya sendiri hanya karena hidungnya tidak mancung, kulitnya gelap, posturnya pendek, atau terlahir dari keluarga yang tidak kaya raya. Orang-orang seperti ini akhirnya merasakan penderitaan. Penderitaan mereka bukan disebabkan oleh kenyataan, melainkan oleh sikap mereka sendiri terhadap kenyataan. Maka, tidak heran jika orang seperti ini mengalami stres.

Seperti kisah seorang wanita yang sudah melewati usia 30 tahun, kemudian ia pontang panting menghindari gejala penuaan dengan cara operasi plastik. Biaya yang mahal dikejarnya tapi keriput di wajah tetap saja muncul. Dia pun stres. Ini contoh orang yang tidak ridha menghadapi kenyataan dan menyikapinya secara berlebihan. Ia tidak ridha menghadapi kenyataan bahwa muda dan tua adalah sunnatullah yang akan dialami manusia.

Saudaraku, ridha bukanlah pasrah begitu saja. Ridha adalah keterampilan kita untuk realistis menerima kenyataan. Hati menerima, pikiran dan fisik berikhtiar memperbaiki diri sehingga bisa menemui kenyataan yang lebih baik lagi. Jika sakit gigi, bersikaplah ridha dengan menerima bahwa itu ujian dari Allah, sembari kaki melangkah ke dokter gigi sebagai bentuk ikhtiar mengobati dan merawat gigi karena itu adalah titipan Allah Swt. Boleh jadi sakit gigi karena kelalaian kita merawat titipan Allah tersebut.

Oleh karena itu, peristiwa apa pun yang terjadi di dalam hidup kita, marilah kita hadapi dengan ridha: terima dengan lapang dada tanpa berkeluh kesah dan yakini bahwa segala yang terjadi ada dalam kekuasaan Allah Swt. Tidak ada kejadian apa pun yang luput dari pengetahuan dan kekuasaan-Nya. Sekalipun peristiwa tersebut tidak sesuai dengan harapan kita, bahkan cenderung pahit untuk diterima. Ridha adalah sikap terbaik agar ujian tersebut berbuah berkah bagi kita.

Bersikap ridha itu seperti menanak nasi tapi terlalu banyak air sehingga beras yang kita tanak malah menjadi bubur. Menghadapi kenyataan seperti ini maka sikap terbaik kita bukanlah menggerutu atau marah-marah, melainkan bersikaplah ridha sembari mencari daun seledri, kacang kedelai, dan suwiran daging ayam, lalu ditambahi kecap dan kerupuk. Maka, jadilah bubur ayam spesial.

Ridha akan membuat hidup kita lebih nyaman dan lapang. Bukankah kita ingin Allah SWT ridha kepada kita? Jalannya adalah bersikap ridha pada apa pun keputusan-Nya. 
Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang ridha ( pada ketentuan Allah ), maka Allah akan ridha kepadanya.” (HR. Tirmidzi)

KH. Abdullah Gymnastiar
15 September 2021

Senin, 13 September 2021

Luangkanlah Waktu Untuk Menyendiri Mendekatkan Diri Kepada ALLAH

     Luangkanlah waktu untuk menyendiri, merenung, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Waktu yang paling kondusif adalah pada Sepertiga malam manakala alam terasa sunyi karena makhluk sedang tertidur. Pada suasana yang sepi, zikir dan doa yang kita panjatkan kepada Allah Swt akan jauh lebih khusyuk dan lebih meresap di dalam hati. Selain berlimpah pahala, ibadah malam ini juga memberi banyak manfaat bagi fisik dan batin kita. Hati menjadi lebih tenang dan lapang, pikiran jadi lebih jernih dan segar. Karenanya, diri kita jauh lebih siap menghadapi berbagai kemungkinan dan persoalan yang terjadi di sepanjang hari.

     Manfaatkan waktu sepertiga malam ini untuk membersihkan diri dengan istighfar dan memohon kekuatan kepada Allah sehingga hati kita lebih mantap dan istiqamah dalam ketaatan. Inilah modal utama untuk membangun ketangguhan kita dalam mengarungi hidup di dunia.

Rasulullah SAW bersabda, “Rabb kita Tabamka wa Ta’ala turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga malam terakhir; lalu Dia berfirman, “Siapa yang berdoa kepada-Ku, Aku akan memperkenankan doanya. Siapa yang meminta kepada-Ku, pasti akan Ku-beri. Dan siapa yang meminta ampun kepada-Ku, pasti akan Ku-ampuni'.”
HR. Bukhari, Muslim

Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda, “Pada malam hari terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang Muslim memanjatkan doa kepada Allah berkaitan dengan dunia dan akhiratnya bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberikan apa yang ia minta. Hal ini berlaku setiap malamnya.”
HR. Muslim

Allah SWT berfirman,
“Bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.”
(QS. Al Muzammil [73]: 2-3)

Aturlah waktu kita untuk memiliki kesempatan dalam kesendirian dan hanya berdoa kapada Allah SWT Manfaatkanlah kesunyian malam hari untuk “curhat” kepada Allah tentang apa saja, tentang persoalan kita, tentang kesulitan kita, atau tentang kebahagiaan kita karena sesungguhnya hanya Allah tempat kita mengadu dan memohon.

Perbanyak menunaikan shalat malam. Di dalam shalat, panjangkanlah sujud dan berdoalah dengan sungguh-sungguh. Nikmati kekhusyukan berdoa kepada Allah. Dalam salah satu haditsnya Rasulullah SAW bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada saat tiada naungan kecuali naungan-Nya...”
Di antaranya adalah,
“Seorang lelaki yang mengingat Allah dalam keadaan sendirian, lantas berlinanglah kedua matanya.”
HR. Bukhari, Muslim

KH. Abdullah Gymnastiar
11 September 2021

Minggu, 12 September 2021

Syafa'at Al Qur'an Di Dalam Kubur

Pertolongan Al-Quran di Alam Kubur.

- Dari Sa’id bin Sulaim ra, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Tiada penolong yg lebih utama derajatnya di sisi Allah pada hari Kiamat daripada Al-Qur’an. Bukan nabi, bukan malaikat dan bukan pula yang lainnya.” (Abdul Malik bin Habib-Syarah Ihya).

Bazzar meriwayatkan dalam kitab La’aali Masnunah bahwa jika seseorang meninggal dunia, ketika orang - orang sibuk dgn kain kafan dan persiapan pengebumian di rumahnya, tiba -tiba seseorang yang sangat tampan berdiri di kepala mayat. Ketika kain kafan mulai dipakaikan, dia berada di antara dada dan kain kafan.

-Setelah dikuburkan dan orang - orang mulai meninggalkannya, datanglah 2 malaikat. Yaitu Malaikat Munkar dan Nakir yang berusaha memisahkan orang tampan itu dari mayat agar memudahkan tanya jawab.

Tetapi si tampan itu berkata: ”Ia adalah sahabat karibku. Dalam keadaan bagaimanapun aku tidak akan meninggalkannya. Jika kalian ditugaskan utk bertanya kepadanya, lakukanlah pekerjaan kalian. Aku tidak akan berpisah dari orang ini sehingga ia dimasukkan ke dalam syurga.”
Lalu ia berpaling kepada sahabatnya dan berkata,”Aku adalah Al quran yang terkadang kamu baca dengan suara keras dan terkadang dengan suara perlahan.

-Jangan khawatir setelah menghadapi pertanyaan Munkar dan Nakir ini, engkau tidak akan mengalami kesulitan.”

-Setelah para malaikat itu selesai memberi pertanyaan, ia menghamparkan tempat tidur dan permadani sutera yang penuh dengan kasturi dari Mala’il A’la. (Himpunan Fadhilah Amal : 609)

Allahu Akbar, selalu saja ada getaran haru selepas membaca hadits ini. Getaran penuh pengharapan sekaligus kekhawatiran. Getaran harap karena tentu saja mengharapkan Al-Qur'an yang kita baca dapat menjadi pembela kita di hari yang tidak ada pembela. Sekaligus getaran takut, kalau-kalau Al-Qur'an akan menuntut kita.

Yaa Allah… terimalah bacaan Al-Qur'an kami. Sempurnakanlah kekurangannya.
Banyak riwayat yang menerangkan bahwa Al-Qur'an adalah pemberi syafa’at yang pasti dikabulkan Allah Subhana wa Ta'ala Aamiin...
QS 43:44 Al Qur'an akan diminta pertanggung jawaban
Qs. 18:103-106 Al Qur'an yang menjadikan Sholat, Puasa, Sedekah, Haji dan perbuatan baik..
Qs 43:36 Berpaling dari Al Qur'an syaitan teman karibnya...
Qs 20:100 Berpaling dari Al Qur'an akan memikul dosa yang Besar pada hari kiamat
Qs 41:41 Berpaling dari Al Qur'an pasti celaka
Qs 50:5 Berpaling dari Al Qur'an kacau balau kehidupannya....

Oleh: Prof. DR. Ahmad Sathori Ismail

Jumat, 27 Agustus 2021

Dzikir Berjamaah

 Assalamu’alaykum.

Pak Ustadz, saya dapat tugas baru dari kantor di luar pulau. Alhamdulillah saya dapat kontrakan rumah yang dekat dengan masjid. Setiap selesai shalat wajib khususnya Subuh, Maghrib para jamaah selalu dilanjutkan dengan dzikir berjamaah. Saya sendiri hanya ikut sekali saja dan setelahnya saya ditegur karena tidak ikut. Saya jadi seperti kurang disukai kalau shalat berjamaah dengan mereka. Bagaimana cara zikir atau wirid ba’da shalat wajib sesuai yang dicontohkan Rasulullah Saw.? Apakah setelah salat wajib Rasulullah memimpin doa secara berjamaah dan dzikir berjamaah? Bagaimana sikap saya tetap shalat disitu atau pindah masjid? Mohon penjelasannya. 
( G via email)

Wa’alaukumsalam ww.
Bapak ibu dan sahabat-sahabat yang dirahmati Allah. Pindah ketempat baru tentu membutuhkan adaptasi yang tidak mudah, apalagi terkait dengan ritual ibadah yang sebelumnya tidak Anda. Begini, jika kita mencontoh aktivitas dzikir atau wirid yang dilakukan Rasulullah SAW. setiap ba’da shalat adalah sebagai berikut.

Beliau membaca Istighfar (Astaghfirullahal‘azhim) sebanyak tiga kali, kemudian membaca
 “Allahumma antas-salam waminkas salam tabarakta dzaljalali wal ikram.” 
(H.R. Muslim dari Tsaban r.a.). 

Lalu membaca: Tasbih, “Subhanallah” 33 kali, Tahmid, “Alhamdulillah” 33 kali, dan Takbir “Allahu Akbar” 33 kali. Diteruskan dengan membaca: “Laa ilaha illallahu wahdahu laa syarikalahu lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai-in qodir.” (Tidak ada Tuhan kecuali Allah yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya kerajaan ini dan bagi-Nya pula segala puji. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu).

Hal ini merujuk pada hadis berikut. Abu Hurairah r.a. menerangkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
”Siapa yang tasbih tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga kali, takbir tiga puluh tiga kali, jadi jumlahnya sembilan puluh sembilan kali, kemudian digenapkan menjadi seratus kali dengan membaca “laa ilaaha illallahu wahdahu laa syarikalahu lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syain qodir”, maka diampuni Allah segala kesalahannya walaupun sebanyak buih di lautan.” 
 (H.R. MuslIm)

Setelah itu, silakan berdoa (secara individual) sesuai dengan keinginan dan harapan masing-masing, dengan suara lembut, penuh kerendahan hati (khusu’), dan husnuzhan (berbaik sangka) bahwa Allah akan mengabulkan. Dalam Al Quran, Allah SWT berfirman,

(205). وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

“Dan sebutlah nama Tuhan dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara di waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (Q.S. Al-’Araf: 205)

Kemudian dalam hadits Qudsi disebutkan, 
“Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla berfirman, ’Aku akan mengikuti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Dan Aku selalu menyertainya apabila ia berdoa kepada-Ku.’”
(H.R. Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits yang juga Rasulullah bersabda, 
“Wahai manusia, jika kamu memohon kepada Allah swt., maka mohonlah langsung ke hadirat-Nya dengan keyakinan bahwa doamu akan dikabulkan, karena Allah tidak akan mengabulkan doa yang keluar dari hati yang pesimis.” 
(H.R. Ahmad)

Bertolak dari analisis di atas jelaslah bahwa tidak ada satu pun dalil sahih yang menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. memimpin doa setelah shalat wajib. Bagi para pembaca yang pernah shalat di Masjidil Haram di kota Mekah atau Masjid Nabawi di Madinah tentu akan tahu, bahwa para imam di sana tidak ada satu pun yang memimpin doa setelah shalat wajib.

Kesimpulannya, tidak satu pun dalil shahih yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW memimpin doa setelah shalat wajib. Doa dan zikir diserahkan pada individu masing-masing alias tidak perlu dipimpin. Ini tentu tanpa mengurasi rasa hormat saya bagi yang masih melakukan dzikir berjamah.

Kemudian terkait dengan sikap jamaah kepada Anda mungkin itu disebabkan mereka belum tahu. Sebaiknya Anda juga bisa menjelaskan, mengapa Anda tidak ikut dzikir bersama mereka setelah shalat. Insya Allah jika dijelaskan secara baik dan santun maka bisa dipahami dan saling menghormati.

Hemat saya, sebaiknya Anda tetap shalat di masjid terdekat sebagai sarana silaturrahmi dan menjaga ukhuwah. Jangan sampai Anda tiba-tiba tidak mau berjamaah dengan mereka yang justru bisa menimbulkan prasangka negatif dan hubungan yang kurang harmonis. Berdzikir baik sendiri atau bareng-bareng itu hanya cara atau ikhtiar saja, namun yang utama adalah menjaga ukhuwah dengan shalat berjamaah.

Demikian penjelasannya semoga bermanfaat. Wallahu A’lam bishshawab.

Ustadz Aam Amiruddin
25 Agustus 2021

Selasa, 17 Agustus 2021

2 Jenis Shalat Sunah

Shalat sunah ada dua macam yakni mutlak dan muqayad. Shalat sunah muqayad adalah shalat sunah yang dianjurkan untuk dilakukan pada waktu tertentu atau pada keadaan tertentu. Seperti tahiyatul masjid, dua rakaat seusai wudhu, shalat sunah rawatib, dan sebagainya.

Sedangkan shalat sunah mutlak adalah semua shalat sunah yang dilakukan tanpa terikat waktu, sebab tertentu, maupun jumlah rakaat tertentu. Sehingga boleh dilakukan kapanpun, di manapun, dengan jumlah rakaat berapapun, selama tidak dilakukan di waktu atau tempat yang terlarang untuk shalat.

Keutamaan shalat sunnah mutlak ini dapat kita simak dari penjelasan sahabat Rabi’ah bin Ka’b al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
Aku pernah tidur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku layani beliau dengan menyiapkan air wudhu beliau dan kebutuhan beliau. Setelah usai, beliau bersabda: “Mintalah sesuatu.” Aku menjawab: ‘Aku ingin bisa bersama Engkau di surga.’ Beliau bersabda: “Yang selain itu?” ‘Hanya itu.’ Kataku. Kemudian beliau bersabda,

فَأعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ

“Jika demikian, bantulah aku untuk mewujudkan harapanmu dengan memperbanyak sujud.” (HR. Muslim).

Menurut ulama ahli hadits menjelaskan makna dari hadits tersebut bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan figur yang pandai berterima kasih kepada orang lain. Sehingga ketika ada orang yang melayani beliau, beliau tidak ingin itu menjadi utang budi bagi beliau. Sebagai wujud rasa terima kasih, beliau menawarkan kepada Rabi’ah yang telah membantunya, agar meminta sesuatu sebagai upahnya. Namun sang sahabat menginginkan agar upahnya berupa surga, bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk mewujudkan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta agar Rabi’ah memperbanyak sujud, dalam arti memperbanyak shalat sunah. Karena seseorang bisa melakukan sujud sebanyak-banyaknya dengan rajin shalat sunah mutlak.

Ustadz Aam Amiruddin
Agustus 2021

Jumat, 26 Februari 2021

Doa Dihilangkan Kebingungan dan Dilunasi Hutang

Pada suatu hari Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam masuk masjid. Tiba-tiba ada seorang sahabat bernama Abu Umamah radhiyallahu ’anhu sedang duduk di sana.
Beliau bertanya: ”Wahai Abu Umamah, kenapa aku melihat kau sedang duduk di luar waktu sholat?”
Ia menjawab: ”Aku bingung memikirkan hutangku, wahai Rasulullah.”
Beliau bertanya: ”Maukah aku ajarkan kepadamu sebuah do’a yang apabila kau baca maka Alloh ta’aala akan menghilangkan kebingunganmu dan melunasi hutangmu?”
Ia menjawab: ”Tentu, wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda, ”Jika kau berada di waktu pagi maupun sore hari, bacalah do’a:


اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ


”Ya Alloh, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.”
Kata Abu Umamah radhiyallahu ’anhu: ”Setelah membaca do’a tersebut, Alloh berkenan menghilangkan kebingunganku dan membayarkan lunas hutangku.”
HR. Abu Dawud 4/353

Kamis, 13 Agustus 2020

Rumus Kehidupan

Saudaraku, masih ingatkah kita dengan sejumlah rumus yang pernah diajarkan di sekolah? Seperti rumus luas lingkaran, segitiga, kubus dan sebagainya? Rumus-Rumus itu diajarkan di sekolah untuk memudahkan kita dalam menghitung. Maka, rumus-rumus ini menjadi sangat penting. Orang tidak lulus ujian di sekolah bukan karena salah soal, tetapi karena salah rumusnya. Salah rumus, salah jawabannya.

Begitu dengan kehidupan ini. Rumus kehidupan adalah Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW. Di antaranya adalah rumus untuk menghadapi aneka masalah yang sangat dekat dengan keseharian kita. Kita bisa membacanya pada surah al-baqarah (2) ayat 155-157, 
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikan lah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata ‘innalillahi wa innailaihi rajiun’
(sesungguhnya kami milik Allah, dan kepada-Nyalah kami kembali). Merekalah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Rumus ini menerangkan bahwa Allah Ta’ala akan menimpakan sedikit ujian kepada hamba-hamba-Nya. Ketakutan, kelaparan maupun kekurangan harta, itu semua pasti akan ditimpakan kepada manusia, tidak bisa tidak. Namun demikian, ayat tersebut ada sambungannya yaitu bahwa Allah akan memberikan kabar gembira bagi orang orang yang sabar dalam melaluinya. Jadi, kalau kita sabar, kepahitan itu sebetulnya adalah kabar gembira.

Lalu, sabar itu apa? Kita mengatakan dengan penuh keyakinan bahwa semua milik Allah dan kita pasti kembali kepada-Nya. Satu tidak merasa memiliki. Dua tidak punya tempat kembali. Dengan demikian, selama kita merasa memiliki dan selama kita masih mencari tempat kembali selain Allah, selama itu pula tidak akan ada sabar.

Jadi, dari musibahlah datangnya berita gembira bagi orang yang sabar, yaitu orang yang merasa tidak memiliki apapun, kecuali yakin lahir dan batin kalau semuanya milik Allah Ta’ala. Maka, siapa yang inin mendapatkan keberkahan yang sempurna, curahan rahmat dan petunjuk, dia harus siap melewati kepahitan yang sedikit dan yang pasti ditimpakan.

Ketika diberikan sebuah ujian, kita merasa menderita itu bukan karena ujiannya yang besar, Ujiannya itu hanya sedikit dan kepahitannya untuk kita pun sudah diukur. Kita menderita menghadapi ujian karena kita sendiri yang mendramatisasinya. Mengapa? Sebab, kita belum tahu rumusnya.

Ada orang yang malah sengaja mendramatisasi kesulitannya sendiri karena dia tidak tahu atau lupa rumusnya. Kepahitannya justru dijadikan sebagai pencitraan agar orang-orang kasihan lalu membantunya, maupun supaya orang-orang menganggap dirinya hebat.

Jangan saudaraku, untuk apa? Ujian hidup kita yang sedikit itu urusannya dengan Allah Ta’ala dan setiap jalan keluar juga milik-Nya. Berdoalah kepada Allah dan bersabarlah. Tidak akan ada gunanya kita menangisi masalah, mempermasalahkan orang lain, atau mencari simpati dan pencitraan atas masalah yang dihadapi, kecuali hanya akan membuat kita semakin menderita. 

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."
(Q.S ar-Ra’d [13] :28)

Jadi, mari kita baca dan pelajari al-Quran dan sunnah. Kita pahami rumus kehidupan yang telah dijelaskan dengan sangat terang agar kita bisa lulus ketika menghadapi ujian dan agar hidup kita yang sementara ini tidak gagal.

Mustahil bagi kita untuk mendapatkan jalan keluar dari himpitan masalah, tercapai keinginan yang terbaik atau selamat dari ancaman, kecuali hanya dengan pertolongan-Nya.

KH. Abdullah Gymnastiar
12 Agustus 2020

Jumat, 07 Agustus 2020

Cara Mengenal Al-Haqq

Saudaraku, kali ini saya hendak bercerita mengenai pengalaman ketika menghadiri undangan ceramah di Morotai, Maluku Utara. Saat itu ceramah selesainya di sore hari, dan besoknya tidak ada penerbangan. Sehingga malam harinya harus menggunakan perahu kecil yang ada motornya. Maka diputuskanlah berangkat jam satu malam, karena harus mengejar jam tujuh pagi sampai di suatu tempat.

Ketika menaiki perahu yang sederhana itu bersama beberapa orang, saya mencari pelampung sebagai syaratnya. Ternyata yang ada hanyalah bantalan kursi. Kemudian saya lihat nahkodanya juga tidak memiliki lampu. Tidak punya kompas, dan tidak ada alat komunikasi. Padahal lautnya gelap. Sempat terbayang seandai salah arah, atau perahunya tenggelam dan dimakan hiu.

Tetapi saya tetap berupaya husnudzan. “Mungkin nahkodanya memang pelaut ulung yang bisa melihat dalam kegelapan (maksudnya, mungkin dia berpatokan pada bintang). Ya Allah, tiada Tuhan selain Engkau, Maha suci Engkau dalam gelapnya laut ini, dan Engkau Yang Maha tau apa yang akan terjadi.”

Lelah sendiri juga kalau sibuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. Sehingga walaupun mengantuk, tetap berusaha sebisanya untuk sholat daripada tidur. Karena doa itu syariatnya menjadi jalan berubahnya takdir. Jika ada takdir musibah, maka doa dan musibah saling bertarung mana yang lebih kuat dan akan mengalahkan.

Alhamdulillah, setelah sekian jam sampailah di pelabuhan yang dituju. Saya bersyukur kepada Allah dan berterima kasih pada pelaut yang luar biasa tadi. Perjalanan tenang dan selamat sampai tujuan. Tapi rupanya tenang itu ada beberapa jenis. Satu, tenang karena zikir, dan kedua, tenang karena tidak tahu.

Beberapa waktu kemarin, setelah kembali ke Daarut Tauhiid, teman-teman mengungkapkan bahwa nahkoda itu ternyata baru pertama kali juga melaut dalam kegelapan. Semua yang di perahu sebetulnya juga takut. Kata nahkodanya, “Saya baru berani kalau yang diantar kiai, Insya Allah selamat.” Rupanya sama-sama husnudzan.

“Ya Allah, Mahabenar dan Mahasuci Engkau yang menyembunyikan ketidaktahuan ini.” Kalau saya mengetahuinya saat itu, bisa bertambah stress. Semakin sibuk berpikir macam-macam. Bagaimana jika ada satu balok kayu yang tidak kelihatan lalu menembus perahu? Bisa langsung karam. Seperti baru terdengar kabar juga kemarin, tentang adanya tamu dari daerah yang sama, yang perahunya tenggelam dan enam orang meninggal. Jadi, ada benarnya juga tidak tahu.

Alhamdulillah, ya Allah. Ketika berada di kegelapan laut, betapa terasa kecilnya diri ini. Begitu jelas jika tidak ada apa-apanya diri kita. Manusia sangat lemah sekali. Seharusnya jika kita bertemu dengan laut, gunung, bahkan ciptaan allah lainnya seperti binatang yang berukuran kecil, maka bertafakurlah.

Misalnya, bertafakur lah ketika melihat burung yang bisa terbang. Jangan malah, “Wah itu ada burung, cari senapan angin.” Rendah sekali diri kita kalau begitu. Nikmatilah bagaimana burung itu terbang atau saat dia menukik tajam, yang tidak jarang hingga di permukaan lalu dengan koordinasi otot dan gerakannya yang menakjubkan kembali naik. Mahabenar dan Mahasuci Engkau ya Allah, karena sehebat - hebatnya penerjun payung kalau sudah menukik tajam berarti selesai.

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda kebesaran Kami di segenap penjuru, dan pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Quran itu adalah benar. Tidak cukupkah bagi kamu bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”
QS. al-Fushilat (41):53

Jadi, Saudaraku. Memperbanyak tafakur merupakan cara untuk mengenal Al-Haqq, mengenal Allah dan mengenal kebenaran Al-Quran. Kita harus sering-sering bertafakur. Kalau kita tidak meluangkan waktu untuk bertafakur, maka banyak pelajaran yang terlewat kan. Karena disegenap penjuru, termasuk yang ada pada diri kita sendiri, bisa menjadi bahan bertafakur.

KH. Abdullah Gymnastiar
6 Agustus 2020

Kamis, 06 Agustus 2020

Kehadiran Allah

Dari Abu Bakar ash-Shiddiq, beliau berkata, “Aku melihat tapak kaki kaum musyrikin ketika kami bersembunyi di dalam gua, dan orang-orang tersebut tepat di atas kepala kami. Lalu aku berkata, ‘Ya Rasulullah, adaikata seseorang dari mereka itu melihat ke bawah kakinya maka pasti mereka akan melihat tempat kita ini.‘ Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda ‘ Wahai Abu Bakar, apakah engkau mengira bahwa kita hanya berdua? Allah adalah yang ketiga dari kita ini.”

(HR. Imam Bukhari dan Muslim)

Nah, saudaraku. Kalau kita misalnya menyebut Allah sebagai “yang ketiga”, seperti pada hadis tersebut, maka jangan membayangkan kita menjadi bertiga dengan Alloh dalam bentuk sebagaimana kita sehari-hari. Karena Allahu Ahad itu bukan berarti angka ‘satu’ dalam bilangan kita.

Kalau angka satu bilangan kita dapat ditemui dari mana saja. Misalnya setengah ditambah setengah, dua dikurang satu, sepertiga dikali tiga atau dua dibagi dua. Satunya kita bisa penjumlahan, pengurangan, pengalian dan pembagian. Tapi Allahu Ahad tidak bisa dari sisi manapun.

Allahu Ahad berbeda dengan “satu”-nya kita. Maksudnya, Allah tidak harus wujud. Seperti sekarang saudara sedang membaca tulisan ini, Allah pasti hadir dan menyaksikan. Misalkan saat membaca tulisan ini saudara sendirian, maka saudara bisa menyebut Allah sebagai “yang kedua”. Saudara sedang berdua dengan Allah.

Tidak sulit bagi kita meyakini sesuatu yang tidak terlihat. Seperti udara dan gaya gravitasi, kita meyakininya ada meski tidak tampak. Sama dengan elektron, proton, atau listrik juga tidak tampak, mungkin baru terlihat ketika ada yang salah pegang kabel.

Untuk lebih jelasnya, Aa akan menyampaikan sebuah kisah yang sudah sering diceritakan. Bagi saudara yang mungkin masih ingat, tidak ada salahnya membaca lagi supaya kita tidak mudah lupa tentang kehadiran Allah.

Suatu ketika ada seseorang yang terpelajar secara duniawi bertanya tiga hal kepada orang-orang. Pertama, tentang bukti kehadiran Allah. Kedua, tentang apa sebetulnya takdir. ketiga, tentang setan yang dicipta dari api dan dimasukkan ke neraka yang api juga, yang dianggapnya sebagai lelucon.

Setiap orang yang ditanyainya tidak ada yang bisa menjawab. Sampai kemudian ada seseorang yang berkata padanya agar dia pergi menemui seorang alim di sebuah kampung, “Insya Allah, beliau bisa memberi jawaban yang memuaskan Anda.” Tapi orang yang terpelajar duniawi menganggap nasehat itu sebagai lelucon tambahan. “Orang kota saja nggak bisa jawab, apalagi orang kampung.” Katanya. “Dicoba saja dulu,” jawab seseorang tadi meyakinkannya.

Singkat cerita, sampailah dia di kampung dan bertemu orang alim yang dimaksud. Dia langsung bertanya, “Kakek, setiap yang ada itu harus ada buktinya. Kalau Tuhan ada buktinya? Lalu apa itu takdir? Jangan-jangan cuma alasan atau dalih saja karena nggak berani menerima kenyataan. Dan, katanya setan dibuat dari api, tapi mengapa dimasukkan ke neraka yang api juga? kan, api dengan api ngga berasa. Bagaimana, kek?”

Kakek alim berkata, “mendekat kesini, nak.” Plakk…
Orang yang terpelajar duniawi itu ditempeleng. “Kakek! Kalau ngga bisa jawab, jangan emosi dong!” teriaknya kesakitan. “Maafkan saya, nak. Itu bukan menempeleng, tapi itulah jawabannya.” Tapi dia masih tidak terima, “Jawaban bagaimana, kek? Sakit ini!”

“Benar sakit?” tanya kakek. “Sumpah, sakit banget, kek!” Lalu kakek itu bertanya lagi, “engkau yakin sakit itu ada?” “Yakin, kek!” Kakek itu kembali berkata, “Baiklah, kalau benar sakit itu ada, coba tunjukkan atau gambarkan saja seperti apa sakit itu?” Orang yang terpelajar mulai kebingungan, “Ya, pokoknya ada.”

Itulah bukti bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala itu ada, tapi tidak bisa ditunjukkan atau digambarkan tapi bisa dirasakan bagi yang yakin kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

“Baiklah,” lanjut kakek itu, “Apa sebelum itu engkau pernah bermimpi ditempeleng?” “Tidak,” jawabannya. “Apa engkau merencanakan ditempeleng?” Tanya kakek lagi. “Sama sekali tidak.” Atau, “Mungkin engkau punya cita-cita ditempeleng?” “Amit-amit, nggalah kek.” Maka,”itulah takdir,” jelas kakek alim.

Lalu, “Ini apa?” kakek menunjuk telapak tangannya, “kulit.” Dan, “Di pipimu itu apa?” Kulit,” jawabanya lagi. “Jadi, saat kulit bertemu dengan kulit tadi bagaimana?” “Sakit , Kakek" ujarnya yang masih kesakitan. Begitulah ketika setan dimasukan ke neraka.

Nah Saudaraku. Kita harus yakin bahwa Allah selalu hadir, menyaksikan, mengawasi dan menjaga kita.

KH. Abdullah Gymnastiar
5 Agustus 2020

Jaga Iman dan Akhlak

 Sahabatku iman yang paling baik adalah akhlak Dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ ...