SubhanAllah sebelum rehat malam ini, mari kita renungi tentang hikmah sakit.
Sakit Itu adalah ujianNya.
Kemuliaan baginya karena sabar dan membuat malaikat yang selalu sehat takjub.
Sakit, sebagaimana juga setiap ujian, bukan menguji ketangguhan dan
kemampuan. Sebab sakit Allah beri sudah sesuai dengan takaran dan daya
tahannya.
Ia sejatinya menguji kemauan untuk memberi makna. Maka
bagi dia yang mampu memberi makna terbaik bagi sakit, insya Allah
kemuliaannya diangkat dan membuat malaikat yang selalu sehat takjub.
Sakit adalah jalan kenabian Ayub yang menyejarah. Kesabarannya yang
lebih dari batas (disebut dalam sebuah hadits 18 tahun menderita
penyakit aneh) diabadikan jadi teladan semesta. Dan atas kenyataan
sejarah tersebut, hari ini cobalah bercermin kepadanya. Hari ini pula
kita bisa bercermin kepada sosok-sosok mulia yang pernah juga sakit.
Sakit, yang di ujung penggal kehidupan mereka yang ditemukan adalah
kemuliaan serta terus bertambah derajat kemuliaannya di mata Allah.
Imam
As-Syafi’i wasir sebab banyak duduk menelaah ilmu; Imam Malik lumpuh
tangannya dizhalimi penguasa; Nabi tercinta kita pun pernah sakit oleh
racun paha kambing di Khaibar yang menyelusup melalui celah gigi yang
patah di perang Uhud. Bukankah setelah akhirnya sakit, semuanya semakin
mulia di mata Allah bahkan juga di mata sejarah manusia.
Sakit
itu zikrullah. Mereka yang menderitanya akan lebih sering dan syahdu
menyebut Asma Allah dibanding ketika dalam sehatnya.
Sakit itu istighfar. Dosa-dosa akan mudah teringat, jika datang sakit. Sehingga lisan terbimbing untuk mohon ampun.
Sakit itu tauhid. Bukankah saat sedang hebat rasa sakit, kalimat thoyyibat yang akan terus digetar?
Sakit itu muhasabah. Dia yang sakit akan punya lebih banyak waktu untuk
merenungi diri dalam sepi, menghitung-hitung bekal kembali.
Sakit itu jihad. Dia yang sakit tak boleh menyerah kalah; diwajibkan terus berikhtiar, berjuang demi kesembuhannya.
Bahkan sakit itu ilmu. Bukankah ketika sakit, dia akan memeriksa,
berkonsultasi dan pada akhirnya merawat diri untuk berikutnya ada ilmu
untuk tidak mudah kena sakit.
Sakit itu nasihat. Yang sakit
mengingatkan si sehat untuk jaga diri. Yang sehat hibur si sakit agar
mau bersabar. Allah cinta dan sayang keduanya.
Sakit itu
silaturrahim. Saat jenguk, bukankah keluarga yang jarang datang akhirnya
datang membesuk, penuh senyum dan rindu mesra? Karena itu pula sakit
adalah perekat ukhuwah.
Sakit itu gugur dosa. Barang haram tercelup di tubuh dilarutkan di dunia, anggota badan yang sakit dinyerikan dan dicuci-Nya.
Sakit itu mustajab doa. Imam As-Suyuthi keliling kota mencari orang sakit lalu minta didoakan oleh yang sakit.
Sakit itu salah satu keadaan yang menyulitkan syaitan; diajak maksiat
tak mampu-tak mau; dosa lalu malah disesali kemudian diampuni.
Sakit itu membuat sedikit tertawa dan banyak menangis; satu sikap keinsyafan yang disukai Nabi dan para makhluk langit.
Sakit meningkatkan kualitas ibadah; rukuk-sujud lebih khusyuk, tasbih-istighfar lebih sering, tahiyyat-doa jadi lebih lama.
Sakit itu memperbaiki akhlak; kesombongan terkikis, sifat tamak dipaksa tunduk, pribadi dibiasakan santun, lembut dan tawadhu.
Dan pada akhirnya sakit membawa kita untuk selalu ingat mati. Mengingat
mati dan bersiap amal untuk menyambutnya, adalah pendongkrak derajat
ketaqwaan. Karena itu mulailah belajar untuk tetap tersenyum dengan
sakit. Wallahu A’lam.
Allahumma ya Allah hamba bukan menolak takdirMu, takdirMu adalah takdirMu, tetapi berilah kepada hamba keikhlasan, kesabaran, kekuatan, ketawakkalan, baik sangka dan "allutfu" kecerdasan menangkap bahasa hikmah dibalik segala takdirMu...aamiin.
K. H. Muhammad Arifin Ilham
16 Desember 2018
Diperbarui
24 April 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar