Rabu, 25 Januari 2012

Menyesal Kemudian Tidak Berguna

Kisah menyentuh dari guruku Ustadz Didiek, jazaakumullah.

Dulu ibuku hanya memiliki satu mata, oleh karenanya aku membencinya. Keadaannya itu menjadikanku selalu dalam kesulitan. Dia bekerja sebagai tukang masak di sekolah tempatku belajar, untuk membantu kehidupan keluargaku. 

Suatu hari saat aku duduk di bangku SD, ibuku menghampiriku untuk menghiburku, saat itu aku merasa segitu tidak nyaman, aku pun melalaikannya dengan pandangan yang penuh dengan kebencian. 

Keesokan harinya seorang murid bertanya kepadaku,"Ibumu cuma mempunyai satu mata?"

Ooooh...sungguh saat itu aku ingin mengubur diriku, menjauhkan ibuku dari kehidupanku.

Keesokan harinya kutemui ibu,"Engkau t'lah menjadikanku bahan tertawaan, kenapa engkau tidak mati saja?" 

Tapi Ia hanya diam tidak menjawab. Aku mengatakan hal itu tanpa ragu sedikitpun, dan tidak memikirkan isinya, karena aku segitu marah sekali, sebagaimana aku tidak pernah peduli dengan perasaannya. Aku ingin sekali meninggalkan tempat ini, oleh karenanya aku Belajar dengan segitu giat sekali, sehingga aku mendapatkan beasiswa ke Singapura. 

Aku pun ke Singapura belajar dengan giat lalu menikah, beli rumah dan memiliki anak, sungguh hidupku amat bahagia, sehingga suatu hari ibuku datang mengunjungiku, sudah lama sekali Ia tidak melihatku dan sama sekali belum pernah melihat cucu-cucunya. 

Anak-anakku tertawa keras dan aku pun berteriak,"Berani-beraninya engkau datang kesini dan membuat anak-anakku ketakutan, cepat keluar!" 

Saat itu Ia menjawab,"Maaf sepertinya saya salah alamat." 

Ia pun pergi meninggalkan kami. 

Suatu hari sepucuk surat mampir ke rumahku, surat reuni dari sekolahku. Aku berbohong kepada istriku, aku bilang ada tugas yang harus aku tunaikan. 

Setelah pertemun, aku pergi ke rumah lamaku, sekedar untuk jalan-jalan saja. Para tetangga memberitahuku bahwa ibuku t'lah meninggal, tak ada satu butir  pun air mata yang jatuh dari kelopak mataku, sampai tetanggaku berdiri menyerahkan kepadaku sepucuk surat dari ibu.

"Wahai anakku, ibu selalu merasa bersalah tatkala mengunjungimu di Singapura yang segitu mengganggumu dan menjadikan anak-anakmu merasa ketakutan. 
Ibu amat bahagia saat mendengar engkau akan datang dalam pertemuan reuni di sekolahmu, namun ibu khawatir tidak bisa menemuimu karena tidak bisa bangkit dari tempat tidur. 
Melalui surat ini ibu meminta maaf karena t'lah mengganggumu dari waktu ke waktu. Tahukah engkau bahwa sewaktu kecil engkau pernah mengalami kecelakaan yang merenggut satu matamu, dan sebagaimana seorang ibu, ibu tidak rela jika engkau dewasa hanya dengan satu mata, oleh karenanya aku berikan bola mataku kepadamu. 
Betapa bahagianya ibu, engkau tumbuh bisa melihat keindahan dunia lengkap dengan dua mata. 
Wahai anakku kutulis surat ini untukmu dengan penuh cinta dan kasih."

Astagfirullahaladzim, ini mengingatkan kita akan sabda Rasulullah,"Wail! Wail! Wail! Celaka! Celaka! Celaka!" 

"Siapa yang celaka ya Rasulullah?", tanya sahabat .

Rasulullah pun menjawab,"orang tuanya masih hidup, tetapi Ia masuk neraka" (karena durhaka).


K. H. Muhammad Arifin Ilham
8 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jaga Iman dan Akhlak

 Sahabatku iman yang paling baik adalah akhlak Dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ ...